Mohon tunggu...
Bhayu Parhendrojati
Bhayu Parhendrojati Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Selalu tenggelam dalam teknologi, manusia, alam, duniawi, macet, hayalan tinggi dan lalai namun selalu mengharap Ihdinashshirothol Mustaqiim..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tuhan dan Agama

21 Juli 2015   03:49 Diperbarui: 21 Juli 2015   03:51 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillahirahmannirrohiim..

Topik ini tidak ringan seperti artikel saya yang lain, karena per-hari ini, ada dua artikel yang saya baca tentang Agama dan Tuhan. Walau berbeda, keduanya mempunyai perspektif yang 'mirip' dengan saya ketika saya masih kuliah di yogyakarta di lebih satu dekade yang lalu, yaitu membenturkan keduanya hanya secara besaran angka dan fisik semata, tidak dibenturkan ke hakikat dan ma'rifatNYA. Iyyakana' buduwwa'iyyakansh ta'iin, Ihdinash shirotholmustaqiim..

Mari kita awali dengan bahasan 'Tuhan' terlebih dahulu. Tuhan tanpa adanya kita, dia akan sudah ada, karena eksistensi Tuhan tidaklah membutuhkan kehadiran manusia, makhluk dan atau apapun juga. DIA ada karena memang dia ada. Karena DIA bukanlah sesuatu yang tidak ada lalu kemudian menjadi ada, dan dia tidaklah menyerupai apa pun baik bentuk, suku, kelamin, perspektif, dasar dan pola pikir dan bahkan segala proses yang ada di muka bumi dan alam semesta, tidaklah ada satu yang dapat menyerupai DIA, sedikit-pun juga.

Sesembahan dan segala puja dan puji manusia kepada DIA bukan karena DIA yang membutuhkannya apalagi melihat dari sudut pandang jika DIA itu gila akan sesembahan dan segala puja dan puji, melainkan karena kita yang membutuhkanNYA. Jikapun kita merasa kita tidak membutuhkannya dengan lebih memilih kepada ilmu sains dan atau kebendaan lainnya yang 'fana', maka DIA pun tidak akan berkurang kebesaran dan kemuliaannya. Kita menyembah, memuji, memuja dan meminta karena secara hakikat kita memang butuh DIA dalam kehidupan ini, kehidupan yang penuh dengan kebathilan, kesengsaraan dan yang rusak-rusak lainnya. Karena jika telah bersama dengan yang kekal, yang fana akanlah hanya akan kita jadikan komplemen/ sekunder dari segala kehidupan yang kita arungi ini.

Dan jika anda ingin mengerti sifat-sifat Tuhan, belajarlah kepada Imam Bukhori, Muslim, Syafi'i, Hambali dan lainnya, namun jika ingin belajar hakikat dari segala sifat Tuhan tersebut, baca dan pelajarilah kitab-kitab Imam Ghozali, Ibnul Aljauzi, Ibnu Atha'illah, Abdul Qodir Al-Jaelanni dan lainnya. Di Indonesia, banyak ulama yang begitu baik menerangkan apa itu Tuhan dan Agama, untuk hal ini saya banyak belajar dari banyak ulama, seperti Kyai Hasyim Ashari, Abdurrahman Wahid, Ahmad Dahlan, Buya Hamka, Nur Kholis Madjid, Aqil Shiraj, Mustofa Bisri, Quraish Shihab, Mustafa Mas'ud Al-Haqqan, Firanda Andirja dan lain sebagainya, dan dari budayawan dan atau sastrawan seperti Ronggo Warsito, Mangun Widjaja, Ajib Rosidi, Bagong Kasudiardjo, Jadug, Ainun Nadjib, Sudjiwo Tedjo, Anis Sholeh dan lain sebagainya.

Bagaimana dengan perspektif dari kitab dan buku dari agama selain Islam? Islam menganut konsep muthawatir, ahad, ijma/ fatwa dan qiyash dalam mengartikan segala yang sudah kita baca dan pelajari, apapun itu. Dan jika konsep kitab dan buku dari agama lain memang menggunakan konsep yang secara kabar dan atau nilai ilmiahnya dapat dipertangjawabkan, maka saya berpikir ini dapat dibolehkan (ini hanya pendapat pribadi saya sendiri, monggo dikoreksi jika saya salah).

Saat ini pun dasar berpikir dari Islam digunakan oleh ilmuwan di seluruh dunia, dimana di dunia IT, muthawatirnya dapat berupa organisasi seperti IEEE, IETF, ISO dan lainnya. Dan ahad dapat kita simpulkan sebagai temuan dari peneliti secara individu atau badan kecil, misalnya orang yang menemukan listrik, lampu, telepon dan sebagainya. Untuk ijma, ini bisa dikeluarkan oleh si-muthawatir atau sekelompok orang yang memang dipercaya untuk mengeluarkan ijma atau fatwa. Sedangkan qiyash dapat dilakukan per-skenario dengan menggunakan dalil aqli (menurut Ibnu Khaldun, qiyash biasanya menggunakan metode matematika, fisika dan atau biologi).

Akankah ini dapat bertentangan secara hasilnya? Segala pertentangan hasil pemikiran para imam dan ulama klasik sekalipun (misalnya perbedaan pandangan tentang bank dari Imam Hambali, Maliki, Syafi'i dan Hanafi) pada akhirnya akan disundulkan atau dikembalikan kepada Tuhan itu sendiri, karena DIAlah pemilik segala kebenaran yang mutlak, dan manusia dengan segala kelemahan dan kekurangan hanya dapat berusaha saja, mengenai benar dan atau tidaknya, dikembalikan kepada Tuhan. Dan ini berlaku kepada kondisi saat ini. Ketika ada perbedaan dalam memandang konteks teknologi, misalnya dalam konteks 'open-source' dan sebaliknya, maka ini akan dikembalikan kepada si-pengguna. Dan ini dapat juga linear dengan mengembalikan segala hal yang dipertentangkan kepada si pemilikNYA langsung, "Tuhan".

Lalu apa itu agama? Agama diturunkan melalui wahyu kekasihNYA, "Nabi" dan "Rasul". DIA menerangkan dengan jelas siapa, apa dan nama Tuhan. DIA juga menjabarkan apa dan bagaimana segala makhluk di muka bumi dan alam semesta. Pemahaman teks-teks Allah adalah dasar dalam kita bertindak dan berbuat. Dan kita, manusia, adalah satu-satunya makhluk ciptaanNYA yang mahasempurna. Dan kesempurnaan itu adalah dipertemukannya ruh dan wadah/ jasad, dimana seluruh makhluk, bahkan jin, iblis dan malaikat tidak diberikan jasad seperti manusia. Di lain waktu saya akan bahas lebih dalam lagi tentang hal ini.

Saya akan mencoba menjabarkan jasad dengan analogi IT, yaitu otak adalah perangkat keras (hardware) dan akal dan pikir adalah perangkat lunaknya (software). Dimana akal adalah operating systemnya (OS), dan pikir itu adalah aplikasi-aplikasi yang berjalan di perangkat operating system. Dalam pendekatan bahasa, akal sendiri berarti 'tali pembatas', dan pikir mempunyai arti 'menggali'. Jadi merunut hal ini, sudah barang tentu jika OS dari hardware punya kemampuan terbatas, berbeda dengan aplikasi (pikir), dia dapat berupa apapun, karena dia tidak dibatasi kecuali oleh operating system (akal) itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun