Kepada Nanang, kakeknya juga menunjuk tempat-tempat di sekitar perbukitan Gunung Padang. "Nanti di sini akan ada jalan lebar dan bagus. Di sana ada pasar, di sini banyak orang datang dan berjualan, banyak penduduk yang semula bertani jadi pedagang dan suatu saat Gunung Padang akan ramai dikunjungi banyak orang."
Nanang yang masih kecil hanya iya iya saja. Antara percaya dan tak percaya. Pasalnya, kala itu semua yang ditunjuk oleh sang kakek masih berupa hutan belantara. Jalan menuju punden berundak Gunung Padang juga masih harus melewati gunung lain dari wilayah Sukabumi.
Ia mulai sadar ujaran kekeknya jadi kenyataan pada tahun-tahun belakangan. Tempat yang ditunjuk akan menjadi pasar, benar jadi pasar. Begitu pula dengan jalan baru yang mulus, lebar, dan sebagainya, serta ramainya pengunjung yang datang ke Gunung Padang.
Namun ada pesan kakenya, yang membuatnya cukup merinding, "Yang membuat saya sampai sekarang masih bertanya-tanya, kata kakek saya, 'kalau Gunung Padang sudah ramai dikunjungi banyak orang, kalau Gunung Padang sudah ramai, itu pertanda Kiamat sudah dekat,'" kata Nanang di sela-sela obrolan santai di teras rumahnya, yang tak jauh dari kantor Juru Pelestari (Jupel) Gunung Padang, Minggu (4/11/2018).
"Tapi ya, soal kiamat itu hanya Allah yang tahu. Wallahu a'lam," imbuh Nanang.
Situs Gunung Padang ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 1998. Kemudian pada 2014 menjadi cagar budaya nasional melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 023/M/2014. Pelestarian tentang cagar budaya ini juga telah diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya.
Kian ramainya wisatawan datang ke Situs Gunung Padang membuat Pemerintah, Pemda, Juru Pelestari serta warga setempat yang peduli akan kelestarian ini bekerja keras.
Mereka turut merawat, menjaga dan mengingatkan pengunjung untuk peduli dan tidak sembarangan melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan. Seperti buang sampah sembarangan atau duduk dan berdiri di atas menhir. Selain itu, karena berada di perbukitan, Gunung Padang juga rentan longsor. Terlebih juga harus menahan beban jumlah pengunjung yang terus meningkat.
Oleh sebab itu, pemerintah telah menyusun zonasi untuk menentukan area mana saja yang menjadi zona inti, pengembangan, dan pemanfaatan. "Zonasi di UU No. 11 tahun2010 ada empat, zona inti, zona penyangga, zona pengembangan dan zona pemanfaatan.
Untuk zona inti khusus pelestarian. Zona satu dua tiga untuk pelestarian," jelas Dewi Kurnianingsih dari direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Museum, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.