Bandingkan Korea Selatan dengan 'ulah Korea Utara', bandingkan Jepang dengan 'ulah China', bandingkan Ukraina dengan 'ulah Rusia'. PBB dengan USA dan sekutunya seperti sangat cepat sekali dalam merespons, baik preventif maupun ofensif. Saya tidak anti non-Islam, tetapi saya mempertanyakan, kenapa ketika sebuah tragedi terjadi jika itu menyangkut (negara) Islam, di sini khususnya Palestina dengan Israel, PBB dan negara-negara 'penguasa' PBB dengan 'hak-veto'nya seperti meng-'amin'-kan apa-apa yang sedang terjadi di sana, "sebuah genosida"?
Bahkan, betapa kisah 'gangguan kecil' yang terjadi di Bogor sana mengenai sekelompok orang agama non-Islam yang dilarang beribadah sampai membuat seorang Hillary Clinton bersuara minor akan 'kerukunan-beragama' di negeri ini. Padahal pelaranga di sana tidak ada hal yang bersifat destruktif secara besar, "membakar rumah ibadah" seperti yang terjadi di Tolikara.
Sebenarnya kekisruhan kerukunan beragama tidak hanya terjadi pada lintas agama, namun juga lintas mazhab pada agama Islam. Misalnya antara sunni dan siah, antar wahabi dan ahmadiayah, antar wahabi dan NU dan atau antara JIL dan para pemeluk 'puritan'. Dan masih banyak lainnya yang dapat anda pelajari dan baca dibanyak referensi. Kapan-kapan saya akan coba ulas hal ini secara lebih mendalam di tulisan lainnya berikut propaganda pihak asing yang mengikutinya.
Jadi bagaimana umat Islam harus bersikap kepada tragedi Tolikara? Jika kita, umat Islam 'terpancing' lalu selanjutnya kita mengambil tindakan kerusuhan sebagai balasan dan atau jalan keluar dari masalah ini, maka strategi asing dalam memecah belah kerukunan kita akan tercapai. Saya lebih memilih opsi untuk menyerahkan hal ini kepada para penegak hukum negeri ini dengan terus melihat dan memonitor secara objektif apakah proses hukum yang sedang terjadi dan berjalan sudah sesuai dengan kesepakatan hukum yang berlaku atau tidak.
Jika proses hukum negeri ini abai terhadap para pelaku kerusuhan Tolikara? Mudah-mudahan ini tidak terjadi, dan jika pun terjadi, saya lebih memilih menunggu kesepakatan/ ijma dari para ulama negeri ini tentang apa yang selanjutnya dapat dilakukan. Bukankah kita para umat Islam harus (selalu) mematuhi nasihat dan pesan dari kekasih Alla SWT, "Ulama"? Jika ulama berkata 'jihad', insyaAllah saya akan mematuhinya, dan pastinya kalian semua 'wajib' untuk juga menjalan hal itu bukan?
Ulama seperti apa yang kita harus dengarkan, karena bukankah banyak perpecahan dari ulama-ulama kita pada saat ini? Jika saya boleh memilih, maka saya akan dengarkan fatwa dari ulama-ulama Muhammadiyah, ulama-ulama dari NU dan juga para ulama/ kyai 'sepuh' di pelosok negeri ini yang 'inysaAllah' tidak akan membawa kesesatan dan kemungkaran bagi kita para pengikutnya.
Lalu selanjutnya, bagaimana mencegah kejadian ini agar tidak terjadi kembali, pun mencegah terjadinya kekisruhan-kekisruhan dalam konteks lain? Selama masih ada ketidakadilan, ketidakmerataan dan penindasan dan pemiskinan secara legal nan terstruktur yang (khususnya) terjadi di sektor ekonomi dan juga mengabaikan optimalisasi sektor pendidikan (agama dan umum) serta tanpa mau perduli atas kemajemukkan dan kebhinekaan sosial dan budaya nusantara, maka kita akan terus mendengar dan bahkan melihat kejadian-kejadian seperti ini terus akan muncul di segenap pelosok negeri ini walau pada akhirnya hadir tanpa campur tangan pihak asing sekalipun. Wallahu'alam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI