Mohon tunggu...
zahwan zaki
zahwan zaki Mohon Tunggu... Administrasi - Alumni IAIN SAS Babel (Pendidikan) dan Alumni STIA-LAN Jakarta (Bisnis)

Hobi melakukan perjalanan ke tempat yang belum pernah ditempuh dan terus mencoba menggerakkan pena, menulis apa yang bisa ditulis, paling tidak untuk bisa dibaca segelintir orang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengintip Kehidupan Nelayan dan Menikmati Eksotisnya Pantai Turun Aban Bangka

28 Juni 2020   18:09 Diperbarui: 28 Juni 2020   18:03 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pantai Turun Aban 

Hampir empat bulan tidak ke pantai dikarenakan pandemi covid-19, akhirnya hari ini pagi-pagi kami sekeluarga meluncur ke Pantai yang belum pernah kami singgahi, namanya “Pantai Turun Aban”. Terletak di Kelurahan Matras Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Pukul 7.00 WIB kami sudah tiba di lokasi Pantai Turun Aban. Eksotis! Ya sungguh eksotis. Pantai ini memiliki kekhasan tersendiri. Saya pun tidak perlu lama-lama mengeluarkan kamera handphone untuk segera mengexplore panorama alam yang menawan nan eksotis

Berikut hasil jepretan menangkap sisi eksotisnya pantai Turun Aban, menggunakan kamera handphone yang sederhana:

Foto: Tumpukan Batu Granit Di Pantai Turun Aban. Dokpri
Foto: Tumpukan Batu Granit Di Pantai Turun Aban. Dokpri
Foto: Tumpukan Batu Granit Di Pantai Turun Aban. Dokpri
Foto: Tumpukan Batu Granit Di Pantai Turun Aban. Dokpri
Foto: Tumpukan Batu Granit Di Pantai Turun Aban. Dokpri
Foto: Tumpukan Batu Granit Di Pantai Turun Aban. Dokpri

Foto: Batu-Batuan Granit Di Pantai Tutun Aban. Dokpri
Foto: Batu-Batuan Granit Di Pantai Tutun Aban. Dokpri

Foto: Pasir Putih Di Sela Bebatuan “Pantai Turun Aban”. Dokpri
Foto: Pasir Putih Di Sela Bebatuan “Pantai Turun Aban”. Dokpri

Foto: Abang Gaza, A’Bintu & Adek Ziyyan Di Atas Batu Pantai Turun Aban. Dokpri
Foto: Abang Gaza, A’Bintu & Adek Ziyyan Di Atas Batu Pantai Turun Aban. Dokpri

Kehidupan Nelayan di Pantai Turun Aban 

Setelah mengexplore foto-foto eksotis Pantai Turun Aban, saya berbincang-bincang dengan bapak-bapak inisial DA dan inisial AW, salah satunya juga berprofesi selaku nelayan, yang kebetulan duduk tidak jauh dari tempat tambatan perahu-perahu nelayan. 

Menurut keterangan bapak-bapak tersebut, kurang lebih ada 70 perahu nelayan menginap atau menambat perahunya di Pantai Turun Aban. Para nelayan tersebut berasal dari Kelurahan Matras dan sekitarnya. Rata-rata perahu nelayan tersebut milik pribadi atau milik yang bersangkutan.

Para nelayan di Turun Aban ini menggantungkan hidupnya dari melaut sudah sejak lama. Hal itu dituturkan sendiri oleh bapak AN. Katakanlah sudah turun temurun. Mengepul atau tidaknya dapur keluarga, sangat bergantung dari hasil melaut itulah.

Ternyata pandemi covid-19 sangat berdampak pada pendapatan nelayan. Bagaimana bisa? Bapak AN menjelaskan kurang lebih 3 bulan terakhir daya beli masyarakat terhadap hasil laut berkurang atau menurun. Ini mengakibatkan harga jual nelayan ke pengepul juga murah. Selain itu, hasil tangkapan nelayan saat ini jauh berkurang tidak seperti dulu lagi.

Mengapa hasil tangkapan nelayan menurun? Kebetulan saat ini lagi musim angin kencang dan gelombang tinggi. Nelayan enggan melaut terlalu jauh, karena terkendala cuaca tersebut. 

Selain mendapatkan informasi dari bapak DA dan AN, saya juga mengulik informasi melalui SY, juga berprofesi selaku nelayan, kebetulan sedang merapikan jaring-jaring perlengkapan melautnya di atas perahu. 

Foto: Penulis Sedang Berbincang Dengan Nelayan di Pantai Turun Aban. Dokpri
Foto: Penulis Sedang Berbincang Dengan Nelayan di Pantai Turun Aban. Dokpri
Senang rasanya bisa berbincang langsung dengan para nelayan disitu, mengulik informasi seputaran profesi selaku nelayan, apalagi nelayan-nelayan yang saya jumpai tidak sungkan untuk berbagi cerita.

Namanya SY, masih bujangan, beberapa hari ini mencoba peruntungan menangkap hasil laut menggunakan “tebak” atau jaring. Pada sore hari tebak dipasang di tengah laut, baru pagi-pagi tebak diangkat lagi. Hasil tangkapan dari tebak hari ini cuma dapat 1 ekor ikan “hoile” yang dihargai pengepul seharga 25 ribu rupiah. 

Biasanya, SY spesial menangkap sutong atau cumi-cumi. Musim gelombang laut lagi tinggi, jadi tidak bisa jauh melaut, akibatnya SY cuma bisa membawa pulang 1 kg sutong. Biasanya ketika normal melaut, hasil menangkap cumi rata-rata 5 kg sutong. Harga per kilo gram biasanya dihargai 70 ribu sd 85 ribu rupiah.

Saat musim gelombang tinggi, para nelayan di pantai Turun Aban tidak bisa melaut seperti biasanya, tentunya sangat berdampak terhadap pendapatan sehari-hari.

Seperti halnya yang diungkapkan SY, sedikitnya hasil tangkap saat melaut, berimbas juga dengan biaya operasional yang dikeluarkannya. Untuk melaut, seorang nelayan harus menyediakan bahan bakar perahu dan bekal lainnya. Tidak jarang ketika melaut tidak mendapatkan hasil, yang ada hanya beban operasional saja. Masih untungnya, perahu yang digunakan untuk melaut merupakan perahu sendiri. 

Itulah kondisi nelayan Pantai Turun Aban sekarang, semoga cuaca kembali normal, dan hasil tangkap saat melaut pun kembali normal juga. 

Kembali Ke Pantai Turun Aban Yang Eksotis

Pantai Turun Aban saat ini masih alami dan belum dikelola dengan profesional. Menurut saya, pantai Turun Aban sangat potensial untuk dijadikan destinasi wisata nasional. 

Ada dua hal yang bisa kita dapatkan ketika berwisata ke pantai Turun Aban, yaitu menikmati keindahan alamnya yang eksotis dan melihat geliat kehidupan para nelayan pantai Turun Aban saat turun melaut.

Pantai Turun Aban di Masa Yang Akan Datang?

Diperlukan keterlibatan para stakeholder untuk mewujudkan pantai Turun Aban bisa menjadi objek wisata andalan Kabupaten Bangka khususnya.

Beruntungnya, pantai Turun Aban diapit dua pantai yang sudah terkenal sebelumnya, yaitu pantai Parai Tenggiri dan Pantai Matras. Terkonsentrasinya beberapa pantai ini bisa memudahkan para wisatawan untuk memilih pantai Turun Aban sebagai objek wisata pilihan di masa mendatang. 

Tidak menutup kemungkinan di masa yang akan datang, Kelurahan Matras bisa menjadi Kelurahan Pariwisata Nasional. Saya membayangkan di depan rumah masyarakat dan sepanjang jalan yang ada di Kelurahan Matras memajang produk-produk pariwisata, seperti: kaos oleh-oleh wisata, tas, gantungan kunci, atau pernak-pernik lainnya, semuanya bermotif pantai Turun Aban, Matras, Parai Tenggiri dan pantai sekitar lainnya. 

Foto: Contoh Usaha Pernak-Pernik Wisata / tabloidbintang.com
Foto: Contoh Usaha Pernak-Pernik Wisata / tabloidbintang.com

Selain itu para wisatawan dengan mudah memilih oleh-oleh berupa makanan khas Bangka, semuanya tersedia di Kelurahan Pariwisata Matras.

Bisa jadi, di masa yang akan datang di pantai Turun Aban berdatangan para wisatawan yang tak bosan-bosannya, baik lokal maupun mancanegara, dengan tujuan untuk menikmati pantainya yang indah nan eksotis. Semoga saja!

Sebelum saya akhiri tulisan ini, saya pajangkan lagi foto-foto hasil explore selama di pantai Turun Aban:

Foto: A’Bintu & Abang Gaza Saat Mandi Di Pantai Turun Aban. Dokpri
Foto: A’Bintu & Abang Gaza Saat Mandi Di Pantai Turun Aban. Dokpri
Foto: A’Bintu & Abang Gaza Saat Mandi Di Pantai Turun Aban. Dokpri
Foto: A’Bintu & Abang Gaza Saat Mandi Di Pantai Turun Aban. Dokpri

Foto: Ade’ Ziyyan Saat Di Perahu Nelayan Pantai Turun Aban. Dokpri
Foto: Ade’ Ziyyan Saat Di Perahu Nelayan Pantai Turun Aban. Dokpri

Foto: Abang Gaza Menikmati Makan di Bebatuan Pantai Turun Aban. Dokpri
Foto: Abang Gaza Menikmati Makan di Bebatuan Pantai Turun Aban. Dokpri

*****

Catatan: 

Saat ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan wisatawan ketika berwisata ke pantai Turun Aban seperti di foto berikut:

Foto: Spanduk, yang Harus diperhatikan Saat Tiba Di Pantai Turun Aban. Dokpri
Foto: Spanduk, yang Harus diperhatikan Saat Tiba Di Pantai Turun Aban. Dokpri

Sungailiat, 28 Juni 2020

Zahwan Zaki

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun