Mohon tunggu...
Bicara Dengan Hujan
Bicara Dengan Hujan Mohon Tunggu... Auditor - Bicara Dengan Hujan

"Her writing was her only escape, her only means of survival. It was a respite from a cruel world, despite seemingly comfortable surroundings" - Danielle Steel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kopi dan Cokelat Hangat

13 Januari 2022   11:18 Diperbarui: 13 Januari 2022   11:23 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia menoleh ke arahku sambil mengeryitkan dahi. Aku tahu bahwa ia sedang bingung dengan jawabanku. Jawaban yang mungkin tidak pernah terlintas dalam pikirannya selama ini. Soal 'menjadi diriku'.

"Kau tidak merasa aku berubah sejak bersama denganmu?" tanyaku ragu-ragu.

"Iya, tapi kan itu juga untuk kebaikanmu."

Aku menarik nafas panjang begitu mendengar ucapannya yang terdengar lugas.

"Ada yang salah? Bukankah setiap kali aku bertanya apakah kau bahagia denganku, jawabanmu selalu 'iya'? Lalu apa masalahnya?"

Rentetan pertanyaan itu seakan-akan membuka kembali kenangan dan luka yang kusimpan baik-baik selama ini. Salahku memang.

"Jika aku menyampaikannya, kau janji tidak akan memotong penjelasanku?" Ia mengangguk setuju. Rasanya gugup sekali. Ini kali pertama aku berani mengungkapkan isi hati dan pikiranku padanya. Aku menarik nafas dalam-dalam. Berusaha menyusun kata agar tak menyakitinya.

"Kau tahu? Ternyata selelah itu rasanya mencintaimu," ucapku dengan tawa kecil. Hatiku tergelitik menertawai diriku sendiri. Ternyata selama ini aku bisa sebodoh itu karena mencintai seseorang. Aku pikir, aku tidak akan pernah terjebak dalam hubungan seperti ini.

"Seiring berjalannya waktu, aku semakin sadar bahwa kau berhasil merubahku untuk menjadi sosok ideal yang kau mau, tanpa bertanya apakah aku merasa nyaman menjalaninya. Kau menghapus semua mimpiku dengan melarangku banyak hal yang sekiranya akan membuatku berkembang. Bahkan kau tak pernah mengijinkanku berkomunikasi dan bertemu dengan teman-temanku. Kau sudah mengambil duniaku. Alasanmu selalu demi kebaikanku. Jujur, awalnya aku merasa menjadi wanita yang beruntung memilikimu." Aku tersenyum saat mengingat moment tersebut, kemudian menyeruput cokelat hangat milikku.

Warna langit perlahan berubah lebih gelap. Tak ada senja sore itu karena hujan masih turun dengan derasnya. Sesekali suara gemuruh langit terdengar. Seakan semesta sedang mendukung untuk meluapkan perasaanku. Atau mendukung dia yang sedang bergemuruh hatinya?

"Kau ingat tidak, kalau kau sering mengancam jika aku tidak mengikuti perkataanmu maka aku tidak akan bisa menghubungimu lagi?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun