Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024

Berbagi opini seputar Sustainable Development Goals (SDGs) terutama yang terpantau di Jakarta. Melalui opini yang dituangkan, saya mengajak pembaca untuk lebih memahami dan menyadari konsep keberlanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Tiket Gratis untuk Seminar Institutio: Dignitas Kehidupan Kristen

28 September 2023   14:51 Diperbarui: 15 Oktober 2023   22:07 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para peserta sedang mengikuti seminar INSTITUTIO: Dignitas Kehidupan Kristen. (sumber gambar: dok. Billy Steven Kaitjily)

Saya tiba di RMCI/GRII Pusat Kemayoran tepat pukul 09.00 WIB. Sebelum masuk ruang seminar, saya bertemu Pak Rodenson terlebih dahulu untuk mengambil tiket.

Kemudian, saya masuk ke ruangan Kapel Hosana. Saya mengambil posisi duduk paling belakang. Ruangan tampak sudah penuh oleh peserta yang hadir, didominasi oleh anak muda, yang kemungkinan besar mereka adalah anak-anak STT.

Sejak tadi duduk, mata saya terus mencari keberadaan sahabat saya, Risno. Ternyata, dia duduk di baris kursi sebelah kanan dan nampaknya dia tidak menyadari keberadaan saya.

Para peserta sedang mengikuti seminar INSTITUTIO: Dignitas Kehidupan Kristen. (sumber gambar: dok. Billy Steven Kaitjily)
Para peserta sedang mengikuti seminar INSTITUTIO: Dignitas Kehidupan Kristen. (sumber gambar: dok. Billy Steven Kaitjily)

Pdt. Sutjipto Subeno memulai dengan menjelaskan bahwa buku Intitutio: Dignitas Kehidupan Kristen karangan John Calvin ini bukan untuk diributkan. Buku ini bukan untuk mahasiswa teologi saja, tapi juga untuk jemaat.

Calvin mengajak kita untuk belajar bagaimana menata kehidupan Kristen seturut Alkitab. Dimulai dari pengenalan akan Allah (buku 1), pengenalan akan Kristus penebus (buku 2), lahir baru dalam Kristus (buku 3), gereja dan kehidupan (buku 4).

Pdt. Sutjipto mengajak peserta membaca 1 teks dalam Yohanes 17:3, "Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus." Lalu, beliau mengutip peryataan Calvin, "Hampir semua hikmat yang kita miliki, yaitu hikmat yang sejati dan benar, terdiri dari dua bagian: Pengenalan akan Allah dan pengenalan akan diri sendiri." Pernyataan Calvin ini menurutnya pernyataan yang dalam sekali.

Pdt Sutjipto Subeno kemudian membahas sekilas latar belakang kondisi kekristenan di zaman Calvin: (1) Pemikiran skolastik, (2) Semangat renaissance, (3) Tradisi gereja. Meskipun demikian, menurutnya pada abad ini kita juga menghadapi isu-isu yang dihadapi oleh Calvin pada masanya.

Banyak gereja pada masa kini yang tidak mengajarkan ajaran yang benar, itu sebabnya buku ini sangat penting dibaca oleh umat Tuhan pada masa kini. Sehingga, diharapkan umat Tuhan menjadi saksi bagi Allah di tengah-tengah zaman ini.

Sayang sekali, saya belum bisa membeli buku tersebut karena harganya terbilang sangat mahal, sekitar Rp 600.000 untuk 2 volume. Harga aslinya malah lebih mahal lagi, hampir 1 juta. Semoga suatu waktu buku magnum opus Calvin ini bisa saya miliki.

By the way, terima kasih banyak buat Pak Rodenson yang telah menawarkan tiket gratis kepada saya. Waktu dihubungi Pak Rodenson, saya cukup kaget. Kok beliau masih mengingat saya. Padahal kami sudah lama tidak berkomunikasi lagi.

Kalau saya pas berkunjung ke toko buku Momentum Jakarta, saya pasti ketemu beliau dan ngobrol tentang buku. Tapi, 1 tahun belakangan ini, saya sudah tidak ke sana lagi.

Terima kasih juga untuk Pdt. Sutjipto Subeno atas kunjungannya ke Jakarta, terima kasih sudah berbagi materi tentang buku Calvin yang penting ini. Saya sungguh-sungguh diberkati. Dan, saya yakin para peserta pun merasa demikian.

Tulisan di atas, saya buat spontan saja, pada saat mengikuti seminar tadi pagi. Saya tidak tahu, apakah tulisan di atas menginspirasi kalian atau tidak, karena memang tulisan tersebut bersifat spontan.

Saya menyukai spontanitas karena ide menulis mengalir deras setiap kali usai melaksanakan atau mengikuti sebuah kegiatan. Atau, setiap kali melakukan sebuah perjalanan. Atau, setiap kali ngobrol dengan orang lain.

Setiap kali ide itu muncul, saya langsung cepat-cepat menuliskannya, tanpa pikir panjang. Mungkin, kalian perlu mencoba metode menulis spontan ini.

Terima kasih ya, sudah mampir dan membaca tulisan saya. Jika kalian belum memfollow akun saya ini, kalian bisa follow sekarang, agar tidak ketinggalan tulisan terbaru saya. Kita jumpa lagi besok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun