Mohon tunggu...
zahwan zaki
zahwan zaki Mohon Tunggu... Administrasi - Alumni IAIN SAS Babel (Pendidikan) dan Alumni STIA-LAN Jakarta (Bisnis)

Hobi melakukan perjalanan ke tempat yang belum pernah ditempuh dan terus mencoba menggerakkan pena, menulis apa yang bisa ditulis, paling tidak untuk bisa dibaca segelintir orang.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Petani Karet: Sampai Kapan Derita Kami Berakhir?

14 Juni 2020   15:26 Diperbarui: 16 Juni 2020   04:41 1650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Ilustrasi Petani Karet/greenpeace

Harga karet pernah bagus di rentang tahun 2012-2013 dulu, itupun tidak lama. Harga karet di tingkat tengkulak tembus 10.000 rupiah per kg. Jika petani menghasilkan 10 kg karet dalam satu hari, maka penghasilan petani bisa tembus 100.000 rupiah per hari. 

Pada masa ini, saya ingat betul, para petani karet banyak yang jaya, pernah satu hari (jam 6 sd jam 11 siang), ada yang dapat 40o ribu per harinya. Semakin banyak kilo yang didapat semakin besarlah penghasilannya.

Dampak harga karet naik luar biasa, saat itulah para petani dapat membiayai kebutuhan hidup keluarganya. Ada yang membuat rumah atau merenovasi rumahnya, membeli kendaraan baru, dan biaya sekolah anak-anak pun lancar.

Begitu bahagianya mereka, terbayar sudah letih, lelah dan kucuran keringat yang tak pernah berhenti sepanjang menyadap getah karet, dan bangga menjadi petani karet. 

Tapi, itu dulu, beda jauh dari sekarang. Sekarang petani menderita, entah sampai kapan? Yang jelas, penderitaan itu akan sirna seiring naiknya harga karet. 

Berkebun Karet Ditinggali?

Anjloknya harga karet membuat sebagian petani beralih mata pencaharian. Banyak petani beralih profesi menjadi petani cabai dan budi daya tanaman lainnya yang mudah panen. Sedangkan bagi petani yang punya lahan dan memiliki modal, mereka beralih berkebun kelapa sawit.

Tapi, tidak sedikit karet adalah tumpuan hidup sehari-hari, karena tidak ada sumber penghasilan lainnya. Mau tidak mau, suka tidak suka, jalani saja, yang terpenting dapur dapat mengepul walau seadanya.

Berkebun karet tidak bisa ditinggali, karena sudah merupakan mata pencaharian utama masyarakat desa kami, kecuali karet sudah tidak ada harganya lagi.

Tapi, Tetap Bersyukur

Ya Tuhan, engkau memang maha pemurah, Alhamdulillah syukur tetap kami panjatkan kepada Mu, banyak keluarga mengandalkan hidup melalui batang karet ini, walaupun terkadang apa yang petani karet inginkan belum sesuai keinginan mereka, terutama harga karet naik lagi.

Tidak sedikit, anak-anak Desa Payabenua bisa sekolah hingga perguruan tinggi atau bisa meraih sarjana dari hasil karet orang tuanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun