Menurut saya ada beberapa pilihan kebijakan populer untuk menjawab tuntutan mahasiswa di atas, yaitu:Â
1. Penyesuaian / penurunan kelompok UKT untuk mahasiswa yang terdampak covid-19 saja (mahasiswa tertentu saja);
2. Penyesuaian / penurunan kelompok UKT untuk seluruh mahasiswa yg kelompok UKT nya berada pada kelompok tinggi;
3. Pemotongan UKT disemua kelompok UKT atau menyasar semua mahasiswa;
4. Pembelian paket data internet untuk mahasiswa yang terdampak covid-19 saja (mahasiswa tertentu saja);
5. Penyediaan paket internet khusus mahasiswa dan dosen atau tenaga kependidikan (seluruh mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan).
Dari ke 5 pilihan kebijakan di atas, semuanya memiliki konsekuensi, baik dari sisi teknis maupun regulasi.Â
UKT masih bisa tetap dipertahankan, konsekuensinya pihak kampus harus menyediakan paket internet untuk  mahasiswa. Pilihan lainnya UKT dapat dicicil oleh mahasiswa.
UKT bisa saja disesuaikan, diturunkan kelompoknya atau dipotong. Jika penurunan kelompok UKT, konsekuensinya ada di kebijakan kampus melalui evaluasi menyeluruh. Kalau pemotongan UKT maka konsekuensinya menunggu regulasi pusat, misal kampus dibawah Kemenag perlu ditetapkan melalui KMA. Konsekuensi lainnya adalah anggaran kegiatan kemahasiswaan dapat dilakukan penghematan atau pemangkasan anggaran.
Lalu, UKT di stop? Nah, ini konsekuensinya berdampak besar terhadap kampus, karena terkait pendapatan kampus, baik sumber PNBP maupun BLU. Jika UKT di stop, bisa jadi kampus tidak bisa lagi menyelenggarakan ujian-ujian terhadap mahasiswanya.Â
Demikian pendapat saya terkait UKT, tapi itu hanya sekedar pendapat semata. Meminjam bahasa ulama besar Imam Syafi'i, "Pendapatku benar, tapi mungkin juga salah. Pendapat orang lain salah, tapi mungkin juga benar". Sekian. (ZZ)