Kenapa berani? Karena saat kami mendaftar, gaji kami sangat kecil di bawah UMR (kini berubah menjadi UMP) Jakarta. Beruntung, kampus kami punya belas kasihan. Kami diperbolehkan menyicil uang kuliah tiap bulan.
Meski begitu, kami masih berjuang dengan biaya-biaya lain, seperti biaya makan, biaya buku, biaya fotocopy, biaya transportasi, dan biaya tak terduga lainnya.
Beberapa kali saya terpaksa menjual kardus bekas untuk ongkos bensin ke kampus. Pernah saya buat e-book yang dijual ke teman-teman saya untuk ongkos beli buku.
Pernah saya pinjem uang ke mami Lany - orang tua angkat saya. Pernah saya nunggak uang kuliah selama 1 semester. Bersyukur semua hutang ini lunas.
Istri saya sendiri harus berusaha membagi waktu kuliah dengan waktu mengajar. Berat banget kuliah sambil kerja itu lho! Ini beneran. Tapi, istri saya berhasil melaluinya. Bagi saya, dia seorang pejuang sejati.
Kami bisa seperti hari ini berkat teladan hidup orang tua kami. Orang tua kami memang petani dan nelayan biasa, tapi mereka mengajarkan kami untuk mandiri, segala sesuatu mesti diperjuangkan, tidak boleh bergantung pada orang tua.
Seandainya, ayah saya (alm.) dan ayah istri (alm.) saya masih hidup, mereka pasti bangga banget pada kami. Terima kasih banyak sudah berjuang untuk kami, hingga kami punya pendidikan yang baik hari ini. Kami bangga pada kalian.
Teruntuk teman-teman yang sedang berjuang dalam perkuliahan, khususnya mereka yang berasal dari keluarga petani atau nelayan, tetap semangat dan jangan menyerah, apa pun keadaannya.
Ketika kalian ingin menyerah, ingatlah kembali pada jerih lelah orang tua kalian. Ingatlah kembali pada cita-cita kalian.
Semoga kalian berhasil meraih cita-cita kalian, demi membanggakan kedua orang tua kalian.
Semoga berkenan.