Berbicara perihal tawuran, tidak bisa dikatakan sebagai tren, tapi bisa dikatakan sebagai fenomena yang terjadi pada kaum remaja/pelajar, baik yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), maupun di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).
Artikel ini mencoba menelisik fenomena tawuran antarpelajar yang sering meresahkan masyarakat. Tawuran secara sederhana dipahami sebagai sebuah tindakan anarkis yang dilakukan oleh dua kelompok atau lebih dalam bentuk perkelahian atau pertengkaran masal.
Aksi tawuran paling sering melibatkan anak remaja yang berstatus sekolah SMP dan SMA/SMK. Pada usia ini, mereka memiliki emosi yang cenderung tidak stabil. Sehingga tidak heran, mereka suka berperilaku agresif.
Maraknya Kasus Tawuran Antarpelajar
Selama tinggal di Jakarta (mulai tahun 2014 hingga sekarang), saya cukup sering menyaksikan tawuran antarpelajar. Kasus tawuran pertama yang saya saksikan, yaitu di daerah Sunter dekat danau.
Kala itu, saya dalam perjalanan pulang ke arah Kemayoran. Saya melihat para pelajar berseragam SMA berlarian dan saling serang menggunakan kayu.
Tampak sejumlah anggota Satpol PP berlarian menangkap sejumlah pelaku. Sementara itu, sejumlah pelaku lainnya kabur. Meskipun tidak memakan korban, aksi itu sempat membuat kemacetan lalu lintas.
Belum lama ini, tawuran antar kelompok pelajar pecah di flyover Pasar Rebo, Jakarta Timur. Mirisnya, aksi tawuran pada Minggu 28/1/2024 itu, mengakibatkan pergelangan tangan salah seorang pelajar putus.
Beberapa Faktor yang Melatarbelakangi Tawuran Antarpelajar
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi tawuran antarpelajar, diantaranya: pencarian jati diri, pengaruh alumni, pengaruh media massa, dan media sosial. Dengan mengetahui faktor penyebabnya, tentu akan mempermudah penanganannya.
1. Pencarian Jati Diri
Kondisi keluarga bisa memengaruhi keadaan psikologis anak. Anak yang tumbuh dalam keluarga yang tidak harmonis, biasanya merasa kurang mendapat kasih sayang, sehingga anak tersebut memilih mencari perhatian di luar rumah, salah satu caranya, yaitu dengan melakukan tawuran.
Dengan melakukan tawuran dengan pelajar lain, anak tersebut akan mendapat perhatian dari kelompoknya. Ia mendapat pujian dan diakui keberadaannya. Dengan demikian, tawuran merupakan bentuk pencarian jati diri yang negatif.