Tulisan ini, saya buat spontan, setelah membaca bab tiga dari buku Unlimited Wealth karangan Bong Chandra. Dia memberi judul untuk bab tiga adalah Kenapa Orang yang Idiot Kaya, Saya Tidak?
Yang menarik dari bab ini adalah ketika Bong menceritakan pengalaman belajarnya sewaktu di SMA. Ketika di SMA, dia mendapatkan nilai yang jelek di hampir semua mata pelajaran.Â
Nilai 9 pada mata pelajaran Olahraga, nilai 8 pada mata pelajaran Agama, nilai 4 pada mata pelajaran Matematika, nilai 4 pada mata pelajaran Kimia, nilai 5 pada mata pelajaran Biologi, nilai 5 pada mata pelajaran Bahasa Inggris, nilai 5 pada mata pelajaran Sejarah, dan nilai 5 untuk mata pelajaran Komputer. Bong tidak sendirian, dia memiliki lima teman yang memiliki nilai buruk seperti dia.Â
Mereka lebih senang bermain dibandingkan belajar. Suatu ketika, seorang guru Fisika memarahi salah satu teman idiot Bong dan berkata, "Kalau otak dan kepalamu bisa dibuka, pasti isinya kosong!" Bong dan teman idiotnya itu tidak pernah melupakan kata-kata guru mereka itu.
Seiring berjalannya waktu, Bong dan teman-temannya beranjak dewasa dan memiliki kesibukan masing-masing. Setelah cukup lama tidak bertemu dengan teman-teman SMAnya, mereka akhirnya dipertemukan kembali dalam reunian SMA.Â
Di sini, Bong melihat sebuah kenyataan yang ironis. Teman-teman idiot Bong telah berubah menjadi orang sukses. Mereka memiliki bisnis sendiri dan memiliki penghasilan yang besar.Â
Mereka telah membeli rumah dan mobil di usia 20 tahun. Sebaliknya, teman-temannya yang dulu terbilang cukup pintar memilih rasa aman dengan menjadi karyawan.Â
Mereka ini tidak lebih sukses dibandingkan Bong dan teman-teman idiotnya. Kalau kalian tidak tahu siapa Bong Chandra dan seperti apa kesuksesannya hari ini, kalian bisa searching di Google sekarang!
Ketika membaca cerita Bong, saya jadi teringat ketika saya masih kuliah S-1 teologi di Malang (tahun 2009-2014). Suatu hari dalam  kelas, seorang dosen Homiletika berkata kepada saya dengan nada yang merendahkan, "Kalau isi khotbahmu seperti itu, bagaimana mungkin saya akan meluluskan kamu dari mata kuliah ini?"
Kata-katanya itu sempat membuat saya down. Memang, semasa kuliah, nilai saya tergolong cukup jelek dibanding teman-teman saya yang lain.