Ketuhan Yesus ditetapkan pada konsili di Nicea tanggal 20 Mei 325M. Kaisar Romawi Constantine, menghimpun 220 uskup di Nicea tahun 325. Sebagian besar mereka berasal dari Gereja bagian Timur yang mendukung Athanasius. Kosili memutuskan mengutuk paham tauhid Arius dan mengumumkan kredo (creed) anti Arian yang dikenal dengan nama "the Creed of Nicea". Dalam konsili inilah diterbitkan S.K. Ketuhan Yesus dan sejak saat itu Yesus diresmikan sebagai Tuhan, malah sekaligus ditetapkan sebagai Tuhan yang sesungguhnya (true God), 300 tahun setelah Yesus tiada. Dalam konsili inilah Kaisar Romawi menetapkan bahwa Yesus satu zat dengan Allah (Homoousios).
"He (Jesus) is God from God, Light from Light and true God from true God"
(Dia (Yesus) adalah Tuhan yang berasal dari Tuhan, Cahaya yang berasal dari Cahaya, dan Tuhan Sesungguhnya yang berasal dari Tuhan yang sesungguhnya)
Sejak saat itulah Tuhan menjadi dua yakni Tuhan Allah dan Tuhan Yesus yang harus dipercayai bahwa keduanya bersatu padu dalam satu zat (homoousios) sebagaimana yang diputuskan oleh Kaisar Romawi.
Apakah ada ketetapan resmi untuk menyembah Yesus sebelum abad ke IV?
Belum ada! Dalam kitab "Shepherd of Hermes" nama Yesus sama sekali tidak disebut-sebut.
• "First of all( belive that God is one, who hs made all thing, bringing them out of nothing into being".
(Pertama-tama percayalah bahwa Tuhan itu Esa, yang menciptakan segala makhluk, dari tidak ada menjadi ada)
Selanjutnya dalam Apostle Creed yang menurut Gereja ditulis oleh para rasul diperkirakan ditulis pada akhir abad ke II, ada menyebut nama Yesus, tetapi bukan sebagai Tuhan yang disembah.
"And in Jesus Christ, his onl y Son, our Lord..."
(Dan di dalam Yesus Kristus, anaknya yang tunggal, tuan kita)
Kredo ini telah mengalami beberapa kali tambahan dan perubahan sepanjang abad ke IV dan ke V untuk disesuaikan dengan perkembangan ajaran kristen.
Kesulitan apakah yang dihadapi Gereja sehingga dibutuhkan waktu sekian ratus tahun untuk mengangkat status Yesus dari sekedar Nabi menjadi "Tuhan penguasa alam semesta"?
Pertama, di abad pertama perkembangan agama Kristen, persoalan yang cukup berat muncul di permukaan. Bagaimana caranya agar Tuhan Filsafat Yunani yang Mulia, dan sempurna, dapat menyelamatkan manusia yang berdosa dan tidak sempurna. Untuk mengatasi hal ini, logos filsafat Yunani digunakan sebagai perantara Tuhan dan manusia. Beberapa ahli pikir Yunani yang memeluk agama kristen memandang Yesus sebagai Logos filsafat Yunani (Frost, 1989).
"Firman itu telah menjadi manusia dan diam diantara kita..." (Yohanes 1:14)
"...Kristus Yesus yanq walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah, itu sebaqai milik yanq harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seoranq hamba dan menjadi sama denqan manusia" (Filipi 2:5-7)
Tetapi karena Logos bukan Tuhan sehingga otomatis Yesus pun bukan Tuhan.
ketika Gereja mulai berusaha mengangkat status Yesus menjadi Tuhan, problem lain tampil ke permukaan. Bagaimana caranya mengangkat status Logos yang lebih rendah dari Tuhan ini menjadi setara dengan Tuhan. Untuk mengatasi hal ini, Gereja memperkenalkan ide Logos (Firman) adalah Tuhan Allah.
"Pada mulanya adalah Firman Logos Firman Logos itu bersama-sama dengan Tuhan dan Firman Logos itu adalah (dari) Allah. la Logos pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia Logos dan tanpa Dia (Logos) tidak ada sesuatu pun yanq telah jadi dari seqala yanq telah dijadiakan" (Yohanes 1:1-3)
Paham penyembah berhala ini digunakan sebagai senjata pamungkas oleh para penginjil (Termasuk Hamran Ambrie) untuk membuktikan bahwa Yesus adalah Tuhan dengan menempatkan Yesus sebagai Logos penyembah berahala. Dengan demikian, tuhan Allah (yang "katanya" adalah Logos) yang berada di sorga sudah turun ke bumi mengambil bentuk manusia dalam diri Yesus.
Dalam buku "Keilahian Yesus Kristus dan Allah Tritunggal", hal 94, Hamran Ambrie mengatakan:
"Dulu wahyu melalui mimpi etc. disebut Firman, tetapi kemudian (setelah ajaran Kristen dicemari filsafat Yunani), Firman itu sendiri menjadi daging kehiduopan melalui kelahiran seorang manusia Maria, maka penyebutan firman itu pun berubah menjadi "Anak Allah".
Catatan : tambahan dalam kurung dimaksudnya untuk memperjelas.
Konsep penyembahan berhala sudah ranum ini, akhirnya tersaji dalam SK Ketuhanan Yesus yang disponsori bersama oleh Kaisar Romawi, Constantine dan para pemimpin Gereja pada Konsili di Nicea 20 Mei 325 M.
Dapatkah kita menganggap the Creed of Nicea sebagai formulasi dan definisi Trinitas?
Tidak! Karena Konsili tidak pernah menganggap Roh Kudus sebagai Tuhan atau sesuatu yang harus disembah. Dalam konsili tersebut tidak pernah dibahas tentang Roh Kudus. Nanti belakangan, Gereja kemudian menambahkan kalimat tentang Roh Kudus dalam kredo tersebut (Karen Armstrom 1993). "And in the holy Spirit" (Dan dalam Roh Kudus).
Lalu siapa yang pertama memberikan perhatian serius terhadap status Roh Kodus?
Athanasius!
Sampai dengan pertengahan abad ke IV perhatian Gereja dicurahkan pada bagaimana bentuk dan corak hubungan antara Bapa (Tuhan) dan Anak (Yesus). Kalimat yang baru ditambahkan dalam Kredo: dan dalam Roh Kudus, memperlihatkan betapa kecilnya perhatian yang diberikan terhadap status Roh Kudus. Dalam tulisannya "Oration Aqainst the Arians 2:24, 33", athanasius mempromosikan ketuhanan Yesus tanpa menyinggung-nyinggung Roh Kudus. Selanjutnya pada suratnya kepada Serapion berubahlah dia berbicara tentang status Roh Kudus.