Mohon tunggu...
Akhmad NabilArifin
Akhmad NabilArifin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Haii

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kepemimpinan Shalahuddin Al-Ayyubi dalam Merebut Baitul Maqdis

21 November 2022   02:04 Diperbarui: 21 November 2022   06:34 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Baitul Maqdis merupakan salah satu kota tertua di dunia, berlokasi di pertengahan daerah  Palestina dengan ketinggian antara 38 hingga 720 meter dari permukaan laut. Kota tersebut dahulu merupakan ibu kota negara Syam, yang hingga kini disifati oleh Allah dengan banyaknya keberkahan di dalamnya. Untuk itu, Baitul Maqdis memiliki arti yang sangat penting bagi kaum Muslimin.

Biografi Shalahuddin Al-Ayyubi

Shalahuddin Al-Ayyubi berasal dari bangsa Kurdi. Nama lengkapnya Shalahuddin al-Ayyubi ialah Yusuf bin Najmuddin Ayyub bin Syadzi bin Marwan bin Ya'qub al-Duwiniy, al-Tikrity atau "Saladin", seperti yang diucapkan di Barat.

Shalahuddin lahir pada tahun 532 Hijriyah atau 1137 Masehi di Benteng Tikrit ketika ayahnya, Najmuddin Ayyub, menjadi penguasa di Benteng tersebut. Namun pada saat Imaduddin Zanki berhasil menaklukkan daerah Balbek, tahun 534 H, ia lantas menunjuk Najmuddin Ayyub sebagai gubernur daerah tersebut, sehingga Shalahuddin melewati sebagian masa kecilnya di Balbek. Selama di Balbek inilah, Shalahuddin mengisi masa mudanya dengan menekuni teknik perang, strategi, maupun politik. 

Setelah itu, Shalahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari teologi Sunni selama sepuluh tahun, dalam lingkungan istana Nuruddin. Di tempat baru inilah, Shalahuddin semakin tumbuh menjadi sosok remaja yang rajin mempelajari ilmu pengetahuan, berlatih seni berperang, belajar memanah dan berbagai kebutuhan penunjang kepahlawanan lainnya. Oleh karena itu, Shalahuddin senantiasa bersikap sebagai pemuda terpelajar, tenang, taat beragama dan semangat dalam memperjuangan Islam serta kaum Muslimin, sehingga ia mendapatkan kehormatan dan kedudukan tinggi dihadapan Nuruddin Mahmud. 

Karir Shalahuddin pun terus meningkat menuju kematangan, ia tidak hanya pandai menunggang kuda dan berlatih perang, melainkan juga menekuni administrasi dan politik. Tidak mengherankan jika saat beranjak dewasa dan menjadi seorang pemimpin, ia menggunakan seluruh pengetahuannya untuk mengatur dan menjalankan pemerintahan. 

Setelah pematangannya di Damaskus, masa Shalahuddin berikutnya dihabiskan di Mesir yang memperlihatkan kepahlawanan serta pengalaman perangnya. Hal ini diawali dengan adanya permintaan bala bantuan oleh penguasa Mesir, bernama al-Adhid kepada Nuruddin Mahmud, tahun 563 H untuk menyelamatkan mereka dari pasukan Salib.

Pembebasan Baitul Maqdis oleh Shalahuddin al-Ayyubi 570-583 H 

Kemenangan Muslimin dalam Perang Hattin pada Juli 1187 mengawali pembebasan Baitul Makdis. Usai pertempuran tersebut, Sultan Shalahuddin al-Ayyubi menawan ratusan prajurit Salib. Pimpinan mereka, Raja Latin Yerusalem Guy Lusignan dan Pangeran Antiokhia Raynald Chatillon, juga ikut ditangkap.  

Keberhasilan yang diraih Shalahuddin Al-Ayyubi merebut kembali Yerusalem bukanlah hal yang tidak mungkin. Adapun beberapa strategi yang digunakan Shalahuddin Al-Ayyubi bersama pasukannya melawan Pasukan Salib dan kembali menguasai Yerusalem, diantaranya adalah:

Ekspansi Wilayah

Ekaspansi wilayah meruapakan strategi yang digunakan Shalahuddin Al-Ayyubi dalam menyatukan kembali umat Islam agar mampu memperkuat kekuatan untuk melawan Pasukan Salib yang telah menguasai Yerusalem selama hampir dua abad lamannya.

Shalahuddin Al-Ayyubi selalu berjuang dari satu kota ke kota lain tanpa henti. Dikota Damaskus Shalahuddin Al-Ayyubi berjuang menyiarkan agama Islam dan kemudian berkembang menuju kota Himsh. Di sini berdatangan pasukan dari daerah-daerah sekitar untuk ikut berjuang bersama Shalahuddin Al-Ayyubi. Dengan begitu mulailah babak perjalanan panjang untuk memperluas wilayah kekuasaan Islam. 

Pertempuran demi pertempuran terus berlanjut di bawah bendera Islam Shalahuddin Al-Ayyubi, ia mulai melakukan penaklukan daerah dari wilayah pesisir laut sebelah utara dan dapat menguasai Benteng Antarthus, Jabalah, Ladhiqiyah, Shahyun, dan Badriyah. Tidak semua wilayah dikuasai dengan cara peperangan, seperti kota Antiokhia. Shalahuddin Al-Ayyubi dapat menguasai daerah tersebut hanya dengan sebuah perundingan dengan orang-orang Nasrani Eropa. Keberhasilan memperluas wilayah Islam sebagimana di atas sangat menggembirakan umat Islam pada umumnya dan Shalahuddin Al-Ayyubi pada khususnya.

Pembebasan Yerusalem dengan Sikap Toleransi

Ketika memasuki kota Baitul Maqdis pada tahun 1099 M, Pasukan Salib berlaku buruk dan melecehkan tempat-tempat suci kaum Muslimin. Mereka juga membunuh banyak rakyat tak berdosa dan melakukan penyiksaan yang keji. Padahal, di sisi lain Shalahuddin Al-Ayyubi memuliakan tempat-tempat suci mereka dan menawarkan perdamaian kepada penduduk Baitul Maqdis dengan berkata: "Bait Al-Maqdis adalah rumah Allah. Dan saya datang bukan untuk mengotori kesucian kota ini dengan menumpahkan darah. Karena itu, hendaklah kalian menyerahkan kota ini padaku. Aku akan menjamin keamanan kalian dengan memberikan bagian tanah kepada kalian sesuai dengan kadar kekuatan kalian untuk mengolahnya."

Namun, Pasukan Salib menolak semua tawaran Shalahuddin Al-Ayyubi. Oleh karena itu, Shalahuddin Al-Ayyubi memerintahkan tentaranya untuk mengepung Baitul Maqdis dan membuat markas di atas gunung Zaitun. Selanjutnya, pasukan Shalahuddin Al-Ayyubi mengunjungi kota itu dengan manjanik hingga dapat meruntuhkan tembok luarnya. Ketika orang-orang Eropa melihat Shalahuddin Al-Ayyubi sudah tidak dapat dibendung lagi, maka mereka mengutus Raja Baldwin pengganti Raja Richard untuk berunding dengan Shalahuddin Al-Ayyubi dan menyampaikan syarat-syarat mereka. Tetapi Shalahuddin Al-Ayyubi menolak tawaran tersebut. Setelah itu, masuklah Shalahuddin Al-Ayyubi ke kota tersebut dan memberikan keamanan kepada penduduknya. Selain itu, ia menunjukkan simpati serta sikap lembut kepada mereka. Ia juga memberikan kebebasan kepada orang-orang Kristen untuk menjalankan ibadah mereka, membebaskan panglima-panglima Perang Salib yang menjadi lawannya, serta memberikan mereka waktu empat puluh hari untuk pergi dari sana menuju Shaida.

Bersatunya Umat Muslim

Kemengan umat Islam terwujud atas karunia Allah dan kerja keras para pemimpin umat Islam dalam menyatukan umat Islam di atas akidah yang benar dengan tidak membeda-bedakan ras, suku, warna kulit, dan madzhab. Upaya konfrontasi dengan kekuatan Pasukan Salib sudah dimulai sejak era sultan-sultan Dinasti Saljuk. Lalu Imamuddin Zanki yang digelari Al-Wahdi At-Tahiri menetapkan prinsip kesatuan Islam dalam rangka melawan Pasukan Salib.

Prinsip kesatuan ini diteruskan dengan baik oleh putranya yaitu Nuruddin Mahmud Zanki yang kemudian di sempurnakan oleh Shalahuddin Al-Ayyubi yang pada masa kepemimpinannya berhasil mengambil alaih Baitul Maqdis dari tangan Pasukan Salib. Prinsip yang dibuat oleh Imaduddin Zanki adalah orang-orang Islam merupakan saudara yang penuh rasa cinta dan kasih sayang. Dan inilah yang menjadi kunci utama kemenangan dari Shalahuddin untuk memimpin umat Islam dalam merebut kembali Baitul Maqdis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun