Jeritan arwah dalam tanah yang digadaikan kepada para penjarah.
Membangunkakn jasad yang tertidur lelap dalam ruang dingin dan senyap.
Gelap gulita bagai harapan yang digantung di tiang bendera
Yang semerah darah, seputih mani, seharam jadah, sebangsat Nazi.
Menolak perintah agar hidup tidak terjajah kuasa maut siluman penghisap darah.
Dengan sumpah serapah bid'ah, para penziarah menyusuri lembah keterasingan yang dihuni makhluk serakah.
Kombinasi limbah dan sampah berhala yang disembah ribuan jamaah.
Mengharap jannah selepas hari penghakiman yang menuai ketakutan.
Dalam rentetan sejarah yang ditulis dengan darah dan nanah, penuh gejah dan lintah.
Yang membuang risalah dari mulut para penadah dengan titah-titah yang berlandaskan dekaden.
Mematenkan kesengsaraan dalam kubangan terror permanen.
Yang memaksa hidup meratapi kematian Tuhan ditangan korporat dan preman dalam selokan urban.
Sehingga meluapkan amarah saat kemiskinan lumrah
Bowo naik takhta
Yono sumringah
Gedung parlemen-pun meriah
Cukong dapat jatah
Selebritas dapat hadiah
Maka rapalkanlah mantra-mantra pengusir ketakutan, keterasingan, kesedihan.
Tanpa bantuan Tuhan maupun setan.
KIta tebas semua awan dan dalil langitan sehingga mentari takkan pernah datang.
Menantang semua kutukan dengan hunusan pedang hasrat kematian.
Jangan menunggu Imam Mahdi datang karena bumi yang kita pijak tak mengizinkan segala bentuk keselamatan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI