Judul Buku : Alangkah Lucunya Sekolah Negeri Ini
( Potret Miris dan Jenaka Dunia Sekolah di Indonesia )
Pengarang : Toto Suharya, Herlan Firmansyah dan Asep Iin
Kategori : Non Fiksi
ISBN : 978-602-96851-2-1
Ukuran : 14.5 X 20.8 Cm
Halaman : xiv + 134 halaman
Cover : Soft Cover
Penerbit : Penerbit Progressio Publishing
Terbit : 2010
Harga : Rp.33.000,-
Sejak lulus 2 tahun yang lalu, Muluk masih juga belum mendapatkan pekerjaan. Keinginannya untuk membantu sang ayah, Pak Makbul dan kenyataan ia sudah dijodohkan dengan anak gadis Haji Sarbini membuat Muluk sedikit frustasi karena terlalu lama menganggur. Muluk akhirnya menemukan ide untuk beternak cacing, tapi belum apa-apa sudah banyak orang yang mengejeknya. Pintu kesempatan tampaknya baru saja terbuka dan takdir mempertemukannya dengan seorang pencopet cilik. Dengan geram Muluk meringkus anak tersebut dan mengancam melaporkannya kepada polisi. Beberapa waktu kemudian, di sebuah warung Muluk bertemu dengan Komet. Komet akhirnya membawa Muluk ke markasnya dan memperkenalkan dengan Jarot yang menjadi pemimpin para pencopet. Di tempat ini, Muluk diperkenalkan dengan Bang Jarot selaku bos pencopet yang mengurus sekumpulan anak-anak yang pekerjaannya tidak lain adalah mencopet. Lahirlah ide gila yang muncul entah darimana, Muluk mengajak Bang Jarot dan anak-anak pencopet ini untuk melakukan kerjasama dengannya. Sebuah kerjasama yang melibatkan ilmu yang didapatnya dari bertahun-tahun kuliah, yakni manajemen.
Bukan manajemen biasa, melainkan manajemen copet! Muluk menjelaskan bahwa dia akan membantu mengatur keuangan para pencopet, dengan mengelola pendapatan yang dihasilkan pencopet setiap harinya untuk disimpan dalam bentuk tabungan. Sedangkan Muluk sendiri akan mendapat 10% sebagai “upah”-nya. Tidak hanya akan ditabung, si sarjana manajemen ini juga menjanjikan kelak mencopet akan menjadi masa lalu, karena Muluk akan memikirkan usaha yang lebih halal dengan uang simpanan di bank. Awalnya ide Muluk ini tidak begitu saja diterima oleh anak-anak yang sudah “terbiasa” mencopet seenaknya tanpa aturan. Mereka tidak suka diatur-atur oleh Muluk, tetapi manajemen baru ini tetap berjalan dengan didukung oleh bang Jarot, yang sangat percaya kepada Muluk. Secara umum, kelompok pencopet ini dibagi menjadi 3, yaitu kelompok mall yang terdiri atas pencopet yang berpakaian paling bagus dan “gaul”, kelompok pasar yang berpakaian paling kumal, dan kelompok angkot yang berpakaian sekolah. Setiap kelompok memiliki pemimpin dan metode kerja sendiri-sendiri. Muluk pun menyadari bahwa anak-anak ini juga butuh pendidikan, dan untuk mengajar mereka, Muluk meminta bantuan Samsul, seorang Sarjana Pendidikan pengangguran yang sehari-hari hanya bermain kartu saja agar mempraktikan apa yang telah diperoleh dari kuliahnya dulu. Sebuah permasalahan kecil terjadi saat ayah Muluk bertanya mengenai pekerjaannya. Dengan terpaksa Muluk menjawab bahwa pekerjaannya adalah di bagian Pengembangan Sumber Daya Manusia. Beberapa waktu kemudian, Haji Rahmat meminta Muluk agar dapat mempekerjakan anaknya, Pipit, karena sehari-hari Pipit hanya mengurusi kuis-kuis di televisi dan mengirim undian berhadiah kemana-mana. Muluk-pun menyanggupi hal tersebut dan mengajak Pipit untuk mengajar agama bagi anak-anak pencopet. Rasa penasaran pun muncul dari Pak Makbul ayah Muluk, Haji Rahmat ayah Pipit, dan Haji Sarbini calon mertua Muluk. Mereka pun bersikeras hendak melihat tempat kerja Pipit, Muluk dan Samsul. Mereka amat terkejut sewaktu mengetahui bahwa anak-anak mereka rupanya bekerja untuk para pencopet . Pertentangan batin yang hebat segera terjadi di hati mereka yang juga mempengaruhi Muluk, Pipit, dan Samsul. Mereka akhirnya berhenti mengajari anak-anak itu. Setelah itu, Jarot memberikan pengarahan kepada anak-anak itu tentang bagaimana mereka seharusnya mencari uang dengan uang halal. Golongan copet pasar akhirnya sadar dan mereka berubah profesi menjadi pedagang asongan, golongan mall dan angkot tetap pada profesi mereka yaitu pencopet. Namun, saat golongan copet pasar sedang berdagang di jalan raya tiba-tiba ada satpot pp yang menertibkan jalanan tersebut. Anak-anak banyak yang tertangkap tetapi pada saat itu. Muluk melihat kejadian itu dan mengaku kepada satpol pp bahwa dia adalah orang yang menyuruh anak-anak itu mengasong (bos mereka). Sehingga, Muluk pun dibawa pergi oleh satpol pp tersebut. Lalu, Pipit kembali mengikuti kuis – kuis di televisi, dan Samsul kembali bermain kartu bersama keempat temannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H