Mohon tunggu...
Bhayu MH
Bhayu MH Mohon Tunggu... Wiraswasta - WIrausaha - Pelatih/Pengajar (Trainer) - Konsultan MSDM/ Media/Branding/Marketing - Penulis - Aktivis

Rakyat biasa pecinta Indonesia. \r\n\r\nUsahawan (Entrepreneur), LifeCoach, Trainer & Consultant. \r\n\r\nWebsite: http://bhayumahendra.com\r\n\r\nFanPage: http://facebook.com/BhayuMahendraH

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Apa Alasan Rakyat Memilih Calonnya?

12 Februari 2024   20:05 Diperbarui: 12 Februari 2024   21:24 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana TPS saat Pemilu terdahulu. (Foto: Bhayu M.H.)

Sementara popularitas bisa dipakai untuk menakar seberapa populernya satu calon di satu wilayah tertentu. Umumnya, tokoh publik lebih mudah populer di kalangan masyarakat. Termasuk juga di sini para pegiat dunia hiburan. Di Indonesia, kita biasa menyebutnya artis atau selebritas. Baik itu dari dunia perfilman, komedi, musik, nyanyi, tari, dan seni-budaya lainnya. Makanya, beberapa Parpol dengan sengaja menggaet para artis ini untuk mengisi jajaran Caleg-nya. Dalam dunia politik praktis, mereka disebut "vote getter", para "pendulang suara". Kompetensi di bidang politik praktis kurang diperhitungkan, yang penting populer hingga bisa meraih banyak suara.

Namun harus diingat, populer tak menjamin berhasil terpilih bila mencalonkan diri. Kasus Andre Taulany yang gagal saat mencalonkan diri sebagai Wakil Walikota Tangerang Selatan di tahun 2010, maupun Helmy Yahya yang tidak menang saat mencalonkan diri sebagai Gubernur Sumatera Selatan pada 2008, bisa jadi pelajaran. Helmy bahkan masih kalah dua kali lagi kala mencalonkan diri sebagai Bupati Ogan Ilir, yaitu pada 2010 dan 2015.

Dikenal atau Terkenal

Samakah populer dengan dikenal atau terkenal? Mirip, serupa tapi tak sama. Saya jabarkan pemahaman saya ya. Bagi saya, populer atau masyhur itu cakupannya nasional, atau minimal luas. Karena kita orang Indonesia, dan bahasannya tentang politik Indonesia, maka kita tidak singgung soal internasional di sini. Seorang yang populer itu haruslah tokoh publik. Kalau misalnya tidak sampai nasional, populer bisa di satu wilayah atau dunia tertentu. Dan, ada konteks disukai di sana. Seorang yang populer adalah seorang yang juga disukai oleh para penggemarnya.

Sementara, terkenal belum tentu populer. Kita mungkin pernah ingat kasus anak yang diisyukan mampu menyembuhkan segala penyakit dengan hanya menggenggam sebongkah batu saja. Atau kasus kakek menikah dengan gadis. Atau malah kriminal, pembunuh yang memutilasi korbannya. Mereka itu terkenal. Tapi jelas tidak populer.

Terkenal dalam konteks positif juga bisa terjadi di dunia tertentu. Maksudnya dunia bukan Bumi, kalau dalam filsafat ada istilah "lebenswelt", maksudnya lingkungan tempat kita hidup dan beraktivitas. Misalnya ada dunia militer, dunia film, dunia RT kita, hingga dunia rumah tangga tiap orang. Nah, terkenal di dunia tertentu misalnya ada seorang professor fisika, tentu dia dikenal di dunia para akademisi dan ilmuwan fisika. Seberapa luas cakupannya, tergantung kepakarannya. Bisa hanya di kampusnya saja, seprovinsi, atau malah senegara.

Dalam soal politik, hal ini seringkali menjebak. Para calon merasa dirinya terkenal karena pakar, kerap menulis opini di media massa, sering diundang wawancara di televisi atau radio, atau viral di media sosial. Padahal, rakyat tidak benar-benar mengenalnya. Dalam dunia pemasaran, dikenal istilah STP (Segmenting, Targeting, Positioning). Saat mencalonkan diri, STP-nya meleset. Ia malah kurang terkenal di Daerah Pemilihan (Dapil) - nya. Salah satu contoh nyata adalah kawan seperjuangan saya sendiri, Indra Jaya Piliang. Ia pernah mencalonkan diri sebagai calon anggota DPR RI, Walikota, dan Gubernur. Ketiganya gagal. Padahal, selain aktif di Partai Golkar, mantan aktivis mahasiswa tersebut juga terkenal pakar dan kerap tampil maupun menulis di media massa.

Kalau dikenal, lebih sempit cakupannya. Ini biasanya dikenal pemilih secara pribadi. Jadi, di dunia nyata sang pemilih benar-benar kenal dengannya. Harap bedakan antara kenal dengan tahu ya. Kenal itu timbal-balik. Kedua pihak saling kenal. Sementara tahu searah. Misalnya saya tahu siapa Pevita Pearce. Tapi Pevita jelas tidak tahu siapa saya.

Faktor dikenalnya calon -terutama perorangan- oleh pemilih membuatnya lebih mudah terpilih. Namun juga bisa untuk Parpol, karena bila Parpol tidak dikenal, ia tidak akan dipilih. Bisa juga terjadi salah pilih. Pada Pemilu 1999, karena diikuti oleh 48 Parpol, ada sejumlah Parpol bernama atau bertanda gambar mirip. Bila pemilih tidak diedukasi, sangat mungkin terjadi salah pilih di bilik pemungutan suara. Parpol yang kurang dikenal berpotensi mendapatkan lebih sedikit suara daripada yang dikenal luas pemilih.

Hubungan Di Dunia Nyata

Di sini konteksnya antara pemilih dan calon perorangan memiliki hubungan di dunia nyata. Bukan saja saling mengenal, tapi juga ada hubungan. Misalnya hubungan keluarga atau kekerabatan. Bisa juga hubungan pertemanan, tetangga di lingkungan, alumni sekolah atau kampus, teman organisasi, kolega profesi, rekan bisnis, atau hubungan langsung lain. Di sini, pemilih dan calon perorangan selain benar-benar saling kenal di dunia nyata, juga harus punya hubungan baik. Tidak ada permusuhan atau hal-hal negatif yang diketahui pemilih dari calon perorangan. Apabila ada sesuatu yang meragukan, calon pemilih bisa bertanya langsung untuk mengklarifikasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun