Manusia datang dan pergi, membawa serta budaya dan kepercayaan yang silih berganti. Sampai pada masa Prabu Siliwangi, raja di masa keemasan Pajajaran yang memerintah antara 1482- 1521 M dengan gelar Sri Baduga Maharaja. Diyakini, Prabu Siliwangi pernah mendiami Gunung Padang, termasuk untuk bertapa atau bersemedi. Jejak-jejaknya terekam dalam beberapa relief serta area-area tertentu yang menjadi cerita turun temurun juru kunci Gunung Padang.
Ketika pemerintah kolonial Belanda menguasai Nusantara, mereka tahu ada kandungan emas di area Gunung Padang. Mereka sampai di Gunung Padang seiring pembangunan rel kereta api yang melintasi bukit ini.
R. D. M. Verbeek (1891) dalam Rapporten van de Oudheidkundige Dienst (ROD, "Buletin Dinas Kepurbakalaan Hindia-Belanda) serta De Corte dan kemudian sejarawan N.J. Krom (1914) adalah nama-nama yang pernah mendokumentasikan catatan tentang Gunung Padang. Melihat struktur bangunan situs Gunung Padang, mereka menduga ini hanyalah semacam kuburan kuno.
"Saya sudah lakukan eskavasi di Gunung Padang itu tidak menemukan indikasi kuburan. Yang kuat itu gunung padang tempat masyarakat jaman dulu melakukan upacara ritual pemujaan masyarakat," jelas Luthfi.
Setelah Indonesia merdeka, Gunung Padang kembali redup dari pandangan. Ilalang dan rumput liar tumbuh rimbun menutup Punden berundak di puncak bukit dengan lima teras itu. Beberapa pohon besar pun menjulang. Akarnya yang lebar menelan menhir-menhir yang sebelumnya tersusun sebagai altar pemujaan.
Pada 1979 M, tiga penduduk Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat bernama Endi, Soma, dan Abidin berniat membabat semak ilalang untuk berladang. Mereka mendapati tumpukan batu-batu persegi dengan beragam ukuran tersusun di area berundak yang menghadap ke Gunung Gede. Mereka lalu melaporkannya ke Penilik Kebudayaan wilayah setempat. Pada tahun 1980-an, para arkeolog Indonesia memulai kembali penelitian dan eskavasi Gunung Padang.
Tiga penduduk yang menemukan Gunung Padang tadi didapuk sebagai juru kunci atau juru pelestari. Di antara tanggung jawab mereka adalah menjaga dan merawat kelestarian situs Gunung Padang. Setelah lanjut usia, tugas juru kunci mereka turunkan ke anak cucunya. Salah satunya Nanang Sukmana (43), cucu dari salah satu penemu Gunung Padang.
Dari kakeknya, Nanang mewarisi banyak pengetahuan dan cerita seputar situs purbakala ini. Detail lokasi serta relief di tiap menhir ia ketahui. Juga hal-hal yang bersifat metafisika.
Nanang masih berusia 7 tahun, ketika kakeknya berkisah bahwa Gunung Padang memiliki nama lama Nagara Siang Padang. Namun, sang kakek tidak menjelaskan apa itu Negara Siang Padang. Ia hanya berpesan kepada cucunya untuk mencari tahu makna di balik nama tersebut.