Perbuatan 'menjijikkan' dari segelintir masyarakat di Tolikara, Papua terhadap umat Islam yang sedang menyelenggarakan ibadah sholat Iedul Fitri tak lepas dari campur tangan 'asing' dengan segala teknik dan taktiknya. Asing telah membentuk sedemikian 'canggih' untuk mewujudkan apa yang memang mereka inginkan dalam konteks 'kerukunan' (beragama) dalam bentuk 'propaganda'. Dan jikapun asing tidak ada campur tangannya secara langsung, maka ideologi mereka telah membantu memberikan 'bensin' dalam menyulut kejadian ini.
Bagaimana membuktikan isu adanya keterkaitannya pihak asing atas tragedi Tolikara, Papua? Jika ingin membenturkan dalam perspektif hukum, ini sangat sulit, karena membutuh alat bukti dan fakta yang empiris dan logik, dan ini bukanlah tugas saya melainkan para penegak hukum di neger ini. Namun jika ingin melihat isu ini dari sudut sosial dan budaya, saya dapat melihat hal ini adalah sebuah keniscayaan.
Secara garis besar, sesungguhnya, kekisruhan dan konflik yang muncul di setiap perbedaan di negeri ini, entah itu suku, ras dana ataupun agama jika hanya terjadi pada tataran lokal tidak akan pernah terjadi secara besar nan masif, kenapa? Ini dikarenakan kearifan lokal (morfologi) di setiap daerah di penjuru nusantara baik di pandang secara sosial dan individu di masing-masing daerah secara potensi tidak mendukung ke arah destruktif secara besar-besaran. Pun di dukung oleh mumpuninya aparat penegak hukum kita, baik Polri maupun TNI dalam menyikapi ini (jika sebuah isu terjadi tanpa adanya campur tangan pihak lain).
Apakah ini hanya sebuah terkaan tanpa dasar? Jika saya belum pernah melihat nusantara dari dekat, bolehlah dikatakan seperti itu, namun ketika saya mencapai hampir ke seluruh provinsi di negeri ini, dari sabang sampai dengan merauke, baik secara langsung maupun digambarkan oleh rekan, buku dan referensi lainnya, 'rasa-rasanya' kok hampir mustahil jika manusia negeri ini dapat berlaku seperti yang digambarkan oleh media saat ini, anarkis, brutal dan penuh rasa kebencian yang sangat di luar batas-batas akal dan kemanusiaan.
Mari kita bangun konstruksi jika tragedi kemanusiaan di Tolikara, Papua jika sebenarnya ini adalah 'ulah' dari pihak 'asing' dan hal ini ada dua alasan, pertama adalah adanya 'isu' sentimen Islam secara mendunia dan atau di negeri yang kebetulan mayoritasnya adalah pemeluk agama Islam. Dan isu yang kedua adalah adanya penciptaan kondisi tertentu demi tercapainya angka kapitalisasi yang diinginkan oleh negera pencipta kerusuhan di negeri ini. Kondisi tertentu di sini bersifat lebih luas, yaitu kekacauannya dapat berupa ekonomi, sosial, budaya dan atau pun agama.
Di sini saya hanya akan mencoba mengulas alasan pertama saja, yaitu adanya 'isu' sentimen anti-Islam yang tidak hanya terjadi di negeri ini, namun juga di dunia secara keseluruhan, adalah sebagai berikut,
1. Jika anda mau 'membaca' kekerasan dan pembantaian yang terjadi pada 'Muslim-Rohingya' yang terjadi baru-baru ini atau'Muslim-di Thailand Selatan', 'Muslim di Philipina', 'Pakistan', 'Sudan', 'Bosnia' dan atau Afghanistan yang semuanya berhubungan dengan Islam, dan lihat respons PBB yang dimotori oleh USA dan sekutunya?, Jika tidak mau dikatakan seolah diam tidak perduli, "Sangat pasif bukan?"
2. Dan mohon dibaca betapa perkasanya PBB jika itu menyangkut 'kepentingan' kapitalis non-Islam? Lihat akibat dari Iraq hingga saat ini dengan 'rekayasa 11 Septembernya' yang juga buatan USA', lihat juga beberapa negara Islam timur-tengah yang dirasakan 'mengganggu' kepentingan barat non Islam dibuat 'terkapar' oleh perang antar saudara sesama muslim sendiri.
3. Yang masih hangat, Hillary Clinton mengakui pada 'Times' jika ISIS adalah ciptaan USA dengan segala maksud dan tujuannya. Namun 'hebatnya', tetaplah Islam yang disudutkan, bukan si pencipta dari teror itu sendiri? Jadi penggunaan logika terbalik pada masyarakat kita juga dunia dalam memandang Islam memang sedikit banya telah sukses.
4. Pun berlaku terhadap kerasnya respons negara-negara 'barat' terhadap 'kisah-kisah' yang kebetulan terjadi di Papua yang mayoritasnya non-Islam dalam merespon apa-apa yang sudah kita lakukan terhadap gerakan 'separatis' tersebut? Yang kita dituduh anti HAM-lah, tiadanya pemerataan-lah dan hal-hal lain yang bersifat provokatif bagi rakyat Papua itu sendiri.
5. Di domestik kita, lihat betapa dunia seolah 'meram' dan memilih tidak tahu apa-apa ketika tragedi perang saudara di POSO, Sampit, Ambon, Madura dan pun 'tragedi Ahmadiah' di setiap pelosok neger ini seolah dipandang tiada pernah terjadi di mata negara-negara PBB yang memang kebanyakan 'dikuasai' oleh para non-Islam?
Setelah membaca ke-lima paparan di atas, mari kita lihat hal di bawah ini,
Bandingkan Korea Selatan dengan 'ulah Korea Utara', bandingkan Jepang dengan 'ulah China', bandingkan Ukraina dengan 'ulah Rusia'. PBB dengan USA dan sekutunya seperti sangat cepat sekali dalam merespons, baik preventif maupun ofensif. Saya tidak anti non-Islam, tetapi saya mempertanyakan, kenapa ketika sebuah tragedi terjadi jika itu menyangkut (negara) Islam, di sini khususnya Palestina dengan Israel, PBB dan negara-negara 'penguasa' PBB dengan 'hak-veto'nya seperti meng-'amin'-kan apa-apa yang sedang terjadi di sana, "sebuah genosida"?
Bahkan, betapa kisah 'gangguan kecil' yang terjadi di Bogor sana mengenai sekelompok orang agama non-Islam yang dilarang beribadah sampai membuat seorang Hillary Clinton bersuara minor akan 'kerukunan-beragama' di negeri ini. Padahal pelaranga di sana tidak ada hal yang bersifat destruktif secara besar, "membakar rumah ibadah" seperti yang terjadi di Tolikara.
Sebenarnya kekisruhan kerukunan beragama tidak hanya terjadi pada lintas agama, namun juga lintas mazhab pada agama Islam. Misalnya antara sunni dan siah, antar wahabi dan ahmadiayah, antar wahabi dan NU dan atau antara JIL dan para pemeluk 'puritan'. Dan masih banyak lainnya yang dapat anda pelajari dan baca dibanyak referensi. Kapan-kapan saya akan coba ulas hal ini secara lebih mendalam di tulisan lainnya berikut propaganda pihak asing yang mengikutinya.
Jadi bagaimana umat Islam harus bersikap kepada tragedi Tolikara? Jika kita, umat Islam 'terpancing' lalu selanjutnya kita mengambil tindakan kerusuhan sebagai balasan dan atau jalan keluar dari masalah ini, maka strategi asing dalam memecah belah kerukunan kita akan tercapai. Saya lebih memilih opsi untuk menyerahkan hal ini kepada para penegak hukum negeri ini dengan terus melihat dan memonitor secara objektif apakah proses hukum yang sedang terjadi dan berjalan sudah sesuai dengan kesepakatan hukum yang berlaku atau tidak.
Jika proses hukum negeri ini abai terhadap para pelaku kerusuhan Tolikara? Mudah-mudahan ini tidak terjadi, dan jika pun terjadi, saya lebih memilih menunggu kesepakatan/ ijma dari para ulama negeri ini tentang apa yang selanjutnya dapat dilakukan. Bukankah kita para umat Islam harus (selalu) mematuhi nasihat dan pesan dari kekasih Alla SWT, "Ulama"? Jika ulama berkata 'jihad', insyaAllah saya akan mematuhinya, dan pastinya kalian semua 'wajib' untuk juga menjalan hal itu bukan?
Ulama seperti apa yang kita harus dengarkan, karena bukankah banyak perpecahan dari ulama-ulama kita pada saat ini? Jika saya boleh memilih, maka saya akan dengarkan fatwa dari ulama-ulama Muhammadiyah, ulama-ulama dari NU dan juga para ulama/ kyai 'sepuh' di pelosok negeri ini yang 'inysaAllah' tidak akan membawa kesesatan dan kemungkaran bagi kita para pengikutnya.
Lalu selanjutnya, bagaimana mencegah kejadian ini agar tidak terjadi kembali, pun mencegah terjadinya kekisruhan-kekisruhan dalam konteks lain? Selama masih ada ketidakadilan, ketidakmerataan dan penindasan dan pemiskinan secara legal nan terstruktur yang (khususnya) terjadi di sektor ekonomi dan juga mengabaikan optimalisasi sektor pendidikan (agama dan umum) serta tanpa mau perduli atas kemajemukkan dan kebhinekaan sosial dan budaya nusantara, maka kita akan terus mendengar dan bahkan melihat kejadian-kejadian seperti ini terus akan muncul di segenap pelosok negeri ini walau pada akhirnya hadir tanpa campur tangan pihak asing sekalipun. Wallahu'alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H