Menikah itu memang mudah, tetapi berumah tangga itu yang susah. Apa maksud kalimat ini? Begini maksudnya. Yang terjadi pada hari pernikahan [saya dan istri] adalah peresmian hubungan kedua insan yang menikah.
Peresmian hubungan [saya dan istri ] berlangsung dalam satu hari. Namun, setelah itu, kami akan menjalani hubungan pernikahan dari hari ke hari.
Terhitung pada hari kami menikah sampai sekarang (saat artikel ini dibuat), kami sudah menjalani hubungan pernikahan selama 1,6 bulan. Tentu, perjalanan pernikahan kami belum terlalu lama, apabila dibanding dengan perjalanan pernikahan teman-teman Kompasianer lain yang sudah banyak "makan asam garam."
Entah mereka yang baru menikah dan yang sudah menikah berpuluh-puluh tahun, suatu hari nanti bakal berselisih. Hal ini tidak bisa dipungkiri.
Penyebab Suami-Istri Berselisih Hingga Berujung pada KDRT
Penyebab suami-istri berselisih hingga berujung pada tindakan kekerasan tentunya beragam. Untuk menjelaskan hal ini, saya akan memberikan beberapa contoh konkrit.
Saya dan istri dibesarkan dalam lingkungan yang berbeda dengan cara yang berbeda, kebiasaan yang berbeda, dan budaya yang berbeda. Apa yang lumrah bagi saya, belum tentu lumrah bagi istri saya, dan sebaliknya.
Kebiasaan yang baik bagi saya, belum tentu merupakan kebiasaan yang baik bagi istri saya, dan sebaliknya. Saya dan sitri adalah dua individu yang berbeda.
Dapatkah saya dan istri saya menyatu? Tentu saja jawabannya dapat. Bila demikian, kenapa saya dan istri sering kali berselisih? Kenapa tetangga kami (suami-istri) sering berselisih?
Menurut Andar Ismail, perselisihan atau pertengkaran dalam rumah tangga bukan disebabkan oleh perbedaan-perbedaan, tapi oleh kekurangmampuan dalam mengolah masalah-masalah yang timbul akibat adanya perbedaan.
Menurut Ismail, bentuk kekurangmampuan yang mencolok adalah egosentrisme (beda dengan egoisme). Apa itu "egosentrisme"? Ismail kembali menjelaskan bahwa, egosentrisme adalah pola pandang yang hanya mampu memandang dari satu sudut saja, yaitu sudut pandang dirinya sendiri.
Sebenarnya, setiap orang dewasa cenderung memiliki sikap egosentrisme sebagai sisa-sisa dari egosentrisme masa kecil. Egosentrisme ini yang membuat kita kurang peka terhadap kepentingan pihak lain dan perasaan pihak lain.
Yang kita lihat hanya kepentingan diri sendiri dan yang kita rasakan hanya perasaan sendiri. Inilah yang kerap kali membawa suami-istri pada perselesihan hingga KDRT. Bahkan, dapat berujung pada kematian.
Beberapa Contoh Kasus Korban KDRT dalam Hubungan Pernikahan
Beberapa waktu lalu, jagat maya, dikejutkan dengan hilangnya dokter Qory dari kediamannya di kawasan Nanggewer, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Selidik punya selidik, ternyata yang menyebabkan dokter Qory minggat dari rumahnya adalah karena kekerasan fisik yang dilakukan suaminya terhadap dirinya. Bentuk kekerasan fisik berupa tendangan dan pukulan.
Belakangan, dokter Qory memaafkan suaminya dengan mencabut laporannya ke polisi. Keputusan dokter Qory ini pun menimbulkan beragam rekasi dari masyarakat.
Tahun lalu, saya menulis sebuah buku dengan seorang teman perempuan dari Kupang, Dhebby Soru, namanya. Salah satu topik yang dia tuliskan dalam buku kolaborasi itu adalah perihal KDRT.
Dhebby bertutur tentang sebuah kisah yang didengarnya dari seorang pendeta seniornya di Kupang. Pendeta seniornya itu pernah mendampingi seorang ibu yang merupakan anggota jemaat pendeta senior.
Kira-kira begini ceritanya. Pendeta yang bersangkutan telah mendampingi si ibu korban KDRT dari suaminya cukup lama. Suaminya sering melakukan kekerasan fisik, tetapi yang dilakukan sang pendeta adalah menguatkan dan memintanya untuk bertahan sambil tetap berdoa supaya Tuhan mengubah suaminya.
Namun, ironisnya, ibu itu meninggal dunia di tangan suaminya. Penyesalan yang mendalam dirasakan sang pendeta. Menurut cerita Dhebby, sang pendeta menyesal karena meminta ibu itu bertahan dalam penderitaannya. Ia menyesal karena hanya meminta ibu itu berdoa dan tidak melakukan hal lain.
Tentu saja, masih banyak lagi kasus KDRT di Tanah Air yang luput dari media massa. Masalah KDRT yang dialami oleh dokter Qory maupun si ibu yang meninggal, karena korban KDRT menjadi alarm bagi setiap keluarga pada masa kini.
Bagaimana Mengatasi Sikap Egosentrisme dalam Hubungan Pernikahan?
Pertanyaannya, lalu bagaimana cara mengatasi sikap egosentrisme dalam hubungan pernikahan, sehingga tidak terjadi KDRT? Setidaknya, ada dua sikap yang hemat saya perlu kita (suami-istri) terapkan dalam hubungan pernikahan demi mewujudkan rumah tangga yang harmonis.
Langkah pertama, adalah berusaha memahami pihak lain.
Individu yang berkepribadian matang bukanlah individu yang berteriak menuntut haknya dan memperjuangkan kepentingannya. Tetapi, individu yang berusaha untuk memahami hak pihak lain dan berusaha menyesuaikan kepentingannya dengan kepentingan pihak lain. Inilah penyesuaian dalam hubungan pernikahan dan penyesuaian ini berlangsung dalam proses seumur hidup.
Jadi, penting bagi suami-istri untuk saling memahami. Dengan memahami sudut pandang pasangan kita, maka peluang terjadinya KDRT tidak bakal kita alami.
Langkah kedua, adalah saling memaafkan.
Harus diakui bahwa memaafkan orang yang menyakiti kita itu memang sulit. Butuh kebesaran hati untuk melakukannya.
Saya mengapresiasi sikap dokter Qory yang memaafkan suaminya yang telah berulang kali menganiayanya. Bagi saya, dokter Qory adalah pribadi yang memiliki kerendahan hati.
Langkah ketiga, adalah berubah bersama.
Tidak hanya memaafkan, langkah berikutnya adalah memastikan bahwa suami atau istri harus berubah. Misalnya, dalam kasus dokter Qory, suaminya harus berjanji untuk untuk tidak lagi mengulangi sikapnya itu.
Bila di kemudian hari kedapatan berulah lagi, maka dokter Qory bisa mengajukan surat cerai. Pandangan saya ini mungkin terdengar konyol bagi sebagian orang, tidak mengapa.
Bagi saya, nyawa lebih penting daripada menjaga hubungan pernikahan supaya tetap berjalan. Apalah gunanya mempertahankan hubungan pernikahan, kalau suami-istri tak mau berubah?
Semoga dengan mempraktikan ketiga langkah bijak di atas, akan mengurangi jumlah kasus kekerasan di Tanah Air. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H