Ketika seseorang yang memiliki keyakinan kemudian dia diminta untuk membuktikan bahwa apa yang di yakininya itu adalah benar, maka itu merupakan ujian yang menjadi tolak ukur bagi keyakinan yang diimaninya.
Sudah beberapa hari ini saya membaca postingan-postingan yang tulisan oleh “Meyiya Seki” dan mengikuti diskusi-diskusinya. Sebagai seorang yang mengaku bahwa dirinya atheis, beliau merupakan seorang atheis yang memiliki pemahaman tentang “ke-Atheis-an” yang tinggi.
Dalam diskusi-diskusinya terkadang saya menemukan ungkapan-ungkapan dari para Theis atau orang yang beragama tidak memberikan jawaban yang memuaskan atau paling tidak menjadi partner diskusi yang baik.
Namun hal yang menarik menurut saya dalam setiap postingan dan diskusi didalamnya adalah bagaimana seorang Theis dapat membuktikan Tuhan yang diyakininya adalah sesuatu yang benar bukan hanya pada tahapan ilmu melainkan juga pada tahapan yang lebih tinggi lagi.
Sebagai seorang muslim, saya merasa apa yang ditulis oleh “Meyiya Seki” merupakan bahan introspeksi diri yang sangat baik. Khususnya untuk saya pribadi umumnya saudara-saudara muslim yang lain atau secara lebih luas lagi untuk orang-orang yang meyakini tentang Tuhan.
Yang saya fahami, didalam islam terdapat berbagai tingkatan keimanan. Dan sebagai seorang muslim tentu tidak aneh dengan istilah ILMUL YAQIN, AINUL YAQIN dan HAQUL YAQIN. Ini merupakan tingkatan-tingkatan keimanan yang harus selalu menjadi “hadiah” bagi kita dalam menjalani kehidupan sebagai seorang yang mengaku berimanan.
Dan hubungannya dengan diskusi antara Atheis dan Theis, hal ini menjadi bahan introspeksi bagi kita sudah pada tahap mana kita saat ini. Apabila kita dapat menjelaskan kepada saudara kita yang Atheis bahwa kita sudah membuktikan sendiri tentang Tuhan yang kita yakini benar ada, karena kita secara pribadi selalu atau paling tidak pernah berhubungan langsung dengan Dia.
Namun apabila yang kita munculkan hanyalah cerita tentang orang-orang terdahulu yang telah membuktikan adanya Tuhan. Maka hal ini membuktikan bahwa kita yang hidup pada zaman ini hanyalah orang yang mengimani Tuhan baru pada tahap ilmu.
Semoga kita semua merenungkan hal ini. Semoga Tuhan menurunkan karunia-Nya dengan berwawan cakap kepada kita sehingga kita menjadi orang yang memiliki keimanan yang lebih tinggi lagi. Amin
Love for all hatred for none
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H