Mohon tunggu...
BHITA CAHYA KIARA
BHITA CAHYA KIARA Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

hobi menonton film dan berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nilai Toleransi dan Kebangsaan dalam Budaya Toraja

25 Oktober 2024   16:48 Diperbarui: 25 Oktober 2024   16:57 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tana Toraja merupakan salah satu daerah yang berada di Sulawesi Selatan,  masyarakat yang tinggal disana dikenal sebagai masyarakat  yang multikultural, memiliki beragam suku, ras dan agama. Kerukunan yang terbentuk di Tana Toraja ini menciptakan kehidupan yang damai, karena dengan  perbedaan keyakinan masyarakat disana memiliki cara tersendiri untuk melestarikan kebudayaan dan bertoleransi antar umat beragama. Masyarakat di Tana Toraja  menganut agama yang mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, tetapi sebagian masyarakat menganut agama Islam dan kepercayaan animisme atau dikenal sebagai Aluk To Dolo.Lalu tradisi Tolu Batu Lalikan dinilai memiliki ikatan budaya dan agama, sehingga menciptakan adanya toleransi yang tinggi dan saling menghargai.  Dengan adanya tradisi tersebut masyarakat Toraja tidak mudah terprovokasi oleh oknum yang ingin memecah belah masyarakat Toraja. 

Selain itu masyarakat yang memiliki perbedaan keyakinan juga selalu berpartisipasi atau ikut dalam kegiatan upacara adat. Mereka juga tetap menghormati keyakinan orang lain dengan tetap mengikuti peraturan keagamaan masing-masing. Seperti hal nya saat umat kristiani sedang merayakan natal mereka berbondong bondong dengan senang hati menawarkan bantuan apa saja yang bisa mereka lakukan tanpa harus disuruh ataupun di undang terlebih dahulu. Dan sebaliknya jika umat Islam merayakan idul fitri, Maulid Nabi, isra mi' raj dan acara lain nya mereka saling membantu dan juga ikut meramaikan acara idul fitri tersebut dengan begitu toleransi antar umat beragama sangat erat sehingga terciptanya kerukunan setiap keyakinan.

Termasuk juga jika ada orang yang meninggal. Semua warga ikut berbaur dalam kegiatan tersebut tanpa membeda bedakan agama, mulai dari mengurus jenazah hingga pemakaman. Dan apabila ada masyarakat yang meninggal dunia, tanpa harus membedakan agama mereka membantu untuk mengurus jenazah hingga pemakaman selesai. Ada beberapa contoh adat istiadat yang memiliki ikatan budaya, tradisi dan keagamaan. Salah satu nya adalah upacara rambu Solo merupakan ritual upacara pemakaman yang merupakan salah satu bentuk penghormatan terakhir kepada orang yang sudah meninggal.

Upacara ini bertujuan mengantarkan roh manusia yang sudah meninggal ke alam baka. Upacara ini berlangsung selama 3- 7 hari dan memakai banyak hewan untuk di kurbankan sesuai dengan tingkatan sosial. Upacara Dasili, diperuntukan oleh tingkat sosial paling rendah, Upacara Dipasangbogi, diperuntukan oleh rakyat biasa yang dilakukan hanya satu malam, Upacara Dibatang atau Digoya Tedong upacara yang diperuntukan oleh bangsawan menengah dan bangsawan tinggi yang tidak mampu, Upacara Rampasan diperuntukan oleh bangsawan tinggi. Masyarakat masih banyak yang memegang adat istiadat mereka yang disebut Aluk To Dolo. Sehingga mayat tersebut disimpan sampai  kesepakatan ritual yang disepakati oleh keluarga berjalan dengan lancar.

Lalu mayat akan disimpan di Gua Londa atau kubur batu yang diperuntukan masyarakat suku Toraja dan keturunan nya. Selama mayat tersebut disimpan mereka menganggap mayat tersebut sedang sakit. Alasan lain mayat tersebut disimpan di Gua karena bertujuan untuk menunggu kedatangan para keluarga yang sedang merantau atau jauh dari kampung halaman. Maka dari itu mayat diawetkan didalam Gua selama 36 hari dan setelah melaksanakan beberapa ritual seperti membangun pondok untuk para tamu yang hadir untuk berbelasungkawa dan menyiapkan hewan ternak seperti babi dan kerbau, lalu mengqurbankan dengan cara menyembelih leher hewan yang di qurbankan tersebut. Setelah melakukan semua kegiatan ritual dengan lancar lalu, mayat dibawa keliang lahat untuk dikuburkan lalu di arak arak oleh masyarakat setempat.

Setelah upacara Rambu Solo selesai dilaksanakan. Ada ritual Ma' Nene  yang merupakan ritual untuk mengenang atau membungkus kembali mayat. Dimulai dari anggota keluarga yang membawa jenazah dari Patane atau kuburan keluarga. Ritual ini dilaksanakan pada bulan Agustus dengan jangka waktu 3 tahun sekali setelah masa panen. Ritual ini juga wajib dilakukan setiap musim panen dikarenakan nenek moyang zaman dahulu yang sering melakukan ritual tersebut ketika setelah panen dilakukan, yang merupakan ungkapan syukur masyarakat Toraja atas apa yang telah diberikan. Ritual tersebut bertujuan untuk membersihkan jenazah yang sudah diawetkan selama puluhan atau ratusan tahun bahkan hingga menjadi mumi. Setelah dikeluarkan dari peti jenazah di jemur terlebih dahulu sebelum dilakukan pembersihan, setelah itu baru masyarakat menggantikan pakaian atau kain dengan yang baru dan mengganti peti yang mulai melapuk. Selain itu anggota keluarga berbondong bondong membawa ramuan ramuan untuk pengawetan mayat seperti kapur sirih, daun pinang, campuran daun pinus dan tille atau bambu kecil dan lain lain. Anggota keluarga juga membawa makanan atau barang barang yang disukai oleh jenazah semasa hidupnya.

Ritual ma'nene ini dihadiri oleh semua anggota keluarga jenazah, masyarakat awam juga dapat ikut serta menghadiri ritual tersebut. Anggota keluarga juga diharuskan membawa hewan persembahan yaitu babi dan kerbau serta membawa bumbu bumbuan yang nanti nya akan dimasak dan dimakan bersama oleh masyarakat. Hewan yang di qurbankan biasanya menggunakan cara dengan menombak tepat langsung dibagian jantung nya.  Dan orang yang menombak nya harus memiliki keberanian yang tinggi dan memiliki keahlian serta tidak memandang status sosial nya. Mereka percaya dengan diawetkan nya jenazah yang sudah meninggal jiwa atau roh mereka bisa tetap terhubung dan tidak dipisahkan dengan kematian. Melakukan kegiatan tersebut menurut suku Toraja wajib untuk dilaksanakan sepenuhnya karena masyarakat suku Toraja percaya bahwa apabila ritual penghormatan terakhir tidak dilakukan oleh keluarga yang masih hidup maka mereka akan mendapatkan karma yang buruk. Itu sebab nya masyarakat disana sangat percaya pada tradisi yang turun temurun dari nenek moyang tersebut. Dan sebaliknya jika masyarakat melakukan ritual yang di amanatkan oleh nenek moyang mereka, mereka akan mendapati karma baik semasa hidupnya.

Sedangkan masyarakat muslim yang tinggal di daerah Toraja tidak diwajibkan untuk mengikuti kegiatan ritual rambu Solo dan ma'nene seperti masyarakat Aluk To Dolo. Karena dalam Islam mempercepat proses mengkuburan jenazah lebih disarankan dalam ajaran islam, akan tetapi mereka tetap melakukan penqurbanan hewan seperti kambing, kerbau, sapi, kuda dan hewan halal lain nya. Tidak menggunakan babi seperti masyarakat Aluk To Dolo, menyembelihan hewan qurban yang dilakukan oleh masyarakat muslim juga dengan hati hati mengikuti ajaran syariat Islam. Tradisi yang ada dalam masyarakat Toraja dan bertentangan dengan ajaran syariat Islam tidak dijalankan. Dengan adanya perbedaan keyakinan tidak membuat masyarakat Toraja terpecah belah, mereka semakin memperat tali silaturahmi dengan memberikan sikap saling menghargai dan mentoleransi setiap permasalahan yang ada.

Masyarakat yang menganut agama Kristen, Islam, Atuk To Dolo dan upacara adat lain nya juga saling melestarikan tradisi yang sudah ada pada zaman dahulu yang di amanatkan oleh nenek moyang sehingga kebudayaan yang ada dapat menciptakan berbagai ikatan sosial yang tinggi.  Walaupun perkembangan zaman yang saat ini semakin canggih dan maju kita tidak boleh melupakan kebudayaan yang ada, karna kebudayaan itulah yang membuat ciri khas bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa lain nya. Nilai yang terkandung dalam kegiatan ritual ataupun upacara adat yaitu nilai estetika yang memiliki keindahan dalam budaya, nilai agama yang menjunjung tinggi toleransi yang ada, nilai gotong royong, nilai religius dan nilai moral yang sangat penting dalam kehidupan yang kita jalani saat ini. Dengan begitu memperkaya ilmu dengan mengetahui budaya yang ada di Indonesia menjadikan kita lebih mengenal bangsa yang kita tinggali saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun