Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024

Berbagi opini seputar Sustainable Development Goals (SDGs) terutama yang terpantau di Jakarta. Melalui opini yang dituangkan, saya mengajak pembaca untuk lebih memahami dan menyadari konsep keberlanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Sudahkah Kita Menjadi Pelaku Ramah Anak?

13 Januari 2024   02:16 Diperbarui: 13 Januari 2024   02:44 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ramah anak. (sumber gambar: pexels.com/Josh Willink)

Anak-anak, sering dianggap makhluk yang lucu dan imut. Meskipun lucu dan imut, selalu ada aspek "menganggu" dari kehadiran mereka.

Contoh, sebelum kami menikah dan pindah ke kontrakan, hidup kami tenang - jauh dari kebisingan anak-anak. Kami bebas belajar, tanpa diganggu anak-anak.

Tapi, sesudah menikah dan pindah ke kontrakan, hampir tiap hari kami dibuat pusing dengan kehadiran anak-anak tetangga.

Tetangga kami di sebelah kiri dan kanan memiliki anak. Kalau mereka sedang ngambek atau nangis, kami merasa terganggu.

Lalu, seiring berjalannya waktu, kami mulai terbiasa dengan anak-anak tetangga. Saya mulai menyapa dan mengajak mereka bermain.

Saya dipanggil om dan istri saya dipanggil tante. Sering, ketika kami berangkat atau pulang kerja, mereka menyapa kami.

Pernah sekali waktu, salah satu tetangga memarahi anaknya, lalu ketika anak tersebut melihat saya lewat, dia meminta tolong ke saya. Ya, begitulah kalau sudah akrab.

Dulu, saya sama sekali tidak peduli dengan istilah "ramah anak." Tapi, sekarang saya jadi peduli dengan ramah anak.

Apa yang dimaksud dengan "ramah anak"? Istilah ini, mungkin masih asing bagi beberapa orang. Teman saya, Jessica Layantara, dalam status Facebooknya menjelaskan "ramah anak" sebagai berikut.

Tidak membahayakan mental dan fisik anak, serta tidak mengancam hubungan anak dengan sesamanya (termasuk hubungan dengan orangtuanya yang paling dibutuhkan anak tersebut).

Kehadiran anak-anak tetangga itu, memang, "mengganggu" kenyamanan kami. Tapi, kami biarkan saja.

Kami tidak pernah menegur mereka untuk berhenti menganggu kami. Karena itulah, mereka sangat akrab dengan kami.

Persoalannya, orangtua anak-anak tersebut, kadang-kadang memarahi mereka, bahkan membentak dengan suara yang keras.

Mereka menganggap bahwa anak-anak mereka adalah penganggu produktifitas mereka. Kalau seperti ini pengertiannya, maka mereka keliru dalam memahami dunia anak.

Mestinya, sebagai orangtua, mereka lebih ramah anak, ketimbang kami yang merupakan tetangga dekat mereka yang belum punya anak.

Ramah anak perlu diciptakan mulai dari lingkungan keluarga, kemudian masyarakat. Bila ini dilakukan, niscaya tidak akan ada kekerasan terhadap anak. Tidak akan ada lagi diskriminasi pada anak.

Sudah waktunya, kita sebagai orang dewasa, terutama orangtua menjadi pelaku ramah anak. Mari kita menghargai hak anak dan juga melindunginya.

Perlu diketahui, anak yang merasa dihargai dan dilindungi oleh orangtuanya atau lingkungannya, anak tersebut akan lebih nyaman, aktif dan kreatif, serta percaya diri.

Ada anak yang ketika besar tidak pede dalam menyampaikan pendapat? Mengapa bisa seperti itu? Hal itu karena perlakuan orangtua yang tidak menghormati kebebasan anak dalam mengekspresikan pandangannya.

Karena itu, penting bagi setiap orangtua dan tenaga pendidik untuk menciptakan lingkungan yang ramah anak.

Lingkungan yang ramah anak ialah lingkungan yang memenuhi kebutuhan anak, baik secara sosial, psikologis, ekonomi, dan lainnya yang dibutuhkan anak untuk mengalami tumbuhkembang secara maksimal.

Selamat menjadi pelaku ramah anak!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun