Mohon tunggu...
Bhakti Novianto
Bhakti Novianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga (21107030030)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar dari Pemikiran Ki Hajar Dewantara (Hal yang Jarang Diajarkan di Sekolah)

14 Juni 2022   15:29 Diperbarui: 14 Juni 2022   15:40 1102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ki Hajar Dewantara. Sumber ilustrasi: beritaborneo.id

Pada artikel ini, penulis akan membahas tiga hal dari filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara yang menurut penulis penting sekali untuk diketahui semua manusia di negara ini. Dan tiga hal yang penulis jelaskan ini bukanlah Triloka seperti yang kita ketahui alias tut wuri handayani, ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa. Namun penulis akan membahas pemikiran beliau yang lebih inti lagi dan ini biasanya tidak pernah diajarkan di sekolah. Nah penasaran?

Point pertama tentang hal paling dasar, tujuan pendidikan. Coba deh menurut kamu tujuan pendidikan itu apa sih? buat pintar? dapat nilai bagus? atau dapat ijazah terus bisa kerja? 

Lain halnya menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan pendidikan adalah memerdekakan manusia dan kalau ditanya 'Apa itu manusia merdeka?' menurut Ki Hajar adalah selamat raganya dan bahagia jiwanya. Dan sebetulnya kalau dipikir-pikir itu kan yang kita cari dalam hidup. Kita hanya ingin bisa selamat dan bahagia. Walaupun kamu bilang 'tidak, tujuan hidup pastilah akhirat'. Terus berharap apa di akhirat kalau bukan berharap ingin selamat dari neraka dan bahagia di surga, Iya kan?

Ini adalah sebuah topik yang secara universal diterima sebetulnya mulai dari filsafat, agama, sampai ilmu pengetahuan itu sepakat soal hal ini. Bahwa kita mencari keselamatan dan kebahagiaan.

Point kedua Ki Hajar percaya bahwa pendidikan itu punya tiga peran penting, sebagai berikut:

Pertama, memajukan dan menjaga diri

Kedua, memelihara dan menjaga bangsa

Ketiga, memelihara dan menjaga dunia

Ki Hajar menyebut ini sebagai filosofi Tri Rahayu. Dia percaya bahwa semua itu terhubung dan semuanya berkontribusi pada kepentingan yang lebih besar. Contoh misalnya kalian berhasil menjadikan diri kalian menjadi orang-orang merdeka, orang-orang yang bahagia. Kira-kira lingkungan sekitar kalian, keluarga, pertemanan, atau yang lainnya, jadi lebih baik tidak hidupnya? Jadi lebih baik kan.

Kalau misalnya di sebuah daerah keluarga-keluarganya adalah keluarga-keluarga yang bahagia, orang-orangnya baik, daerah jadi maju tidak? Kalau di sebuah negara daerah-daerahnya maju, negara jadi maju tidak? Kalau negaranya maju yang rasa efeknya siapa? Dunia merasakan, rakyatnya juga merasakan. Semua itu terhubung dan itu dimulai dari diri kita masing-masing.

Memerdekakan satu orang adalah langkah awal memerdekakan satu keluarga, memerdekakan keluarga adalah langkah awal untuk memerdekakan daerah, memerdekakan daerah adalah langkah awal untuk memerdekakan bangsa.

Point ketiga, Ki Hajar menyebutnya sebagai Tri-kon alias pendidikan itu harus kontinu, konvergen dan konsentris. Kontinu artinya berkelanjutan, apa yang kalian capai hari ini adalah hasil dari apa yang kalian pelajari dari masa lalu (sejak lahir sampai kemarin) dan besok ini, hari ini akan menjadi masa lalu untuk kalian. Belajar itu terus-menerus sepanjang hidup, selalu ada cara lain buat menjadi lebih baik daripada hari ini.

Kemudian konvergen artinya ilmu itu harus dari berbagai sumber. Ki Hadjar sendiri memodelkan pendidikannya banyak mengambil konsep-konsep dari pendidikan luar seperti Montessori, Froebel atau Rabindranath Tagore. 

Meskipun beliau juga mendorong kita buat belajar dari luar. Ada prinsip terakhir yaitu konsentris. Belajar dari luar itu boleh, tapi jangan lupa bisa disesuaikan juga dengan identitas dan konteks yang ada di hidup kita masing-masing. Ki Hadjar sendiri meskipun sudah banyak mengambil dari luar, dan beliau juga bisa membuat filosofi dan sebagainya. Tapi pada waktu itu kita masih dijajah, awal merdeka juga negara masih hancur. Maka dari itu dalam prakteknya disesuaikan dengan konteks Indonesia di zamannya.

Contohnya misalkan beliau menggunakan istilah 'memerdekakan manusia' untuk membungkus konsep soal kebahagiaan. Kenapa yang dipakai kata memerdekakan manusia? karena itulah kebutuhan orang Indonesia saat itu. 

Jadi kesimpulannya: pertama, jangan lupa belajar caranya bahagia; kedua, ketika kita mengembangkan diri kita, lingkungan sekitar kita juga akan membaik, dan itu juga membuat hidup kita jadi lebih baik lagi; ketiga, belajarlah terus umur hidup, ambillah dari berbagai sumber tapi sesuaikan dengan konteks kehidupan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun