Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024

Berbagi opini seputar Sustainable Development Goals (SDGs) terutama yang terpantau di Jakarta. Melalui opini yang dituangkan, saya mengajak pembaca untuk lebih memahami dan menyadari konsep keberlanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Tinggi untuk Semua, Lalu Kenapa Tunarungu Dicurigai?

22 Juni 2024   00:45 Diperbarui: 22 Juni 2024   01:22 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"halo guys gw mau klarifikasi tentang masalah ordal pake alat ditelinga. Kemarin pas UTBK ada yg ngomongin gw, ngeliatin gw karna gw pake alat bantu dengat ya di telinga dan takutnya mereka ngira kalo gw penjoki UTBK padahal gw Tuna Rungu..." tulis @naunathz di akun Xnya Minggu (16/6/2024).

Kalimat di atas merupakan cuitan dari Naufal Athallah (18 tahun) yang dibagikan di akun media sosial X (dulu Twitter) pribadinya.

Menurut laporan BBC.com, Naufal adalah penyandang disibilitas Tuli (tunarungu) sejak usia 3 tahun dan menggunakan alat bantu dengar (ABD) pada usia 4 tahun.

ABD merupakan alat penyelamat hidup bagi Naufal. Dengan ABD, ia bisa mendengar, bisa ngobrol tanpa bahasa isyarat, dan memahami keadaan.

Sayangnya, ketika ia mengikuti ujian tulis berbasis computer (UTBK) Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) di Universitas Indonesia, panitia seleksi penyelenggara tidak mengizinkan Naufal menggunakan ABD.

Ia terpaksa melepas alat yang selama ini menjadi penyelamat hidupnya. Akibatnya, siswa kelas 12 SMK di Tangerang Selatan itu, kehilangan konsentrasi saat ujian.

Kini, Naufal belum menggapai cita-citanya untuk dapat masuk dalam kampus idamannya. Walaupun kecewa, ia terus berusaha untuk menggapai mimpinya.

Kurangnya Pemahaman Masyarakat tentang Akomodasi Tunarungu

Kasus Naufal yang gagal mengikuti UTBK di Universitas Indonesia beberapa waktu lalu memperlihatkan kepada publik bahwa masih minimnya pemahaman masyarakat perihal akomadasi (kebutuhan) bagi tunarungu.

Perlu diketahui bahwa tidak semua pengindap tunarungu (Tuli) berkomunikasi dengan cara yang sama.

Beberapa penyandang tunarungu hanya dapat berkomunikasi secara lisan, beberapa dengan bahasa syarat, beberapa juga dapat melakukan keduanya, dan beberapa tidak bisa berkomunikasi sama sekali, sehingga memerlukan alat bantu khusus.

Cara berkomunikasi dengan penyandang Tuli pun, biasanya menggunakan bahasa isyarat. Para penyandang tunarungu bisa belajar bahasa isyarat di komunitas, sekolah, atau terapi wicara untuk memudahkan mereka berkomunikasi dengan efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun