Mohon tunggu...
Bias Niditra
Bias Niditra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Kisah Perjuangan Asep Suparman: Badut Lampu Merah di Cibinong

15 Desember 2024   20:01 Diperbarui: 15 Desember 2024   20:01 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Asep dibalik Kustom Badut (Sumber : Bias Niditra)

Rasa Pegal yang Tak Terelakkan

Dalam sehari, mengenakan kostum badut bukanlah perkara mudah. Panas, gerah, dan rasa pegal menjadi teman setia Asep selama ia bekerja. "Kostumnya berat dan gerah. Kalau sudah sore, badan ini rasanya pegal-pegal," kata Asep seraya menyeka keringat di dahinya.

Meski sering merasa lelah, Asep tak punya pilihan lain. Ia tetap berusaha tampil ceria di balik kostumnya. Baginya, tugasnya sebagai badut bukan sekadar mencari nafkah, tetapi juga menghibur orang-orang yang melihatnya. "Kadang kalau ada anak kecil ketawa lihat saya, rasanya senang aja. Capeknya sedikit hilang," kenangnya.

Foto Pak Asep berkeliling di sepanjang lampu merah (Sumber : Bias Niditra)
Foto Pak Asep berkeliling di sepanjang lampu merah (Sumber : Bias Niditra)

Perjuangan yang Patut Dicontoh

Kisah hidup Asep Suparman adalah gambaran nyata tentang perjuangan masyarakat kecil yang jarang mendapat sorotan. Di tengah kemacetan perkotaan, sosok seperti Asep kerap dianggap hanya sekadar hiburan sesaat. Namun, di balik itu semua, ada keringat, pengorbanan, dan harapan besar untuk kehidupan yang lebih baik.

Setiap harinya, Asep menantang dirinya sendiri untuk tetap kuat menghadapi segala kondisi. Hujan deras, panas terik, atau kemacetan panjang bukanlah alasan baginya untuk menyerah. Berada di bawah kostum badut berjam-jam memang tidak mudah. Beratnya kostum ditambah rasa panas dan gerah sudah menjadi makanan sehari-hari. Namun, di saat orang lain mungkin mengeluh, Asep memilih untuk bersyukur.

"Kadang saya mikir, banyak orang di luar sana yang punya pekerjaan lebih baik dari saya, tapi mereka masih mengeluh. Sementara saya di sini, walau capek, walau pegal, saya tetap jalani dengan senang hati," ujar Asep. Kata-kata sederhana ini menggambarkan betapa besar tekad dan keikhlasan seorang pekerja seperti Asep.

Baginya, perjuangan bukan hanya soal bertahan hidup, tapi juga memberikan contoh positif bagi anak-anaknya. "Saya nggak mau anak saya lihat bapaknya malas atau menyerah. Saya mau mereka belajar kalau hidup itu memang butuh usaha dan sabar," ungkapnya penuh harapan.

Sikap Asep yang penuh syukur dan pantang menyerah patut menjadi cermin bagi banyak orang. Di tengah segala keterbatasan, ia tetap menjalani hidup dengan ikhlas dan semangat. Perjuangan seperti ini mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati datang dari hati yang lapang dan usaha yang tidak pernah putus.

"Kalau lihat orang ngasih recehan, ya saya syukuri. Karena saya tahu cari uang itu susah," ujarnya lirih. Bagi Asep, uang yang ia terima dari pengendara bukan sekadar nominal rupiah, melainkan bentuk apresiasi atas kerja kerasnya. Ia berharap agar masyarakat dapat lebih menghargai pekerja jalanan seperti dirinya, yang setiap hari harus berjuang dalam kondisi sulit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun