“Ya Nak, ibu tunggu. Merry yang sering kamu ceritakan itu toh?“
Suatu hari saat Susi dan Merry pulang, Bu Minah sedang ke pasar. Ia belanja untuk memasak pecel lele kegemaran Merry kata Susi.
”Duh, senangnya Bu Minah kabarnya Susi pulang ya?” tanya Bu Sondah.
”Iya, Bu. Silakan mampir!” jawab Bu Minah.
”Sama siapa, Bu? Katanya berdua?” tanya Bu Sondah.
”Teman kerjanya di kota, Bu. Namanya Merry. Mereka satu kos di kota.”
Sepulangnya dari pasar, Bu Minah mendapati pintu depan terkunci.
Bu Minah memutar lewat pintu belakang. Saat melihat ke arah kursi bambu tua itu, matanya terbelalak. Jantungnya nyaris berhenti berdetak.
“Duh Gusti, semoga saya salah lihat,” Bu Minah mengucek-ngucek matanya. Dua insan sedang berpadu kasih di sebuah kursi bambu di belakang dapur. Tuhan bukan ini yang kumaksud agar Engkau jauhkan Susi dari para laki-laki tak bertanggung jawab. Bukan ini yang kuharapkan agar Susi tidak hamil di luar nikah. Bukan ini yang kurestui walaupun mereka saling cinta.
Ia terduduk lemas. Tas kresek belanjaan dari pasar terlepas dari genggaman. Lele-lele itu berlompatan keluar. Bu Minah tak sadarkan diri
Salam Fiksi