Cara berpikir manusia tidak lepas dari sifat dan tingkah laku manusia itu sendiri, tetapi banyak juga yang belum bisa beradaptasi mengenai cara berpikir di zaman yang serba canggih ini, contohnya orang tua. Masih sering kita temui orang tua dengan pola pikir kuno dalam memberikan pola asuh pada anak.
Orang tua ialah cerminan sekaligus pedoman bagi anak. Orang tua yang hidup sebelum era digital memiliki pola pengasuhan yang  bisa dibilang strict atau ketat, tidak heran bila pola pengasuhan seperti itu dapat mengakibatkan kekerasan pada anak khususnya remaja yang membuat psikologi anak terganggu dan dapat membentuk karakter yang buruk.Â
Apabila  orang tua belum menerapkan pola  asuh  dengan baik dan benar, akan memicu permasalahan baik dari internal anak itu sendiri maupun terhadap lingkungan, bahkan anak dengan orang tuanya.
Isu mental health menjadi dampak dari pola pengasuhan yang salah
Mental health adalah kondisi yang berkaitan dengan batin dan watak manusia. Kesehatan mental merupakan keadaan individu ketika ia berkembang baik secara spiritual, fisik, Â dan sosial nya sehingga ia sadar dengan kemampuannya sendiri, serta dapat mengatasi berbagai tekanan, memberi kontribusi, dan bekerja produktif. Namun kesehatan mental akan terganggu apabila seseorang tersebut emosional.Â
Orang yang memiliki gangguan kesehatan mental akan menjadikan suasana hati, dan kemampuan berpikir yang berefek pada tindakan buruk.Â
Kesehatan mental yang tergganggu ini  dapat mengakibatkan masalah terutama dalam melakukan aktivitas, tidak hanya merusak hubungan interaksi, namun juga dapat menyebabkan penurunan hasil kinerja di sekolah.Â
Salah satu contoh nyata dari isu kesehatan mental adalah banyak anak terlantar yang memilih untuk hidup sendiri bahkan tinggal dijalanan karena tidak kuat dengan keadaan dan pola asuh orang tuanya. Ini dikarenakan remaja memiliki depresi sebesar 6,2% dan memilih untuk mengindari depresi tersebut dengan pergi dari rumah.
Pola asuh adalah macam-macam cara yang digunakan untuk mendidik atau mengarahkan anak. Umumnya istilah ini digunakan oleh orang tua yang mendidik anaknya.Â
Sedangkan remaja adalah berpindahnya masa dari anak menjadi dewasa umumnya sekitar umur 11 -- 20 tahun. Remaja juga disebut sebagai masa pubertas dimana perkembangan anak secara seksual menuju kematangan. Masa remaja sangat rentan dan mudah tersinggung terhadap sesuatu.
Bentuk Pola Asuh dan Kaitannya dengan Kesehatan Mental Remaja
Menurut Hurlock (1999) menyebutkan ada 3 bentuk pola asuh diantaranya,
1. Pola Asuh Otoriter
Sifat dari pola asuh otoriter ini keras dengan cara pengasuhan mengatur dan memaksa. Pola asuh ini biasa disebut strict karena tuntutan orang tua terhadap  anaknya  untuk menuruti segala kemauan dan perintahnya. Saat anak tumbuh remaja, pola pengasuhan ini akan menyebabkan remaja menjadi trauma karena kerasnya didikan, stress, bahkan depresi.Â
Apabila diterapkan pola asuh otoriter, akan membuat remaja merasa dikekang sehingga kesehatan mental dari remaja tersebut dapat terganggu. Sikap orangtua yang mengekang menyebabkan keadaan remaja semakin tidak dapat mengekspresikan emosionalnya dengan baik.Â
Dampak lain dari pola asuh otoriter, menyebabkan remaja berusaha mengindari temannya bahkan anggota keluarganya sekalipun. Perilaku remaja yang menyendiri tersebut dianggap wajar oleh orang tua, padahal itu merupakan salah satu bentuk terganggunya mental emosional.Â
Efeknya, remaja akan selalu bertopang kepada orang lain, sulit untuk mengambil keputusan sendiri, dan tidak memiliki pendirian. Misalnya remaja dengan pola asuh otoriter lebih memilih untuk menghindar dari orang tuanya karena merasa mental akan lebih aman jika menjauh dari paksaan orang tua.
2. Pola Asuh Permisif
Yang mana menekankan kebebasan pada anak dalam melakukan kegiatan, sedangkan orang tua kurang memedulikan perkembangan anak. Perkembangan anak dominan berasal dari lembaga formal. Bentuk pola asuh ini cenderung memperbolehkan anak melakukan apa saja, dan orang tua memberikan kehangatan (memanjakan).
Hal ini akan memengaruhi kesehatan mental remaja dimana lingkungan eksternal lah yang akan membentuk mental remaja tersebut. Jika remaja dapat menjaga diri dan mengendalikan emosinya, ia tidak akan terpengaruh pada lingkungan yang negatif.Â
Namun, jika remaja tidak dapat mengendalikan emosinya, justru ia akan terjerat pada lingkungan yang negatif yang akan membawa dampak buruk pada mental remaja. Remaja ini berada pada usia yang labil dan masih rentan terhadap sesuatu yang dialaminya.
3. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis cenderung mengutamakan kebutuhan anak, namun orang tua juga bertugas menuntun dan mengawasi anak. Tindakan orang tua yang menggunakan pola asuh ini selalu berdasarkan dengan pemikiran-pemikiran yang logis. Perkembangan anak akan mempunyai karakter yang percaya diri, keingintahun tinggi dan positif, dapat menghargai orang lain.
Pola asuh ini bisa dikatakan baik bagi kesehatan mental remaja karena orang tua memberikan kekeluasaan dan opportunity kepada remaja untuk melakukan suatu tindakan namun kebebasan dari tindakan tersebut ditanggung oleh remaja sendiri.Â
Pola ini menjadikan remaja lebih inisiatif untuk bertindak dan membangun relasi yang baik antara keduanya. Kesehatan mental remaja pada pola asuh ini juga menyesuaiakan bagaimana remaja menerima proses tersebut. Kendati demikian, orang tua harus mempertahankan pola asuh ini sejak usia anak sampai remaja agar remaja terhindar dari masalah mental.
Berdasarkan pola asuh yang telah diidentifikasikan oleh Hurlock, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya berbagai macam pola asuh orang tua dianggap baik oleh mereka menurut pandangan mereka sendiri karena orang tua juga ingin memberikan yang paling baik untuk anaknya. Namun, disamping itu pasti ada kelemahan dan kelebihan dari macam-macam pola asuh tersebut.Â
Pola asuh memengaruhi perilaku dan kesehatan mental pada remaja baik itu kesehatan mental remaja terganggu atau bahkan membangun kesehatan mental pada remaja.
Keluarga memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan menjaga kesehatan mental remaja terutama pola pengasuhan orang tua. Banyak orang tua yang memiliki pola pikir mendisiplinkan anak dengan menggunakan kekerasan dan menganggap cara itu adalah hal yang lumrah.Â
Oleh karena itu, khususnya orang tua memiliki peranan esensial untuk mengajari, memberi kasih sayang, mendidik, dan memberi rasa aman bagi remaja serta menggunakan pola asuh yang selaras dengan tumbuh kembang anak menuju remaja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H