Mohon tunggu...
zahwan zaki
zahwan zaki Mohon Tunggu... Administrasi - Alumni IAIN SAS Babel (Pendidikan) dan Alumni STIA-LAN Jakarta (Bisnis)

Hobi melakukan perjalanan ke tempat yang belum pernah ditempuh dan terus mencoba menggerakkan pena, menulis apa yang bisa ditulis, paling tidak untuk bisa dibaca segelintir orang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Derita Sekolah Swasta di Tengah Himpitan Ekonomi Keluarga

14 Juli 2020   05:35 Diperbarui: 14 Juli 2020   09:37 2470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semenjak badai pandemi covid-19 ini melanda Indonesia, memberi dampak yang luar biasa pada sektor ekonomi. Salah satunya menyentuh ekonomi keluarga, pendapatan menjadi tidak normal seperti sebelum adanya pandemi ini.

Akibat dari tidak normalnya pendapatan keluarga, berimbas pada operasional sekolah swasta. Tidak terkecuali, sekolah swasta yang ada di desa kami saat ini.

Keberadaan Sekolah Swasta Di Desa

Namanya juga sekolah swasta, pendapatan sekolah sedikit banyak tetap bergantung dari Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) siswa. Selebihnya bantuan pendidikan biasanya didapat juga dari pemerintah berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau berupa insentif lainnya.

Kebetulan saya juga terlibat di kepengurusan Yayasan yang mengelola sekolah tersebut, baik tingkat MTs, maupun tingkat MA. Sedikit banyak, sudah mengetahui biaya operasional sekolah tersebut, darimana pendapatannya dan untuk apa saja pengeluarannya.

Sekolah kami ini terletak di Desa, kurang lebih berjarak 40 KM dari pusat kota. Keberadaannya sudah dimulai kurang lebih sejak  25 tahun yang lalu.

Keberadaan sekolah tingkat MTS dan MA swasta di Desa memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat desa setempat.

Para orangtua tidak perlu menyekolahkan anaknya ke luar desa setelah anaknya lulus dari Sekolah Dasar (SD), terlebih jam operasionalnya dimulai pada siang hari, ini memungkinkan para siswa dapat membantu orangtuanya bekerja di pagi hari.

Pekerjaan Orang Tua Siswa

Hampir seluruh orang tua siswa yang belajar di sekolah desa kami, bermata pencaharian atau pekerjaannya sebagai petani/pekebun. Para orangtua siswa bekerja sebagai petani karet (menyadap getah karet).

Duka bagi petani karet saat ini harga per kilo gramnya hanya dihargai 2.500 rupiah sd 4.000 rupiah (tergantung kualitas karet).

Artinya, rata-rata pendapatan orangtua siswa sebagai petani karet kini per bulannya diperkirakan hanya 750.000 sd 1.500.000 rupiah.

Selain menjadi petani karet, para orangtua siswa juga ada yang berkebun lada atau sahang.

Tetapi, sama halnya dengan harga karet, harga lada pun masih murah dan tidak sebanding dengan biaya operasional memeliharanya. 

Di luar menjadi petani, ada juga yang bekerja serabutan, tetapi pendapatan yang diperoleh tidak banyak untuk dibawa pulang kerumah. Biasanya pendapatan yang diperoleh hanya cukup untuk makan sehari-hari keluarga saja.

Derita Sekolah Swasta Imbas Dari Himpitan Ekonomi Keluarga;

# Para Siswa Banyak Menunggak Uang SPP

Akibat dari minimnya pendapatan masyarakat desa berdampak juga pada iuran pendidikan bagi anak-anaknya. Begitu juga halnya para orangtua siswa yang mayoritas bekerja sebagai petani, belum bisa melunasi uang SPP anaknya.

Berdasarkan laporan dari pihak sekolah, banyak siswa yang menunggak uang SPP hingga 4 bulan. Jadi, selama masa pandemi covid-19, banyak siswa belum membayar SPP.

# Pihak Sekolah Menunda Pembayaran Gaji Bulanan Para Guru

Akibat dari menunggaknya para siswa dalam membayar SPP, mengakibatkan tertundanya pembayaran gaji para guru hingga beberapa bulan. Informasi yang didapat juga dari pihak sekolah, gaji bulanan para guru harus tertunda juga hingga 4 bulan.

Inilah derita sekolah swasta yang ada di desa. Salah satu sumber utama pendapatan sekolah adalah melalui iuran SPP siswanya. Ketika iuran SPP lancar, maka pembayaran gaji bulanan guru juga akan lancar, begitu juga sebaliknya.

# Pihak Sekolah Kesulitan Menerapkan Pembelajaran Daring (Learning Managemen System)

Pembelajaran menggunakan metode daring (Learning Managemen System) sangat sulit untuk diterapkan sekolah di desa. Itu dikarenakan banyak siswa tidak memiliki smart phone dan tidak mampu menyediakan paket kuota internet.

Begitu besarnya dampak himpitan ekonomi keluarga ini, jangankan untuk bisa membeli handphone dan kuota internet, untuk menyediakan makanan sehari-hari saja masih susah.

# Pihak Sekolah Kesulitan Mendapatkan Bantuan Anggaran Untuk Pembangunan Gedung Di Sekolah

Hampir semua badan usaha terdampak covid-19. Akibat terdampak itu, pendapatan badan usaha pun berkurang atau tidak seperti biasanya. 

untuk sekolah swasta yang ada di desa, sumber anggaran untuk pembangunan biasanya berasal dari bantuan badan usaha, pemerintah dan dari sumbangan para orang tua siswa.

Namun, hingga saat ini, untuk tahun 2020 belum ada tanda-tanda pembangunan gedung di lokasi sekolah.

***

Harapan di Masa Adaptasi Kebiasaan Baru (New Normal):

Banyak harapan di masa adaptasi kebiasaan baru atau new normal saat ini, di antaranya harapan segera pulih perekonomian masyarakat desa, hasil tani kembali naik, khususnya semakin bertambahnya pendapatan orang tua siswa. 

Dengan bertambahnya pendapatan para orang tua, paling tidak untuk pembayaran iuran SPP anaknya dapat berjalan dengan lancar.

Satu harapan lagi yang tidak kalah penting adalah derita sekolah di desa kami yang dikarenakan himpitan ekonomi keluarga dapat segera berakhir.

Karena pendidikan untuk anak-anak desa adalah mutlak dan merupakan salah satu investasi masa depan bangsa.

Sekian. (ZZ).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun