3. Dengan konsumsi BBM 35 km per liter, dan Harga Premium (bersubsidi) Rp 4500 membuat biaya transportasi menjadi sangat irit (diluar biaya perawatan kendaraan tentunya)
4. Pemilikan sepeda motor, menjadi terdorong ke arah konsumtif oleh mudahnya proses administrasi, dan rendahnya pajak tahunan.
Berikut adalah ungkapan saudara Ian Toro dan teman-teman lain, yang perlu dicermati:
Memang tidak mudah mewujudkan pemikiran "hapuskan subsidi premium!" akan menimbulkan kritik yang tajam bahkan bentuk penolakan. Mungkin awal membuat rakyat ini cepat makmur, kita perlu energi yang besar, tulisan ini mencoba membuka pengertian, dan perlu mengamati lebih jauh dengan memperhatikan gambaran menyeluruhnya. Daripada energi itu dibakar habis, kenapa tidak disiasati, ditransformasi menjadi sesuatu yang berguna, untuk masyarakat kecil khususnya, yaitu mereka yang jauh lebih banyak, yang saat ini, mereka bahkan tidak mempunyai kendaraan sekalipun, serta masyarakat umum yang masih membutuhkan lebih banyak pelayanan sosial.
Saya berpikir memang masih mungkin untuk subsidi bagi angkutan umum (komersial), dalam arti rakyat akan membayar pada tingkat yang rendah, sementara 32 T itu juga bisa digunakan untuk meningkatkan fasilitas transportasi publik, dengan demikian kita bisa merasa impas, subsidi dicabut, fasilitas umum berkualitas pada biaya yang terjangkau. Demikian juga, jika ditemukan cara yang tepat, adalah sangat baik untuk mencabut subsidi premium bagi mobil yang bukan angkutan umum. Dengan penghapusan ini, maka akan lebih besar lagi alokasi dana yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat golongan bawah.
Pendapat tiga rekan berikut, yaitu Saudara Irfan, Bambang, dan Riyadi:
Mendorong saya untuk menyatakan bahwa sebagian dari kita telah berpikir jauh ke depan, kita telah dewasa, bangsa yang dewasa perlu menunjukkan sikap yang mandiri. Mungkin kita sudah terlalu lama hidup dimanja, baik dari apa yang telah diberikan Tuhan memalui tanah yang subur, air yang melimpah sampai dengan sumber energi yang tidak terbatas.
Sebelum semuanya terlambat, sekaranglah saatnya, atau kehancuran ekonomi dan tatanan kebangsaan terjadi hanya karena dipicu oleh kebodohan dalam keterlambatan pengambilan keputusan untuk menghentikan subsidi BBM.
Selanjutnya menjadi tugas departemen terkait untuk mampu menjelaskan dan membuktikan bahwa 32 T tau lebih besar lagi itu akan lebih berarti bila dialokasikan untuk membuka lapangan kerja baru. Seperti kita melihat fakta setiap tahunnya hadir generasi muda dan jumlahnya terus bertambah, yaitu generasi muda yang masuk dalam usia pencari kerja.
Dengan bisa berhemat, berarti akan lebih besar lagi dana yang dialokasikan untuk dunia usaha, dan kesejahtereaan golongan bawah, seperti kemudahan untuk mendapatkan modal usaha, pendidikan yang murah, biaya kesehatan yang terjangkau, serta masalah-2 sosial lain yang faktanya saat ini banyak terabaikan. Ini hanya satu pandangan bagaimana kita mencoba memanfaatkan dana yang ada, menjadi produktivitas bagi golongan bawah sendiri, dan berpaling dari menyia-nyiakan energi yang mahal itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H