Artikel ini sama sekali tidak bermaksud untuk menginspirasi siapa pun melakukan tindakan bunuh diri. Kalau Anda mulai berpikir dan berkeinginan untuk bunuh diri, segeralah berkonsultasi masalah Anda kepada tenaga profesional.
Hari Sabtu 9 Maret 2024 lalu, warganet sempat dihebohkan dengan kabar sekeluarga di Jakarta Utara yang meloncat bersama-sama dari lantai 22 Apartemen Teluk Intan Tower, Penjaringan, Jakarta Utara.
Sekeluarga tersebut, terdiri dari ayah berinisial EA (51 tahun), ibu AEL (50 tahun), dan dua anak mereka yang berusia remaja, yaitu laki-laki berinisial JWA (13 tahun), dan perempuan berinisial JL (15 tahun).
Istri saya sempat memberitahu kabar memilukan ini. Namun, kala itu, saya tidak berminat untuk membaca berita tersebut. Baru pada hari ini, Selasa 19 Maret 2024, saya tergerak untuk membaca berita itu.
Meskipun peristiwa dugaan bunuh diri sekeluarga itu telah terjadi sekitar satu minggu lalu, hingga tulisan ini dibuat, Polisi masih mengumpulkan informasi tentang penyebab dugaan bunuh diri sekeluarga tersebut.
Polisi mengakui bahwa, kasus dugaan bunuh diri sekeluarga ini sulit diungkapkan, lantaran tidak ada tanda-tanda yang ditinggalkan oleh keempat korban seperti surat atau lainnya.
Ponsel milik keempat korban semuanya hancur berkeping-keping karena ikut terjatuh, sehingga Polisi tidak mendapatkan informasi apapun dari ponsel tersebut, setidak saat kejadian.
Penyebab Bunuh Diri secara Umum
Terlepas dari kasus dugaan bunuh diri yang dialami oleh satu keluarga tadi, umumnya, yang menjadi penyebab terjadinya peristiwa bunuh diri antara lain sebagi berikut.
Pertama, masalah ekonomi. Kondisi ekonomi yang buruk menjadi penyebab seseorang mengakhiri hidupnya. Ketika usahanya bangkrut dan dan ia terlilit hutang, solusi atau cara untuk membebaskan diri dari hutang adalah mengakhiri hidupnya.
Kedua, masalah mental. Kondisi mental juga menjadi pemicu seseorang mengakhiri hidupnya. Kondisi ini dipicu oleh banyak faktor seperti mengalami kekerasan, stres berat karena ditipu orang, dsb. Karena kondisi inilah, tidak heran orang kemudian memilih opsi bunuh diri.
Ketiga, masalah sosial. Masalah sosial juga bisa memicu terjadinya aksi bunuh diri. Beberapa pemicunya seperti merasa dikucilkan, dikhianati pasangan atau sahabat, dsb.
Keempat, masalah sakit. Masalah sakit-penyakit juga bisa menjadi pemicu seseorang bunuh diri. Misalnya, orang yang mengalami sakit yang berkepanjangan bisa saja terdorong untuk bunuh diri, agar tidak menyusahkan keluarganya.Â
Hilangnya Safety Net dalam Keluarga
Peristiwa bunuh diri oleh satu keluarga di Apartermen Teluk Intan Tower, Penjaringan, Jakarta Utara pada hari Sabtu lalu, patut menjadi keprihatinan kita bersama.
Peristiwa memilukan itu, sekaligus menunjukkan betapa pentingnya peran keluarga. Keluarga adalah unit terkecil di masyarakat yang memiliki peran penting dalam pengembangan setiap individu di dalamnya.
Salah satu peran keluarga adalah memberi perlindungan, khususnya, bagi anggota keluarga yang rentan bunuh diri. Akan tetapi, peran keluarga sebagai pelindung atau jaring pengaman (safety net), justru menjadi persoalan yang dihadapi saat ini.
Dikutip dari laman bbc.com, Adrianus Meliala, Kriminolog Universitas Indonesia (UI), mengungkapkan bahwa, dulu, masyarakat tidak segan meminta bantuan kepada keluarga besar ketika menghadapi kesulitan hidup, baik secara finansial maupun sosial.
Akan tetapi, menurutnya, tren tersebut semakin berkurang dengan semakin berjaraknya anggota-anggota keluarga.
Misalnya, dalam kasus dugaan bunuh diri satu keluarga tadi, belakangan diketahui, keempat korban sangat tertutup dengan keluarganya lain. Keempat korban ini sudah tidak berkomunikasi dengan keluarga besarnya selama dua tahun.
Dibutuhkan Intervensi dari Keluarga
Kasus dugaan bunuh diri oleh sekeluarga ini bisa menjadi cerminan bagi kita. Kita ini rentan; kita ini lemah dan rapuh, karena itu kita membutuhkan "orang lain" untuk menolong kita.
"Orang lain" yang saya maksud di sini adalah keluarga besar kita. Misalnya, ketika kita membutuhkan pertolongan finansial, jangan malu untuk meminta pertolongan kepada keluarga besar kita.
Setiap kali saya dan istri saya membutuhkan bantuan finansial, misalnya untuk biaya berobat, saya dan istri tidak malu meminta bantuan kepada keluarga besar kami. Toh, mereka tidak merasa keberatan membantu kami.
Peran keluarga sebagai jaring pengaman (safety net) perlu digaungkan dan diperkuat kembali, sehingga kasus bunuh diri keluarga tidak terulang lagi.
Upaya pencegahan bunuh diri, tentu saja, tidak hanya dapat dilakukan melalui intervensi keluarga, tetapi juga melalui intervensi banyak pihak. Semoga artikel ini bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H