Mohon tunggu...
purwo nugroho
purwo nugroho Mohon Tunggu... Seniman - Statistician, Martial Artist, Accounting

simple person sesimple hati dan pikirannya

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jurnal Busuk

3 Maret 2011   23:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:05 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

catatan ini sudah lama mengering, tidak hanya tintanya tapi rangkaian bait dosa yang terangkum dalam alunan katanya. Tak pernah ada niat sengaja dariku untuk mengaburkan semua masa laluku, toh semua sudah berlalu, hal yang tidak mungkin terulang walau sendah apapun dan sepahit apapun kejadiannya. Tak cuma aku yang akan kecewa, tapi sosok sosok yang juga tersembunyi dalam kata yang tak berpri kemanusiaan yang tercoret dalam jurnal itu. Bukan cuma masalah segepok atau sekoper uang, tapi semua masalah kekecewaan ,dan itu bukan cuma dari satu pihak, tapi banyak pihak yang ikut andil.

Semua memainkan peranannya , sebagian masih memakai topeng kepalsuan dalam episode yang tertumbuk menyatu dalam irama dunia, sebagian lagi terang terangan menampakkan sisi hitamnya para setan, dan sisi putih dari wujud setan yakni pengabdian dan kepercayaannya pun masih dipegang teguh oleh mereka meski dengan tangan yang berbeda. tangan kotor yang berisi noda hitam kelam dari tiap jejak rekam masalah yang pernah timbul.

Satu persatu lembaran jurnal itu mengisahkan ceritanya sendiri, bukan tentang cinderella, putri tidur ataupun sejumlah dongeng pengantar tidur, tapi justru kisah mencekam bagai drama kejam pembunuhan yang membuat semua orang menahan nafasnya , terdiam dan dikepung ketakutan. mereka cuma bisa menanti datangnya keputusan penghakiman dari orang orang yang benar benar lurus dalam hidupnya atau bahkan dihakimi sekelompok orang yang berlindung di balik kejahatan orang lain untuk menutupi kejahatannya.

Tidak ada satupun yang mau bergerak dari tempatnya, seakan menunggu aba aba sang algojo, ketegangan jelas merambat dalam nadi mereka, keringat dingin mereka menandakan betapa bersalahnya perbuatan itu dulu, semua media siap mencabik dan memakan habis semua prestasi mereka, melumat sebesar apapun nama baiknya.

Semua cuma karena sebuah jurnal, jurnal yang menyimpan jutaan kebusukan dari orang orang yang menganggap pekerjaan mereka itu adalah tambang emas bagi mereka yang bekerja tanpa aturan perusahaan, mengambil sisa sisa dari keringat yang dperas dengan letih dan susahnya para pekerja di garda depan, bahkan terkadang memakan habis dari kepala hingga buntutnya, sebuah perbuatan yang terkadang dilindungi untuk melindungi praktek kejahatan yag lebih besar lagi.

Belai mesra rupiah telah memaksa sedikit dari kita untuk membentuk jurnal busuk, membangun sebuah hegemoni luar biasa besarnya dalam satu kekalutan dinamika usaha, menghancurkan sisi sisi kode etika kehidupan yang susah payah dipertahankan leluhur kita, semua karena sedikit godaan yang besar akibatnya, saling bungkam, saling diam bahkan cenderung pasif menghindar dan bertahan , sifat sifat yang merusak dalam sistem kita. so mari kita lucuti kebusuka dari jurnal, hingga takkan ada lagi kematian dan pertahanan ekonomi yang mendorong pola pikir sistemik tentang darurat ekonomi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun