Mohon tunggu...
Billah Danuarta
Billah Danuarta Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hidup Berawal Dari Sebuah Mimpi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisitigapuluhsatuhari : Kenangan Yang Lazim Tak Lazim 2

9 Januari 2015   03:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:31 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14207238641521189850

Tanggal 17

katamu pagi adalah pintu

entah dari kenangan atau pertanda esok telah di depan mata

"Berdirilah!" bisikmu

Tanggal 18

seketika udara beku

waktu jadi penunggu

isyarat yang menyerupa keluh menjauhi abu

Tanggal 19

"akan kulihatkan fajar yang pecah

bak luka-luka yang tak mau kau buka,"

katamu sembari menggamit lenganku

Tanggal 20

seketika jalan setapak terbentang

bertaburan wajah-wajah, sedih-sedih dan tawa-tawa

kenangan kita terjulur serupa karpet merah

Tanggal 21

jika ada tali terjulur

atau cahaya memancar bayangan kita

aku tetap tak mungkin meraih

Tanggal 22

kau nampak namun tak tergenggam

senyummu nyata

namun mengilusi dalam kepala

Tanggal 23

keberadaan yang tiada

atau ketiadaan yang ada

aku limbung karenanya

Tanggal 24

akulah tunanetra yang hanya bisa meraba-raba

keberadaanmu

Tanggal 25

keberadaan yang tertinggal, tertimbun debu waktu

bersama karat-karat yang menganak pinak pada engsel pintu

tolong, jangan buat aku dungu

adakah yang bisa?

Tanggal 26

aku yang hanya bisa menatap

menunggu jemu mengembun di atas kepala

biar angin itu masuk melalui jendela

Tanggal 27

atau kaca-kaca yang ditembus melalui dingin

supaya aku terjamah

supaya tubuh ini tak segera sirna

Tanggal 28

menjelma waktu

yang berjalan pun berhenti

yang diam pun bergerak

Tanggal 29/

atau menjelma angin

yang ada sekaligus tiada

agar tak hanya luka yang menelusup melalui kenangan

Tanggal 30

kau tahu?

bibir, dingin, lenguh, desau, mata, jemari dan desahmu

adalah segala yang membuat dada sesak saat kaki dan waktu menyulam jarak

Tanggal 31

hingga pagi yang menyublim bersama cahaya

kau tetap membeku melalui ketiadaan

entah mata yang buta

entah waktu yang menjadi selimut rahasia

kau tak juga nampak meski perih merintih meladeni rindu membiru pun mengelabu.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun