Mohon tunggu...
Bhayu MH
Bhayu MH Mohon Tunggu... Wiraswasta - WIrausaha - Pelatih/Pengajar (Trainer) - Konsultan MSDM/ Media/Branding/Marketing - Penulis - Aktivis

Rakyat biasa pecinta Indonesia. \r\n\r\nUsahawan (Entrepreneur), LifeCoach, Trainer & Consultant. \r\n\r\nWebsite: http://bhayumahendra.com\r\n\r\nFanPage: http://facebook.com/BhayuMahendraH

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ada Asa Dalam Cinta - Bagian 12

6 Desember 2014   01:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:57 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah sebelumnya: (Bagian 11)

(Bagian 12)

Kesempatan Carmen pergi ke toilet dimanfaatkan Cinta untuk ‘menginterogasi’ Alya. Ia rupanya penasaran kenapa Carmen dan Alya pergi berdua pada hari Senin sebelumnya. Alya yang tidak mau mengkhianati kepercayaan Carmen, hanya menjawab singkat, bahwa mantan atlet basket itu memiliki masalah di pekerjaan. Dan ia menyarankan agar berkonsultasi dengan Maura. Cinta mengangguk membenarkan, bahwa Maura memang ahli untuk persoalan pekerjaan dan karir.

Tak berapa lama, Carmen pun datang. Dengan cueknya ia bertanya yang justru tepat sasaran, “Hayo! Lagi pada ngomogin gue ya?”

Alya yang pada dasarnya jujur dan baik hati menunduk. Ia merasa sedikit bersalah membicarakan Carmen tanpa kehadiran yang bersangkutan. Untuk menutupinya, ia pun berterus-terang, “Ini, Cinta tanya kita ngapain pas jalan hari Senin sore abis ketemuan itu…”

Carmen pun kembali duduk di kursi putar, lalu dengan santai ia menukas, “Ooohh… itu… Alya lagi nyeritain pacarnya…,” ujarnya sambil mengerling kepada Alya. Karuan saja Alya belingsatan ‘dituduh’ begitu.

“Ha? Yang bener aja… Ngaco nih anak! Jangan percaya Ta… Ngarang dia!” Alya mencubit lengan Carmen dengan gemas hingga Carmen mengaduh kesakitan dan minta ampun, tapi tetap sambil tertawa menggoda. Cinta pun ikut tertawa karena tahu Carmen memang sedang menggoda sahabat mereka yang paling pendiam itu.

Saat mereka masih tertawa-tawa, terdengar lagi dering nada panggilan telepon masuk. Karena lagunya khas, semua tahu itu pad milik Alya yang masih digenggamnya.

“Eh, Maura nih telepon lagi…. bentar ya…,” Alya menekan layar sentuhnya, mengalikan pembicaraan ke speaker agar semua bisa mendengarnya. Ia kemudian menyapa Maura.

“Halo Maura…”

“Alya…. Gue boleh minta tolong nggak…”

“Kenapa?”

“Ini kan gue masih jauh banget… boleh nggak kita ketemuan di tengah aja? Macet nih weekend gini… Kalo gue musti ke kantor Cinta dulu… wuih, bisa jam sembilan nyampenya.”

Tak diduga, Cinta dan Alya menjawab hampir bersamaan, sehingga membuat mereka tertawa kecil. Suara itu didengar Maura di ujung sana.

“Eh, itu Cinta ya?”

“Iya… telepon lu gue speakerin.”

“Ya udah… Cinta… maaf… kita ketemuan di tengah yuk…”

“Mau di mana?” tawar Cinta.

“Mmmm… Kemang, boleh?” terdengar suara Maura ragu-ragu. Alya memandang kepada Cinta dan Carmen, Carmen kemudian memandang Cinta. Mereka berdua menyerahkan keputusan kepada Cinta. Sambil mengarahkan kedua tangannya ke dada, Cinta bertanya tanpa suara, “gue?” disambut anggukan Alya dan Carmen yang sengaja dibuat imut seperti chipmunk.

Kedua tangan Cinta pun mengembang menunjukkan gesture “ya sudahlah” dan berkata kepada Maura di ujung telepon, “Boleh di Kemang… Sebelah mananya?”

Suara Maura tampak ceria, nanti gue cariin. Kayaknya gue nyampe duluan soalnya.

“Sok yakin lu…,” sergah Carmen.

“Eh, siapa tuh? Carmen ya?” Maura menyelidik.

“Iya. Napa?”

“Men, dapet salam…” kata Maura menggantung kalimat, membuat Carmen penasaran.

Dan benar saja, Carmen pun menyambar, “Dari siapa?”

“Dari macet. Hahaha…,” dan telepon pun dimatikan.

“Huh! Sialan nih anak. Bisanya ngeledekin aja. Awas nanti kalau ketemu!” kata Carmen pura-pura marah. Alya dan Cinta tertawa kecil.

Beberapa detik saja, dan Cinta menyadari situasinya sudah berubah.

“Eh, kalau ke Kemang, gak bisa pakai satu mobil doang dong…,” Cinta tampak berpikir.

“Kenapa emangnya?” Carmen bertanya agak bingung.

“Ya… jauh gitu… lagian macet. Kan nanti kelar udah malem, masak musti balik lagi ke sini?”

“Emang kenapa? Gue sih OK nganterin lu balik lagi ke sini. Atau mau pakai mobil lu?”

Cinta tampak berpikir dan menimbang-nimbang. Lalu ia tampak mengambil keputusan.

“Nggak, udah lu pake mobil lu, gue juga bawa mobil.”

“Gitu?”

“Iya. Gih, berangkat duluan aja. Gue nyusul. Gak usah tunggu-tungguan. Ketemuan di sana aja. OK?”

“Boleh…”

“Ya udah, kita turun duluan aja Men, yuk…,” ajak Alya.

“Sip, sampe ketemu di Kemang ya Ta…,” Carmen bangkit dan beranjak pergi. Cinta melambai dan meneliti kembali mejanya, memastikan tak ada yang tertinggal. Ia lalu sempat menghampiri bagian desain grafis dan bicara sebentar dengan Mas Jun sebelum benar-benar meninggalkan kantor.

Sesampainya di lobby bawah, suasana sudah sepi. Hujan sudah berhenti. Cinta mengangkat tangan kirinya untuk melihat jam tangannya. Sudah jam tujuh malam. Pantas saja.

Ia pun langsung menuju ke pelataran parkir mobil yang terbuka. Saat ia masih berjalan, terdengar suara memanggil, “Cinta…”

Gadis itu menghentikan langkah dan menoleh. Ia heran pada siapa yang dilihatnya.

“Mas Bas? Kok masih di sini? Katanya tadi pulang?”

Basuki berlari kecil untuk mencapai posisi Cinta berdiri. Mereka kemudian berjalan bersisian.

“Iya… aku shalat maghrib dulu di masjid depan. Habis itu laper… jadi nongkrong dulu di depan makan somay…”

“Oalah…. Kasihan sampe kelaperan…,” kata Cinta sambil menepuk-nepuk bahu Basuki.

“Hayah! Nggak segitunya kali…,” Basuki menanggapi sambil tertawa kecil.

Beberapa langkah mereka hanya terdiam. Lalu terdengar lagi suara Basuki yang bertanya, “Eh, temen-temen kamu tadi mana? Udah pulang?”

Cinta menjawab santai, “Udah pergi duluan…”

“Pulang?”

“Nggak… jalan. Kita mau ketemuan nanti di Kemang… Eh, kok aku jadi cerita banyak gini ke Mas Bas, sih?” Cinta tersadar. Basuki pun ikut sadar.

“Eh, sori. Bukan maksudku kepo atau gimana… Maaf…,” Basuki menghentikan langkah dan memandang ke arah Cinta dengan kedua tangan ditangkupkan di dada dan badan agak dibungkukkan. Cinta ikut berhenti dan mengibaskan tangannya.

“Aduuhh…Nggak papa lagi Mas… bukan salah Mas. Aku cuma heran, kok aku bisa tiba-tiba ngobrol banyak gini sama Mas… Padahal kan sebelumnya…”, kalimat terakhir Cinta tergantung, dan ia batal meneruskan. Basuki pun tampak maklum tidak mau mendesaknya.

“Yuk ah Mas, itu mobil Mas kan? Mobilku masih di sana… Daaah,” Cinta pun mengakhiri suasana kikuk itu dengan melangkah lebih dulu meninggalkan Basuki yang masih berdiri. Mobil SUV Basuki memang diparkir lebih dekat karena posisinya yang pimpinan memberikannya tempat parkir khusus. Sementara mobil Cinta berbaur dengan para pegawai lainnya di pelataran parkir yang lebih jauh. Tanpa bicara, Basuki hanya melambaikan tangan. Beberapa langkah Cinta berjalan, terdengar suara alarm mobil Basuki dinon-aktifkan. Cinta terus berjalan menuju ke mobilnya tanpa menoleh lagi.

*******

[Kemang, Jakarta]

“Haduh! Masih macet juga di sini! Jakarta ini kapan nggak macetnya sih?” Maura menghentakkan tangan ke setirnya dengan jengkel. Milly diam saja. Ia takut berkomentar karena kuatir menambah kekesalan sahabatnya. Ia tahu tadi Maura sudah cukup jengkel harus menunggu cukup lama di tempat parkir sampai Milly diperbolehkan pulang oleh atasannya. Bossnya yang orang Eropa memang seringkali menuntut pekerjaan harus tuntas dulu sebelum pegawai diperbolehkan pulang. Apalagi saat itu akhir bulan dimana selain harus menyiapkan laporan bulanan juga banyak tagihan dan surat-surat lain ke cabang dan penyalur. Pekerjaan Milly yang administrasi dan keuangan membuatnya begitu sibuk dengan urusan itu hingga nyaris harus lembur.

Setelah melewati lebih dari setengah jam lagi kemacetan, Maura memilih menepi di sebuah tempat makan. Karena mereka hendak makan malam, maka ia memilih restoran yang menyajikan ‘makanan berat’, bukan sekedar ‘makanan ringan’ atau minuman.

Untuk mengisi waktu, keduanya memesan minuman dulu sambil menunggu yang lain datang. Komunikasi pun dilakukan. Carmen mengabarkan posisinya sudah cukup dekat, hanya saja masih tertahan lampu merah di perempatan Republika, Warung Buncit. Sementara Cinta tertinggal cukup jauh karena masih di sekitar Mampang. Kantor Cinta, Carmen dan Alya berada di kawaasan Kuningan. Sementara Maura di Pondok Indah dan Milly di Cilandak. Sehingga secara geografis, memang seperti terbentuk “blok” di antara kelimanya. Kawasan Kemang memang menjadi titik-tengah paling masuk akal bagi mereka berlima untuk bertemu.

Sekitar sepuluh menit kemudian, Maura dan Alya sampai. Sementara Cinta menyusul lima belas menit di belakangnya. Mereka pun memutuskan makan malam dulu sebelum mengobrol. Waktu sudah menunjukkan jam delapan lima belas saat kelima sahabat itu sampai.

*******

[New York city]

Di saat bersamaan, Rangga baru saja sampai di kantornya. Ia cukup lega karena hari ini Jum’at,  hari kerja terakhir dalam seminggu. Orang Amerika sering menyebutkannya dengan akronim TGIF: Thank’s God It’s Friday. Mereka senang karena waktu libur akhir pekan segera tiba. Maka, bila di Indonesia hari Jum’at dikenal sebagai “hari pendek” terutama karena adanya shalat Jum’at bagi Muslimin, di Amerika pun suasana hari Jum’at terasa lebih ceria karena faktor liburan itu. Apalagi beberapa hari lagi sudah akan Natal. Warga New York city dan Amerika Serikat pada umumnya yang kebanyakan beragama Kristiani sudah tentu akan mempersiapkannya. Banyak kantor juga memberikan liburan Natal khusus untuk memberi kesempatan berkumpul dan bercengkerama bersama keluarga.

Meski begitu, hebatnya, semua pelayanan publik tetap buka.  Mulai dari rumah sakit, polisi, bandara hingga stasiun pengisian bahan bakar. Semua pegawainya tetap bekerja penuh walau tentu ada sistem shift pergantian kerja. Dan media meskipun dimiliki swasta juga tetap beroperasi. Bahkan ada beban kerja tambahan karena mempersiapkan semacam “edisi khusus Natal dan Tahun Baru”, terutama bagi media cetak seperti tempat Rangga bekerja.

(Bersambung besok)

Cerita bersambung ini dimuat setiap hari di laman penulis http://kompasiana.com/bhayu

Untuk membaca kisah di bagian lain, daftar lengkapnya dapat mengklik tautan:

Ada Asa Dalam Cinta (Sinopsis & Tautan Kisah Lengkap)

———————————————————————

Foto: Antono Purnomo / Reader’s Digest Indonesia (Femina Group)

Grafis: Bhayu MH

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun