Ini yang saya lakukan kepada anak-anak remaja yang saya layani. Pernah ada satu anak yang mengaku ingin bunuh diri. Bukan satu kali, tapi berulang kali. Karena itu, setiap kali bertemunya, saya mendiskusikan permasalahannya.
Saya selalu ingatkan satu hal padanya, "kalau kamu ingin bunuh diri lagi, langsung hubungi ser Billy!" Setidaknya, dalam situasi seolah-olah tak ada jalan keluar terhadap permasalahannya, dia tahu harus menghubungi siapa.
Kenapa harus ke saya dan bukan ke orang tuanya? Jawabannya, karena sayalah guru sekaligus mentor rohani baginya. Sebagai guru dan mentor rohani, tentu saja saya bertanggung jawab atas kondisi mental dan kerohaniannya.
Maka dari itu, menurut hemat saya, guru atau dosen tidak hanya bertanggung jawab terhadap aspek kognitif siswa atau mahasiswanya, tetapi juga bertanggung jawab terhadap aspek mental dan kerohanian muridnya. So, mulai saat ini belajarlah untuk peka pada kondisi mental dan rohani anak didik kita.
Di tengah-tengah budaya kompetitif saat ini, kiranya para guru dan mentor diberikan hikmat oleh Tuhan untuk membina anak didiknya.
Selain itu, peran orang tua juga penting. Orang tua sebagai komunitas terdekat para pelajar harus lebih peka pada kondisi kesehatan mental anaknya. Berikanlah perhatian yang cukup.Â
Seringkali,yang memicu gangguan mental pada anak adalah kurangnya perhatian pada diri anak. Anak-anak yang tumbuh tanpa atau kurangnya kasih sayang dari orang tuanya, dapat berakibat fatal pada diri anak.
Mari kita peduli pada kondisi kesehatan mental anak-anak kita. Semoga tulisan ini berkenan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI