Tak berapa lama kemudian lahirlah si bayi dan ibunya terlihat sangat bahagia meskipun lelah. Bayi itu laki - laki dan sehat sekali, tangisnya melengking keras memecah kesunyian malam. Bidan Yani memeriksa bayi itu kemudian memberikan pada ibu yang bersalin itu untuk disusui langsung.
" Syukurlah nek, tidak ada luka sama sekali, jadi tidak perlu dijahit" kata Bidan Yani pada sang nenek.
Ia menyalami si ibu dan nenek tersebut.
"Bu bidan ini ada sedikit minuman hangat kopi dan ubi goreng silahkan dicicip" kata sang nenek .
Bidan Yani masih ragu - ragu, dimakan apa tidak ya, nanti kalau tidak dimakan tersinggung, tapi kalau kumakan....jangan - jangan ..ah.....pikiranku saja yang negatif. Ia meneguk sedikit kopi hangat itu. Lumayan mengusir hawa dingin.
" Oya, mana suamimu Surti, bu bidan mungkin sudah mengantuk....?" tanya nenek paraji itu pada Surti.
Tidak sampai selesai nenek tersebut bicara, suami Surti datang. Tergopoh gopoh ia memanggil nenek paraji , belum sempat masuk ke dalam bilik, ia sudah berteriak panik.
" Nenek, bu bidan tidak ada di rumah, semua pintu dan jendela sudah ku ketuk- ketuk sepi. Kata salah satu warga ada yang memanggil bu bidan melahirkan, entah dimana" Gatot suami Surti mengusap wajahnya yang basah kuyub karena keringat.
" Le, anakmu sudah lahir, lha itu bu Bidan ada di dalam" sahut nenek Paraji itu terheran- heran. Disangkanya tadi Bidan Yani datang dijemput suami Surti.
" Oh syukurlah, lho bu bidan tadi ke sini dengan siapa?" tanya Gatot tak kalah heran dengan nenek Paraji itu. Ia segera masuk ke dalam bilik dan mencium istri dan bayinya.
Bidan Yani mulai maklum dengan situasi itu. Ia tidak mau banyak berkata, hanya tersenyum dan mengatakan sang nenek bahwa ada warga yang kebetulan tahu nenek paraji menolong melahirkan di sini dan memanggilnya untuk membantu. Padahal dalam hatinya ia juga heran, siapa pak tua tadi yang mengaku Ayah Surti.