Saya baru mulai menulis lagi di Kompasiana bulan November 2023 lalu. Itu setelah absen lebih dari 7 tahun. Lantas absen lagi sekitar pertengahan Desember 2023 hingga pertengahan Februari 2024 ini. Dan saya masih terus meraba bagaimana selera pembaca Kompasiana kini.
Saya mengamati, isyu-isyu nasional terutama persoalan politik praktis dan kebangsaan masih punya tempat. Tapi sayang, banyak yang berupa asumsi tanpa diiringi fakta dan data yang kuat. Padahal, oleh "guru" di kelas menulis yang saya ikuti, tulisan saya kerapkali dikritik karena hal tersebut. Sementara, di Kompasiana, malah banyak yang lebih "ngawur" lagi. Menulis opini berdasarkan isyu dan "katanya". Persis seperti di media sosial yang kerap dilontarkan account anonim. Ironisnya, seringkali malah pembacanya banyak.
Memang, Kompasiana bukan Kompas. Di media massa tersebut yang sistem editorialnya ketat dan berlapis saja masih bisa "jebol". Misalnya dalam hal plagiasi atau naskah ganda. Plagiasi artinya penulis menyalin -baik seluruhnya atau sebagian- dari tulisan penulis lain. Sementara naskah ganda maksudnya penulis mengirimkan naskah opini ke lebih dari dua media massa, dan lebih dari satu pula yang dimuat.Â
Prinsip opini di media massa selain keaslian atau orisinalitas, juga keistimewaan atau eksklusivitas. Tulisan dari penulis bersangkutan tersebut harus menjadi satu-satunya yang dimuat di media massa.
Akan halnya Kompasiana, saya amati semula merupakan platform blog bersama dari jurnalisme warga. Tapi saya melihat sekarang "positioning"-nya agak bergeser. Liputan jurnalis warga dihilangkan, menjadi lebih seperti platform opini umum.
Memang masih ada kategori "Halo Lokal". Akan tetapi, saya mengamati isinya tidak lagi kuat unsur liputan pemberitaannya seperti dahulu. Kebanyakan adalah artikel ringan atau dalam istilah jurnalistik disebut "feature".
Berkaca Dari Tulisan Sendiri
Karena tidak ada editor, maka tulisan di Kompasiana pastinya hanya diedit oleh penulisnya sendiri. Saya pun demikian. Meski begitu, saya berupaya menggunakan sistem tulis dan edit di waktu berbeda. Setelah selesai menulis, saya tidak langsung mengunggahnya. Melainkan mendiamkannya dulu beberapa saat, barulah kemudian diedit.
Di form unggahan Kompasiana, banyak fitur yang ditiadakan oleh pengembang. Karena saya memiliki situs internet sendiri dan terbiasa dengan CMS (Content Management System) Wordpress, maka saya tahu ketidaklengkapan fitur di Kompasiana. Misalnya saja untuk pointer, hanya ada satu jenis saja. Bahkan numbering tidak ada.Â
Tidak ada juga fitur untuk "pangkat" seperti untuk pangkat di bilangan matematika, yang juga lazim dipakai untuk menandai kutipan. Pengunggahan foto juga hanya bisa centered, tidak bisa right or left aligned. Admin tidak mengaktifkan fitur-fitur tersebut. Semua itu menimbulkan keterbatasan. Tapi bagi saya tidak masalah selama tulisan bisa diunggah.
Sejak bergabung di Kompasiana tahun 2008, ternyata saat saya aktif lagi di 2023, tercatat baru 16 kali artikel saya dijadikan "Artikel Utama". Entah saya lupa atau bagaimana, kok rasanya sangat sedikit. Dari 216 tulisan, hanya 63 yang dipilih sebagai "Artikel Pilihan". Alhamdulillahirrabil'alamiin, dari 9 tulisan saya di bulan Februari 2024, 8 di antaranya dijadikan "Artikel Pilihan" dan 1 dijadikan "Artikel Utama". Terima kasih saya ucapkan kepada admin.
Dari pengunggahan tulisan selama dua bulan, saya mengamati lagi terjadi anomali. Salah satu tulisan saya yang dijadikan "Artikel Utama" ternyata kalah jumlah pembacanya dari tulisan lain yang menjadi "Artikel Pilihan". Â Artikel yang dijadikan "Artikel Utama" berjudul "Pers Harus Adaptif" (baca di sini). Sementara "Artikel Pilihan" di bulan Februari 2024 yang mendapatkan jumlah pembaca cukup banyak berjudul "Surat Terbuka untuk Prabowo" (baca lagi di sini).
Pola tulisan tersebut mirip dengan tulisan di bulan Desember 2023 yang mendapatkan jumlah pembaca banyak berjudul "Ganjar "Dihajar"" (klik ini). Demikian pula dengan dua tulisan tentang Nahdlatul Ulama (NU) berjudul "Menyaksikan NU Yang Tak Lagi Sarungan" (klik di sini) dan "Muktamar Pemikiran Yang Kurang Pemikiran" (ada di sini). Keempat tulisan saya tersebut mendapatkan jumlah pembaca di atas 200. "Ganjar "Dihajar"" malah di atas 700.
Seperti juga pernah saya tuliskan di artikel "Menebak Sistem Penilaian Tulisan Kompasiana", ada anomali dalam penyebaran tulisan. Tulisan "Muktamar Pemikiran Yang Kurang Pemikiran" yang tidak menjadi "Artikel Pilihan", malah dibaca lebih banyak daripada "Menyaksikan NU Yang Tak Lagi Sarungan" yang menjadi "Artikel Pilihan".
Dalam konteks penilaian untuk mendapatkan "K-rewards" dimana saya hingga kini sama sekali belum pernah mendapatkannya, maka saya jelas mengalami kerugian. Karena 300 lebih pembaca di artikel yang bukan pilihan tidak dihitung. Sehingga, syarat minimum 2.000 pembaca tiap bulan tidak terpenuhi.
Demikian pula perhitungan yang selesai di akhir bulan bersangkutan. Padahal, artikel tersebut terus mendapatkan kunjungan dari pembaca. Saya menghitung total pembaca tulisan saya di bulan Desember 2023 melebihi angka 2.000. Tapi tidak mendapatkan "K-rewards" karena ada tulisan yang tidak dijadikan "Artikel Pilihan" oleh admin Kompasiana. Dan juga ada tulisan yang terus mendapatkan pembaca setelah bulan Desember 2023 berakhir. Hal terakhir tersebut jelas juga tidak lagi dihitung.
Menjadi Diri Sendiri atau Menyesuaikan Selera Pasar?
Pada akhirnya, saya harus bertanya kepada diri. Apakah saya hendak mempertahankan tulisan sesuai selera saya, meski tidak menjadi selera admin Kompasiana? Lebih jauh lagi, apakah saya harus menyesuaikan dengan selera "pasar", dalam hal ini adalah pembaca Kompasiana?
Idealis atau Kompromistis?
Yah, saya memang menulis hanya untuk menulis. Sekarang ini. Bukan untuk mencari penghasilan. Walau saya telah menjadi jurnalis sejak tahun 1993. Tentu saja ketika menjadi jurnalis, saya mendapatkan penghasilan. Akan tetapi, kemudian saya beralih bidang. Sehingga, saya tidak lagi mencari penghidupan dari menulis.
Maka, rasanya pilihan saya saat ini adalah menjadi idealis saja. Saya tidak akan begitu mempedulikan apakah tulisan saya menarik minat pembaca Kompasiana atau tidak. Demikian pula apakah akan dipilih oleh admin sebagai "Artikel Pilihan", "Artikel Populer", atau "Artikel Utama", atau malah tidak jadi apa-apa sama sekali.
Andaikata mendapatkan pembaca banyak, alhamdulillahirrabil'alamiin. Karena itu berarti pemikiran saya menarik khalayak. Bila tidak pun, saya tetap bersyukur. Karena "uneg-uneg" di hati dan "ide" di benak telah bisa dituangkan.
Karena seperti pernah diutarakan Pramoedya Ananta Toer: "Menulislah. Karena tanpa menulis, engkau akan hilang dari pusaran sejarah."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI