Mohon tunggu...
Billy Gracia Mambrasar
Billy Gracia Mambrasar Mohon Tunggu... -

Billy Mambrasar is a Papuan, working as an engineer, graduated from the Faculty of Mining and Petroleum Engineering , ITB, and continued his Masters Degree in Project Management (MBA) from the Australian National University, with Australia Awards Scholarship. He has a deep interest, observing Social and Political condition of Indonesia generally, and Papua specifically. He currently works full time designing, completing, and project managing a Multi Billion USD project, in Indonesia, as a project engineer. However, during his off days, he spent them advising the Ministry of Education and Cultural of Indonesia, in a special unit called: Desk Papua. He also is a CEO of a nonprofit Organization called: Kitong Bisa, which provides education services (consulting) for other education nonprofits. Billy's writing focuses on the area of Political and Social Issues in Indonesia, and also their interface with Business, Industry and Technology, especially education and human development in Papua, Eastern Indonesia, and the whole Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Meningkatnya Pengangguran Terdidik di Papua, Punya Ijazah tapi Tidak Dapat Kerjaan

29 Oktober 2016   12:27 Diperbarui: 29 Oktober 2016   15:35 1022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: papua.antaranews.com

Laporan BPS menunjukkan bahwa kesempatan kerja terbesar ada di sektor informal, dan bukan sektor formal. Ini menunjukkan bahwa memang struktur pemerintahan belum siap menampung lulusan sebanyak itu. Belum lagi ditambah dengan moratorium penerimaan aparatur negara yang diimplementasikan oleh Jokowi untuk tujuan efisiensi.

Pun ada lowongan secara formal di sektor pemerintahan, kebanyakan dari mereka (hasil wawancara saya dengan dinas tenaga kerja di beberapa kabupaten dan di tingkat propinsi saat mempersiapkan strategi perekrutan untuk perusahaan tempat saya bekerja) tidak menunjukkan kompetensi memadai sesuai dengan permintaan formasi.

Hal yang sama pun terjadi di sektor swasta, di mana perekrut dari beberapa perusahaan besar menyampaikan masalah mencari anak Papua dengan keterampilan sesuai dengan jurusan mereka sangatlah tidak mudah. Ijazah tinggal ijazah. Saat mereka diwawancarai, misalnya untuk mencari seseorang dari latar belakang teknik sipil atau teknik mesin, kebanyakan dari mereka tidak mampu menguraikan konsep-konsep dasar jurusan tersebut dengan lancar.

Solusi jangka pendek dan jangka Panjang

Bill Gates melalui Gates Foundation, seperti ditulis di Business Insider, memperkenalkan konsep terbaru yang dia sebut sebagai skills based credentialing system. Ini untuk menjawab masalah dari tenaga kerja yang memasuki industri atau sektor pemerintahan tanpa skill yang memadai. Konsep ini, bila saya telaah dengan baik, dapat menjadi solusi jangka pendek untuk masalah miss match dan pengangguran yang diakibatkan kurangnya skill dari individual lulusan perguruan tinggi tersebut.

Pada dasarnya, sistem ini adalah bentuk dari strategi afirmasi, memberikan kesempatan kedua kepada mereka untuk memperoleh keterampilan melalui training cepat, sebelum benar-benar bekerja. Penyeleksian dilakukan secara fleksibel dalam mempertimbangan latar belakang pendidikan seseorang. Mereka yang memiliki ijazah, dan mereka yang tidak memiliki ijazah tetapi sama-sama menunjukkan passion atas pekerjaan tertentu diperlakukan sama pada proses seleksi. Setelah lulus assessment awal yang lebih menekankan perilaku, mereka kemudian dimasukkan lagi ke proses pelatihan dalam jangka waktu tertentu, untuk kembali menyiapkan mereka untuk terjun ke masyarakat dan industri.

Untuk solusi jangka panjang, perubahan sistem pendidikan, yang lebih menekankan pada penekanan mengejar angka/nilai, dan ijazah semata, harus diubah berfokus pada peningkatan keterampilan, atas bidang ilmu yang ditekuni. Satu mata kuliah dengan sistem assessment hanya dua kali (ujian tengah semester dan akhir semester) sangat tidak layak untuk mengukur keterampilan seseorang, apalagi ujian tersebut fokus kepada ujian tertulis. Bagaimana mungkin seseorang dinyatakan terampil, hanya dari mengerjakan sebuah ujian dalam durasi 2-3 Jam di sebuah ruangan yang di awasi?

Cara terbaik adalah dengan membagi assessment tersebut dari hanya dua ujian, menjadi tugas-tugas kecil, yang mengharuskan mahasiswa mengimplementasikan keilmuannya secara praktikal, termasuk di dalamnya berinteraksi dengan rekan belajar dalam tugas kelompok. Ini akan melatih baik kompetensi teknikal, maupun soft skill mereka untuk berinteraksi secara baik dalam dunia kerja nanti.

Kampanye juga harus terus di lakukan oleh pemerintah dan penggiat pendidikan, untuk menghimbau kepada anak-anak Papua bahwa pendidikan itu bukan sekedar hanya memperoleh ijazah, dan gaya-gayaan dengan gelar master dan doctor, bahkan dari luar negeri, lalu tidak memiliki kreativitas dan keahlian, kemudian menganggur. Pendidikan lebih dari itu mencakup aspek: belajar di ruangan kelas, mempraktikkannya dalam proyek-proyek nyata, dan berinteraksi dengan banyak orang. Pendidikan adalah untuk memperoleh keterampilan, yang menyiapkan mereka untuk dapat mencari makan dan bertahan hidup nantinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun