Kita tahu bersama bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah sudah mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi UU pada rapat peripurna dewan, Selasa 3 Oktober 2023. Salah satu isu krusial dalam RUU ini adalah tersedianya payung hukum untuk penataan tenaga non-ASN (honorer) yang jumlahnya mencapai lebih dari 2,3 juta orang, di mana mayoritas berada di instansi daerah.
"Berkat dukungan DPR, RUU ASN ini menjadi payung hukum terlaksananya prinsip utama penataan tenaga non-ASN yaitu tidak boleh ada PHK masal, yang telah digariskan Presiden Jokowi sejak awal," ujar Azwar Anas.
Disahkannya RUU ini, maka penghapusan 2,3 juta honorer pada bulan November mendatang batal dilakukan.
"Pastinya di November tidak akan ada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal bagi non Aparatur Sipil Negara (ASN). Jika ada pemberhentian, maka bakal berimbas terhadap pelayanan publik dan lain-lain," sebut Azwar di kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Jakarta, pada Selasa (12/9/23).
Anas mengatakan akan terdapat perluasan skema dan mekanisme kerja pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), sehingga bisa menjadi salah satu opsi dalam penataan tenaga honorer.
 "Nanti didetilkan di Peraturan Pemerintah," ujar mantan kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) tersebut.
Berdasarkan pendataan non-ASN akhir tahun 2022 lalu, jumlah tenaga honorer yang masuk pendataan ada sebanyak lebih dari 2,3 juta orang. Tentu, ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi para honorer, apakah mereka bakal berkesempatan menjadi pegawai PPPK tahun 2024 atau tidak. Mengingat bahwa proses peralihan status dari honorer menjadi PPPK itu tidak sebentar, ditambah formasi yang tidak banyak.
Lantas, kalau tenaga honorer belum berkesempatan menjadi pegawai PPPK di tahun 2024, apakah mereka masih bisa bekerja dan mendapatkan gaji?
Terkait hal ini, pemerintah Provinsi Jawa Barat, secara khusus, menegaskan bahwa pihaknya memastikan tenaga honorer yang belum diangkat menjadi PPPK bisa menerima gaji atau honor hingga tahun 2024.
"Mereka ingin sebelum menjadi PPPK, mereka tetap menjadi tanggung jawab pemerintah. Kami sampaikan, 2023 jelas sudah dianggarkan dengan penuh. Kemudian, 2024 sudah dialokasikan untuk mereka," tutur Uu Ruzhanul Ulum selaku Wakil Gubernur Jabar, dilansir BeritaSoloRaya.com dari laman Antara News.
Selain memperhatikan terjaminnya penghidupan tenaga honorer, saya kira hal paling penting yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah dalam mengangkat atau merekrut tenaga honorer menjadi PPPK adalah memastikan kualitas mereka sebelum diangkat. Jangan sampai yang diangkat nanti malah orang-orang yang tidak berkualitas atau bodong, terutama mereka yang melayani sebagai guru.
Kita sepakat bahwa guru yang baik adalah kunci utama proses pembelajaran yang optimal di belahan dunia mana pun. Guru adalah salah satu agen pencerahan yang paling berpengaruh dalam meningkatkan kualitas hidup miliran orang di dunia dan menyelamatkan manusia dari kepunahan massal.
Namun, menurut Vincet Ricardo, dalam bukunya berjudul The Kingpin Project, kualitas guru di Indonesia hingga saat ini masih sangat jauh dari kata baik. Bahkan, nilai uji kompetensi guru nasional (UKG) yang didapat dari website Neraca Pendidikan Daerah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan kalau rata-rata pencapaian guru nasional hanyalah 53,8.Â
Adapun UKG tersebut melakukan pengujian terhadap kompetensi pedagogik dan profesional dalam ranah kognitif, kompetensi bidang keahlian pengawas sekolah dan penilik dalam ranah kognitif, serta kompetensi bidang keahlian tenaga pendidikan masing-masing.
Uji kompetensi guru esensinya berfokus pada empat kompetensi yang dimiliki oleh guru, yaitu kompetensi pedagogi, kepribadian, sosial, dan profesional. Uji kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang penguasaan materi pembelajaran.
Berdasarkan hasil uji kompetensi dirumuskan profil kompetensi guru menurut level tertentu, sekaligus menentukan kelayakannya. Dengan demikian, tujuan uji kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah kompeten atau belum.
Kita berharap Pemerintah dapat lebih selektif lagi dalam merekrut tenaga honorer guru menjadi PPPK. Apalagi, jumlah mereka saat ini sangat banyak, yakni 2,3 juta orang, di mana mayoritas berada di instansi daerah.
Saya kira itu dulu yang bisa saya sampaikan dalam tulisan kali ini. Terima kasih ya, sudah mampir membaca tulisan sederhana ini. Semoga mencerahkan. Kita jumpa lagi besok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H