Sebagaimana yang kita ketahui, makanan bergizi gratis bagi seluruh siswa Indonesia adalah program unggulan presiden dan wakil terpilih 2024, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming.
Awalnya, program ini diberi nama makan siang gratis dalam kampanye mereka saat menjadi calon presiden dan wakil presiden.
Alasan perubahan nama program, sebenarnya, lebih kepada waktu makan siswa. Biasanya, siswa pulang sekolah pukul 11 sampai 12 siang. Nah, bila harus menunggu mereka pulang sekolah baru diberi makan, itu dinilai terlalu lama.
Karena itu, waktu makan harus pada pagi hari dan istilah yang tepat menurut Prabowo adalah makan/sarapan bergizi. Siswa membutuhkan asupan gizi yang seimbang untuk mengikuti pelajaran pada pagi hari. Perubahan ini dinilai lebih tepat.
Program makan bergizi yang dicanangkan oleh Prabowo-Gibran diperkirakan memakan anggaran yang sangat besar, yakni mencapai Rp 460 triliun. Angka ini setara dengan 7,23% dari total belanja negara dalam APBN 2024 (yang nilai totalnya) Rp 3.325,1 triliun. (Sumber: RMOL.id).
Karena itu, ada kekuatiran bahwa program unggulan Prabowo-Gibran berpotensi memperbesar defisit fiskal dan mendorong pemerintah untuk menambah utang negara. Meski demikian, Prabowo-Gibran optimis bahwa program unggulan mereka tidak akan membebani negara.
Jika program andalan Prabowo-Gibran berhasil dijalankan, lantas manfaat apa yang bisa masyarakat Indonesia rasakan? Setidaknya, ada dua manfaat besar yang bakal kita rasakan: pertama, anak-anak kita mendapat asupan gizi yang seimbang. Kedua, meningkatkan perekonomian wilayah.
Makan Bergizi untuk Memperbaiki Kualitas SDM
Anak-anak Indonesia merupakan aset bangsa yang paling berharga -- merekalah penentu masa depan. Pilihan kebijakan dan investasi untuk anak yang diambil pada hari ini bakal berdampak besar terhadap masa depan Indonesia.
Program makan bergizi gratis yang dicanangkan oleh presiden dan wakil terpilih 2024, Prabowo-Gibran, hemat saya berpotensi memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan.
Berdasarkan laporan unicef.org, dua per tiga populasi Indonesia saat ini berada dalam rentang usia produktif (15-64 tahun). Populasi usia produktif yang berjumlah besar ini dapat menjadi mesin pembangunan yang luar biasa -- suatu 'bonus' yang dapat diinfestasikan untuk masa depan bangsa.