"Biasanya, nganter penumpang ke mana saja, Pak?"
"Ya ke Pasar Pagi, Bandengan Selatan, Pancoran, dan Pelabuhan Sunda Kelapa. Yang dekat-dekat sajalah, Dek".
Bekerja dari subuh pukul 06.00 hingga malam pukul 19.00, Agus mengenakan tarif ojek sepeda Rp 5 ribu untuk jarak dekat, Rp 10 ribu untuk jarak menengah, dan Rp 15 ribu untuk jarak jauh.
Pria berusia kepala enam ini, selain mengantar penumpang, juga mengantar barang. Ia pernah mengantar barang ke Tanah Abang.
"Sekarang sudah enggak kuat narik barang, Dek. Kalau masih muda dulu, sering."
Matahari semakin tinggi di langit, saya yang mulai kepanasan mengajak Pak Agus untuk berteduh, sambil makan kue bolu yang saya beli di kios dekat pangkalan sepedanya.
"Kalau narik dari pagi hingga malam, biasanya dapat perapa rupiah, Pak?"
"Ya enggak tentu, Dek. Kadang enggak dapat, kadang dapat Rp 30 ribu. Yang penting bisa untuk dahar (makan), ngopi dan beli sabun mandi".
Agus mengaku, kadang-kadang, ketika ia mangkal di jembatan Pejagalan Raya arah ke Pasar Pagi, ia dan kawan-kawannya suka dikasi nasi oleh orang yang lewat.
"Bapak enggak mau coba pekerjaan lain?"
"Saya enggak ada pengalaman kerja, Dek. Sekolah saya hanya sampai kelas 3 SD. Kalau buruh bangunan, mungkin saya mau".