"Oh, boleh silakan," jawabnya.
Saya segera menaiki jembatan kayu yang dibangun di atas permukaan air. Dari atas jembatan, saya bisa menyaksikan sekelompok burung bangau putih yang terbang dan hinggap di pepohonan mangrove.
Di ujung jembatan, tampak matahari mulai tenggelam. Indah sekali di sini. Saya bertemu dengan seorang anak laki-laki yang sedang memancing ikan mujair.
"Pakai umpan apa dek?" tanya saya.Â
"Cacing", jawabnya singkat.Â
Saya menengok hasil tangkapannya, lumayan dapat empat ekor ikan mujair.
Setelah sejenak menikmati sunset, hijaunya hutan mangrove, dan sekelompok burung bangau putih yang bermain, saya pun kembali ke darat untuk ngobrol dengan Pak Husein.
Beliau menceritakan bahwa di area ini sering masuk sampah dari warga sekitar. Pernah sekali waktu, sampah diangkut sekitar tiga truk.
Lanjut Pak Husein, dulu air di di sini cukup jernih, sekarang sudah kotor berwarna hijau karena tercemar limbah dari warga sekitar dan proyek pembangunan transmisi listrik Jawa-Bali.
Akibat proyek tersebut, banyak ikan yang mati. Beliau mengeluh karena pembangunan transmisi Jawa-Bali tidak meminta izin dari beliau selaku penjaga hutan mangrove.
Menurut informasi Pak Husein, hutan mangrove di area ini terdiri dari dua jenis, yaitu Mangrove Api-Api (Avicennia lanata) dan Mangrove Minyak (Rhizophora apiculata) - dikelola oleh lembaga swadaya. Warga bebas masuk tanpa dipungut biaya.