Matahari masih hangat ketika saya mengayuh sepeda onthel menuju pasar Klithikan. Hari itu Selasa 12 Maret 2013,Kliwon,harinya pasar tradisional di Cebongan Mlati . Sleman Yogyakarta. Berbekal kamera saku, saya mencoba menelusuri riuhnya gejolak kehidupan pagi di pasar klithikan ini. Terletak tak jauh dari Kantor Polisi Mlati. Memang ada pusat pasar Klithikan di Yogyakarta , tapi itu sudah di kelola dan di beri kios oleh pemerintah daerah.
Apa yang menarik sehingga saya blusukan ke pasar Klithikan Cebongan ini? Yang jelas pasar ini hanya ada ketika penanggalan jawa jatuh pada hari Kliwon. Saya menyusuri sepanjang pasar Klithikan yang cuma berjejer jejer di pinggiran jalan menuju pasar Cebongan, di sana terjadi transaksi yang bukan cuma sekedar beli dan bayar tetapi juga barter antar barang dan bahkan tukar tambah barang bekas. Rupanya tak semua barang bekas itu berkarat buktinya ada beberapa suku cadang sepeda motor yang masih bagus dijual di sini.
Apa itu Klithikan? semacam pasar tempat menjual barang bekas, barang antik, barang yang mungkin sudah masuk gudang tak terpakai oleh pemiliknya lalu dijual ke pasar ini. Ada banyak motifasi pembeli, dari sekitar 5 orang pembeli yang saya jumpai, ada yang mengaku ke pasar klithikan untuk mencari suku cadang sepeda motor yang rusak, alasannya kalau beli di toko mahal. Lalu ada pula yang mengatakan berburu barang antik. Ada pula yang mengaku terdesak butuh uang untuk biaya hidup sehari - hari dan merelakan barang di rumah di jual ke pasar klithikan.
Diantara pembeli juga ada pengepul barang bekas yang berniat tukar tambah jenis barang yang ia inginkan dengan membayar separuh harga lalu menukarkan barang lain sebagai barter. Jika barang cukup antik dan mutunya bagus maka dalam waktu kurang dari setengah jam akan terjual, begitu pengakuan mas Ferry, salah satu penjual di pasar Klithikan yang berkeliling dari pasar klitikan Godean, Cebongan dan berbagai tempat lainnya di Yogyakarta. Ada yang menyebutnya pasar maling? Benarkah di sini adalah barang barang curian? Saya mencoba iseng bertanya pada salah seorang penjual bernama mas Diman berumur sekitar 45 tahunan dan sudah berjualan sekitar 5 tahunan di pasar klithikan. Jawabnya simpel saja" saya kulakan dan beli sortiran barang bekas dari pemiliknya mbak, jadi tidak benar kalau di sini pasar maling"
Ah apapun sebutannya saya tidak peduli, saya justru tertarik dengan kesibukan para penjual barang bekas ini saat pagi pagi mereka mendisplay barang dagangannya. Mulai dari cangkul karatan sampai dengan kereta bayi semua ada di sini.Dijajakan dengan terbuka tak takut polisi menyita walau notabene berdekatan dengan kantor Polsek Mlati. Jika meneropong dari balik potret - potret kehidupan masyarakat kelas menengah ke bawah seperti ini, rasanya miris melihat para pejabat yang bergelimang harta dari hasilÂ
korupsi milik negara, gonta ganti mobil mewah dan membeli barang barang mahal tanpa sungkan dengan rakyat miskin yang harus cukup puas dengan belanja barang rombengan dan karatan di pasar klithikan. [caption id="attachment_249681" align="aligncenter" width="576" caption="koleksi foto dok pribadi/ romana tari/2013"]
[/caption]
Seorang mahasiswa yang enggan saya sebutkan namanya, saya tanya, mas barang di sini bagus juga ya? Saya menyamar jadi pembeli agar dia tidak malu.Dia menjawab" iya mbak , daripada saya beli sepatu di toko di sini jauh lebih murah dan hemat, tinggal jahit ulang di penjahit tas dan sepatu di seberang sana, beres" Ah, saya manggut manggut. Mmmm...semoga kuliahmu lancar ya mas, dan kalau sukses jadi pejabat ingat sepatu dan ransel rombenganmu, kata saya dalam hati.
Lantas saya mencoba berbincang dengan salah satu pedagang barang antik bernama mbah Sumpono berusia kurang lebih 70 tahun tapi masih tampak bugar. Ia ternyata berdagang barang antik sudah sekitar 40 tahun, dan harga barangnya ada yang berkisar sampai dengan 500 ribu yakni keris Nogososro dan pamengkang jagad, aah jangan ditanya " mbah ini asli atau aspal?" cukuplah saya bertanya.." mbah 40 tahun jualan kok ya ndak kaya - kaya, hehehe" si mbah tertawa terpngkal pingkal. Itulah kadang suka duka penjual barang rombeng, tak jarang orang cuma ngelus elus keris atau akik koleksinya, ngobrol ngalor ngidul..alias gak ada juntrungan, tapi tidak jadi membeli. Toh si mbah Sumpono tetap saja setia menggelar barang dagangannya setiap Kliwon.
Pasar Klithikan tempat orang kelas bawah mengais rejeki dan menggantungkan nasib asap dapur dari hasil menggelar dagangan di tepi jalan. Itulah potret kehidupan dimana pada sisi lain banyak orang berlomba membeli barang mewah dengan uang korupsi, disini masih ada orang orang yang terpaksa harus cukup puas dengan barang bekas pakai di pasar loak klithikan, alias rombengan.
Ah, roda kehidupan berputar kawan, teruslah berjuang. Menggapai cita citamu setinggi langit dan menyuarakan kebenaran dari orang orang sederhana, Mencari sesuap nasi dengan berjualan barang bekas untuk anak istrimu di pasar klithikan lebih terhormat daripada menjual harga diri dan dicap sebagai pejabat korupsi. Salam Bidan Romana Tari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya