Mohon tunggu...
Bidan Care / Romana Tari
Bidan Care / Romana Tari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bidan Romana Tari [bidancare] Sahabat bagi perempuan dan keluarga, saling memperkaya informasi kaum perempuan dibidang kesehatan dan pengalaman sehari - hari dalam hidup,\r\n\r\nMari hidup sehat dan kreatif dalam hidup bersama bidancare

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Artikel Utama

Menikah Muda demi Sebuah Kehidupan dalam Rahim

29 November 2013   15:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:32 4040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_305457" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Ada saat di mana seseorang begitu kalut  ketika dihadapkan pada sebuah pilihan. Memperjuangkan sebuah kehidupan ataukah menerima sanksi moral dan sosial dari masyarakat berupa sorotan negatif  "aib keluarga" karena  anak perempuan hamil duluan dengan status belum menikah. Saya bisa memahami  betapa kalutnya seorang ibu yang yang datang berkeluh kesah setelah mendengar pengakuan anak lelakinya yang baru saja lulus SMU telah menghamili pacarnya. "Bu Bidan, tolonglah sekali ini saja, entah bagaimana caranya agar kehamilannya gugur," kata ibu tersebut kepadaku. Saya  mengajak ibu tersebut tenang dulu dan duduk membicarakan persoalannya. Ibu itu sangat takut jika ada tuntutan dari ayah anak perempuan yang hamil karena pergaulan bebas dengan anaknya. Usia keduanya masih muda yang perempuan baru umur 18 tahun dan anak lelakinya umur 19 tahun. Saya berusaha meyakinkan ibu tersebut bahwa pengguguran kandungan selain dosa juga bukan jalan keluar terbaik untuk mendidik  moral anak. Bagaimanapun bayi yang ada dalam kandungan pacar anaknya tersebut adalah darah dagingnya juga dan tidak bersalah. Mengapa harus dikorbankan dengan aborsi. Masih saja ibu tersebut bersikeras minta obat pengguguran kandungan. Tetap saya tolak. Lalu ia mengatakan akan menghubungi dukun pijat dan penjual jamu penggugur kandungan saja. Akhirnya saya beri masukan lagi, pengguguran kandungan termasuk perbuatan kriminal  dan sangat membahayakan nyawa anak  perempuan remaja yang sedang hamil. Bisa terjadi perdarahan hingga berujung kematian. Lantas si ibu tersebut menangis histeris, dia  panik dan memeluk saya minta diberi dukungan harus bagaimana. Dia sangat takut suaminya marah karena gagal mendidik anak lelakinya tersebut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan pihak keluarga pacar anaknya itu. Kemudian saya minta bertemu dengan kedua anak mereka dan menyampaikan dengan hati-hati tanpa menyudutkan mereka. Saya tegaskan bahwa  kehamilan yang terjadi adalah tanggung jawab mereka berdua. Meskipun masih sangat muda dan belum bekerja bukan alasan untuk menggugurkan kandungan. Panjang lebar saya beri penjelasan kepada anak perempuan remaja tersebut, terutama tentang risiko infeksi rahim akibat pengguguran kandungan kriminal dan kemungkinan buruk bagi masa depannya kelak selain karena dosa. Mereka lalu pulang dan minta waktu untuk berpikir. Dalam hati kecil saya sempat kuatir mereka nekat datang ke dukun pijat dan menggugurkan kandungan. Saya cuma bisa berdoa sambil menunggu berita esok harinya. Kekuatiran saya lebih-lebih dikarenakan hubungan kedua anak tersebut tidak mendapat restu dari orang tua anak perempuan tersebut. Namun saya sempat memperhatikan bahwa anak perempuan tersebut sebenarnya menghendaki kehamilan tersebut terus berlangsung, hanya saja desakan dari orang tua anak laki-laki yang datang pada saya tersebut membuat ia kehilangan dukungan. Lalu pagi-pagi si ibu tersebut datang kembali ke tempat saya dan mengatakan suaminya sudah diberi tahu mengenai keadaan putra mereka yang menghamili pacarnya. Untunglah suaminya seorang yang taat beragama dan lebih mementingkan kehidupan daripada kehormatan keluarga karena menanggung aib akibat pergaulan bebas si anak. Betapa leganya hati saya mendengar kabar ini, lalu saya berusaha memberi dukungan mental pada si anak perempuan yang masih berusia 18 tahun tersebut. Saya beritahukan kehamilan dan pernikahan di usia muda lebih mulia daripada menghilangkan aib dan malu keluarga dengan menggugurkan kandungan. Tetapi dia harus rajin kontrol ke bidan karena termasuk berisiko tinggi hamil di usia remaja. Syukur anak perempuan tersebut mau mendengarkan saran-saran saya. Sejak hari itu saya ikut memantau perkembangan kehamilan anak perempuan tersebut sambil menunggu saat pernikahan mereka. Tibalah saat pernikahan sudah disepakati oleh kedua pihak, acara pernikahan itu dapat berlangsung walau dengan berat hati.  Pada saat pesta nikah itu berlangsung saya sempat berbincang dengan pengantin perempuan laki-laki remaja itu. Saya tanya bagaimana perasaan kalian. Mereka bilang bahagia karena akhirnya diresmikan hubungan cinta mereka. Pengantin laki-lakinya juga mengatakan terima kasih pada saya karena dia tidak jadi berdosa untuk menggugurkan calon anaknya setelah kedua orang tuanya berunding menikahkan. Dia katakan ingin menjadi ayah yang bertanggung jawab. Meskipun ia tahu umurnya masih remaja tapi ia tidak ingin bayinya lahir tanpa ayah. Ia berusaha untuk memperbaiki kesalahan yang telah ia lakukan, yakni menghamili pacarnya sebelum menikah. Memang menikah muda tidak baik tapi kami ingin mempertahankan calon anak kami yang terlanjur hadir dengan menikah muda agar lahir memiliki orang tua yang sah sebagai suami-istri. Sementara itu dari kedua pihak orang tua mereka, sebenarnya mereka mengharapkan anak-anak mereka dapat melanjutkan kuliah. Saya beri masukan lagi nanti bila bayinya sudah lahir mereka bisa dibantu untuk mengasuh anak dan melanjutkan kuliah. Saya salut  mendengar kedua pihak orang tua anak lelaki dan perempuan tersebut sepakat untuk saling membantu membesarkan calon cucu mereka kelak. Sering terlihat calon ayah yang masih remaja itu secara teratur mengantar  istrinya  kontrol ke KIA tempat saya bekerja. Dukungan keluarga telah membuat mereka berdua merasa diterima walau sudah melakukan kesalahan. Mereka berdua cukup berbesar hati menghadapi persiapan kelahiran sang bayi anak pertama mereka. Akhirnya saat yang dinantikan tiba, yakni lahir cucu mereka seorang bayi mungil perempuan yang sehat, si ibu bayi yang masih remaja juga dalam keadaan sehat. Betapa terharunya saya saat melihat keluarga mereka saling bersalaman bahagia, ketika kami menyampaikan cucu mereka sudah lahir dengan selamat. Sirna sudah semua mimpi buruk tentang masa lalu. Kini yang ada hanya rasa bahagia karena kehadiran bayi mungil di antara kedua keluarga tersebut. Satu hal yang sungguh membuat saya terharu adalah, keputusan dari ayah bayi tersebut. Lelaki remaja yang kini mempunyai tanggung jawab sebagai ayah itu memutuskan untuk bekerja mencari nafkah meskipun kedua orang tua mereka melarang dan menghendaki dia kuliah. Jika mengingat masa-masa remaja anak lelaki tersebut, saya tidak lupa  beberapa kali melihat ibunya marah karena dia kadang bolos sekolah dan menyalahgunakan uang SPP. Tapi sejak  bayi  mereka  lahir, saya melihat suatu titik balik kehidupannya. Ayah baru yang masih remaja itu tidak malu-malu berjualan es kelapa muda siang hari depan rumah dan menjadi tukang parkir jika malam hari. Rasa tanggung jawabnya mulai bertumbuh. Sementara ini memang mereka tinggal bersama orang tua. Namun ia ingin membantu semampunya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tanpa terasa tiga tahun berlalu dan terakhir saya dengar saat ini dia menjadi satpam di sebuah Bank swasta. Jujur saya bangga dengan kemandiriannya meski tertatih-tatih belum siap menjadi kepala keluarga di usia belia. Sempat kami berbincang hangat ketika saya mampir ke rumah orang tuanya dan mereka berdua ada di sana. Saya menanyakan mengapa kok tidak melanjutkan kuliah lagi. Lalu mereka berdua menjawab kasihan anaknya sering ditinggal dan dititipkan neneknya kalau kuliah lagi. Saya terharu mendengarnya. Semoga mereka menjadi keluarga yang bahagia dan rasa tanggung jawab mereka dapat dijadikan contoh. Meskipun menikah usia muda bukanlah aib bagi keluarga jika suara hati nurani ternyata lebih memperjuangkan nilai-nilai kehidupan dalam rahim bagi janin yang tak berdosa. Saat saya bertemu mereka lagi belum lama ini, lega rasanya melihat mereka berdua tampak bahagia meskipun hidup sederhana. Istrinya juga berjualan makanan ringan dan minuman sambil mengasuh anak mereka. Terkenang kembali wajah-wajah kalut dan tegang mereka dulu saat  peristiwa kehamilan sebelum menikah ini. Sebaiknya memang pernikahan usia remaja dicegah dengan menjaga agar  anak-anak kita  terhindar dari pergaulan seks bebas. Namun, bila terlanjur hamil janganlah dengan mudah menggugurkan kandungan. Aborsi adalah keputusan yang  keliru tidak diijinkan oleh agama mana pun. Menikah muda ternyata juga dapat  menjadi titik balik bagi diri seseorang yang merasa bertanggung jawab secara moral dan agama untuk menghormati kehidupan. Salam hangat. Sharing ini dari salah satu kisah sisi lain pengalaman sebagai bidan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun