Mohon tunggu...
Bhayu Parhendrojati
Bhayu Parhendrojati Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Selalu tenggelam dalam teknologi, manusia, alam, duniawi, macet, hayalan tinggi dan lalai namun selalu mengharap Ihdinashshirothol Mustaqiim..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jusuf Kalla di Antara 'Speaker' Masjid dan Tragedi Tolikara

20 Juli 2015   05:13 Diperbarui: 20 Juli 2015   08:30 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir dapat dipastikan jika setiap masjid di seluruh Jakarta dan provinsi (khususnya) dengan mayoritas beragama Islam memiliki speaker sebagai pengeras suara untuk panggilan adzan dan juga biasanya digunakan untuk mengumandangkan ayat-ayat Alquran, bacaan sholat berjemaah, dakwah dan atau sekedar dzikir dan sholawatan bersama.

Akhir-akhir ini 'speaker', terutama yang berada di masjid-masjid 'dipersudutkan' dan 'diminorkan' dikarenakan suara yang dihasilkan sangat keras sehingga dianggap mengganggu, terutama di saat menunggu adzan shubuh dan juga adzan magrib. Karena seperti kita tahu jika masjid-masjid biasanya memperdengarkan suara mengaji menggunakan rekaman yang diputar oleh "tape-recorder'. Hal ini, baru-baru ini diutarakan oleh seorang wapres RI, "Jusuf Kalla".

Jika ditanyakan, apakah pendapat pribadi saya tentang pemutaran 'tape-recorder' yang melantunkan firman Allah SWT? Jujur, saya sendiri tidak begitu menyukai hal ini. Bukan karena 'content'-nya, melainkan karena suara yang terdengar sangat keras tersebut cenderung terdengar melengking. Dan secara akustik, suara keras tersebut terdengar ditekankan hanya pada 'suara tengah' saja, tanpa adanya 'suara bawah' (bass) dan suara atas (trebel). Jika ingin tahu apa itu suara tengah, suara atas dan suara bawah, jangan sungkan untuk membaca dan mempelajari sistem audio elektronika.

Dan monggo jika hendak mencoba secara langsung, aktifkan MP3/ MP4 Player pada laptop anda, lalu atur 'equalizernya' dengan menaikkan 'suara-tengah' secara maksimal, lalu turunkan 'suara bawah' dan 'suara atas' di angka minimal, maka dengarkan sendiri, lagu dan musik yang seharusnya terdengar secara indah dan penuh nada menjadi terdengar cempreng dan melengking nan tak enak didengar.

Ini berlaku kepada apa dan siapapun yang diperdengarkan, entah itu "Noah", "Wali" dan atau "Opik" atau "Bimbo" sekalipun! Lalu, pastilah anda akan mengira perangkat speaker anda rusak, baik yang menggunakan 'active speaker' atau sekedar menggunakan 'head-phone'. Bukan!, hal ini bukan karena active speaker atau head-phone anda yang rusak. Ini diakibatkan karena ketika equalizer memangkas suara bawah dan suara atas, dan menaikkan suara-tengahnya, maka apapun yang keluar dari hasil setting-an equalizer tersebut akan terdengar cenderung bising dan melengking.

Hal ini akan jauh berbeda ketika saya memutarkan murothal yang saya sukai, seperti Mishary bin Rashid Al-Afasy dan atau Abdurrahman As-Sudais dengan setting-an equalizer yang pun saya sukai, maka itu akan berbanding terbalik jika suara murothal yang saya dengar berasal dari suara speaker masjid. Selanjutnya di telinga saya, murothal tersebut akan terdengar lembut, mendayu, menenangkan dan bahkan merasuk hingga hati dan jiwa (tak jarang hingga meneteskan air mata).

Jadi apa selanjutnya yang harus diperbuat oleh masjid terhadap speaker-speaker yang sudah ada? Jika boleh menyarankan, mulailah dengan memperbaiki dan atau mengganti perangkat-perangkat speaker tersebut agar lebih enak untuk diperdengarkan, pun agar dakwah yang digaungkan oleh ulama di masjid-masjid, yaitu 'amar ma'ruf nahi mungkar' hasilnya dapat lebih maksimal lagi bukan?. Karena, bukankah Rasullullah mengatakkan jika kita ingin mengajak sesuatu kebaikkan pun dengan cara yang baik juga bukan? Saya berkeyakinan (insyaAllah), akan banyak umat yang tidak segan untuk menyisihkan rizkinya untuk membantu masjid-masjid dalam penggantian speakernya sehingga dihasilkan suara gema speaker masjid yang indah nan enak diperdengarkan.

Lalu apa hubungannya speaker dan pembakaran masjid di Tolikara, Papua? Apapun alasannya, apapun bentuk dan hasil dari suara speaker yang dihasilkan, buruk dan sangat buruk sekalipun hasil suara dari speaker tersebut, tidaklah dapat dibenarkan penyelesaiannya dengan 'kekerasan'. Apalagi banyak yang bersuara jika masjid tersebut memang tidak mempunyai menara yang dapat digunakan untuk tempat speaker dan bahkan perangkat speaker-pun ternyata juga tidak dimiliki oleh masjid tersebut. Dan sudah barang tentu, kita sangatlah berduka atas terjadinya tragedi ini!

Jadi bagaimana isu ini dapat ada dan berkembang, "Kekarasan Akibat dari Speaker Masjid"? Isu ini seperti luka yang muncul di atas luka, selain berita tersebut bohong belaka, isu speaker yang nyata-nyata juga berasal dari orang nomor 2 (dua) di negeri ini telah menggambarkan jika pemimpin yang kita miliki sekarang ini ternyata tidak punya rasa empati sama sekali, baik dengan para 'korban' di Tolikara atau 'umat Islam' secara keseluruhan, yang kebetulan sedang melaksanakan hari 'kemenangannya' setelah berpuasa selama 1 (satu) bulan penuh. Astaghfirullah.

Apa hikamah yang kita dapatkan tentang omongan 'JK dan speakernya' tersebut? Tentunya ini akan menambah wawasan kita jika pemimpin negeri ini masih cukup jauh dengan yang kita harapkan selama ini, baik dari penguasaan masalah maupun dalam melihat masalah. Ini berakibat jalan keluar dari masalah yang akan kita hadapi ke depan akan semakin gelap, layaknya dituntun oleh 'orang buta'.

Menurut Islam, adzab suatu kaum adalah diberikannya pemimpin yang zalim dan pandir? Yupz, benar sekali!, dan meminjam istilah kampanye si no.2 di 2014 lalu, "jika pemimpin itu adalah kita", dan karena itu hasil dari pilihan kita, marilah untuk tetap kita hormati itu dengan tak lupa memberikan saran dan mengingatkan dengan cara yang santun dan juga tak lupa untuk terus berdoa ke Tuhan YME agar dapat diberikan pertolongan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun