Sebelumnya kami sudah waspada akan terjadi hujan dan angin kencang, ini bisa didengar dari bunyi petir disertai kilat, sehingga kami ungsikan barang-barang kami lebih dulu ke dalam warung makan warga sbelum terjadi angin dan hujan kencang.
Akibat dari peritiwa itu, kami dan beberapa wisatawan tidak bisa tidur, dan hanya duduk-duduk di warung makan warga lokal sampai pagi. Kami baru bisa tidur nyenyak ketika di atas kapal yang berlayar menuju Jakarta.
Selama nenda, kami berkenalan dengan para wisatawan. Para wisatawan yang nenda di Pantai Pasir Perawan didenominasi oleh anak muda asal Jakarta. Ada yang nenda satu malam, ada pula yang nenda dua malam, bahkan ada yang tiga malam.
Fenomena yang kami perhatikan dari anak-anak muda ini adalah kebiasaan berbicara dengan kata-kata kotor, dan itu sangat mengganggu kami. Tentang fenomen ini, istri saya sudah mengulasnya dengan judul "Terhindar Polusi Udara Jakarta, Terpapar Polusi Suara Saat Liburan."
Saya kemudian berpikir, bukan tidak mungkin budaya berbicara kotor yang ditunjukkan oleh para wisatawan muda dapat mencemari masyarakat lokal Pulau Pari, khususnya anak-anak remaja dan pemuda. Mereka akan mengikuti gaya berbicara para wisatawan ini.
Memang, selama berkeliling Pulau Pari, saya belum mendengar warga lokal berbicara kotor. Tapi, kemungkinan mereka terpengaruh budaya berbicara kotor itu ada.
Maka, ini saran saya bagi para wisatawan yang datang berkunjung ke Pulau Pari atau ke tempat-tempat wisata, tolonglah untuk tidak menunjukkan budaya negatif, karena dapat merusak masyarakat lokal.
Secara keseluruhan, Pulau Pari adalah destinasi wisata yang cocok dijadikan alternatif liburan sekolah atau liburan akhir tahun bersama keluarga tercinta.
Akhir kata, selamat berlibur bagi yang masih liburan, semoga liburan kalian aman dan menyenangkan. Selamat merayakan tahun baru 2024 bagi kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H