Tiga puluh tahun yang lalu, Samuel Huntington dalam teorinya tentang "Clash of Civilizations" memprediksi bahwa dunia akan mengalami benturan-benturan peradaban akibat perbedaan budaya, agama, dan nilai-nilai yang dianut oleh berbagai bangsa. Huntington berpendapat bahwa garis-garis perbedaan inilah yang akan menjadi sumber konflik di masa depan. Namun, seiring berjalannya waktu, prediksi ini semakin terbukti tidak sepenuhnya tepat. Di banyak tempat di dunia, terutama di Nusantara, kebhinekaan justru menjadi kekuatan yang mempererat masyarakat, bukan memecah-belahnya.
Nenek Moyang Nusantara ribuan tahun silam memiliki harapan dan doa yang beragam bagi keturunannya. Meskipun hidup di wilayah kepulauan yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, dan tradisi, mereka mampu berjalan bersama dalam semangat kebhinekaan. Dengan keyakinan ini, mereka meniti perjalanan kebangsaan dengan semangat akulturasi, di mana nilai-nilai baru yang diadopsi oleh masyarakat tidak dilihat sebagai ancaman atau penghancuran budaya asli, melainkan sebagai penambahan nilai yang memperkaya tradisi dan adat istiadat yang telah ada.
Semangat ini tercermin dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Nusantara, di mana akulturasi budaya telah menjadi jalan hidup. Ketika masyarakat menerima dan mengintegrasikan nilai-nilai baru, mereka tidak melupakan akar budaya mereka. Justru, proses ini memperkuat jati diri kolektif bangsa dan menciptakan harmoni di tengah keberagaman.
Satu dekade yang lalu, kehadiran Emha Ainun Nadjib atau yang lebih akrab disapa Cak Nun di Masjid Al-Falah, Philadelphia, Amerika Serikat, memberikan pengajaran yang sangat relevan. Cak Nun, yang sering dijuluki sebagai "guru bangsa", mengingatkan kita untuk bangga akan nilai-nilai kebangsaan Indonesia serta kebhinekaan yang kita miliki. Beliau juga menegaskan bahwa kehadiran Islam Indonesia di Amerika Serikat harus dilihat sebagai tonggak penting dalam syiar dan dakwah Islam yang merangkul kebhinekaan dalam menjalankan syariat.
Dalam perspektif Cak Nun, kehadiran Islam Indonesia di tanah Amerika bukan hanya sebagai ekspresi keimanan, tetapi juga sebagai teladan bagi dunia internasional dan negara-negara Islam yang saat ini sedang berada di tengah konflik peradaban. Harapannya, Islam Indonesia bisa menjadi contoh bagi dunia bagaimana masyarakat yang beragam dalam keyakinan dan budaya dapat hidup berdampingan dalam damai, menjadi jawaban bagi konflik-konflik identitas dan ideologi yang sering kali menyebabkan perpecahan dan peperangan di berbagai belahan dunia.
Masjid Al-Falah di Philadelphia telah menjadi duta penting dalam menyebarkan syiar Islam di lingkungan sekitar. Melalui kegiatan silaturahmi setelah sholat Jumat, serta pengajian rutin setiap Sabtu malam, masjid ini berusaha menjadi perekat bagi komunitas muslim di Philadelphia. Harapannya, kegiatan-kegiatan ini akan tumbuh menjadi dakwah yang merangkul berbagai wilayah di Amerika Serikat, memperkenalkan Islam yang toleran dan berbasis kebhinekaan.
Hari ini, Sabtu, 17 Oktober 2024, Masjid Al-Falah menyelenggarakan Indonesian Food Festival, sebuah acara yang tidak hanya mempromosikan kekayaan budaya kuliner Indonesia, tetapi juga mempererat tali silaturahmi dan menyebarkan pesan dakwah melalui cita rasa rempah-rempah Indonesia. Salah satu yang paling menarik perhatian adalah tenda Sate Madura buatan Cak Lil, yang dengan alat bakar sate portabelnya mampu memanggang ribuan tusuk sate kambing dan ayam bersertifikasi halal, serta menyajikan ratusan mangkuk bakso sapi halal.
Festival ini tidak hanya dihadiri oleh komunitas muslim, tetapi juga mengundang masyarakat sekitar untuk ikut berpartisipasi, memasak makanan halal dengan daging bersertifikasi halal. Ini merupakan langkah awal bagi Masjid Al-Falah untuk membangun jembatan akulturasi dengan komunitas di South Philadelphia, yang didominasi oleh keturunan Italia-Amerika.
Philadelphia, yang dikenal sebagai "City of Brotherly Love" atau "Kota Persaudaraan", menjadi simbol kesadaran bersama dalam membangun masyarakat yang saling menghargai di tengah keberagaman. Hal ini didorong oleh sejarah kota yang sejak awal menjadi rumah bagi berbagai kelompok imigran dari Eropa dan seluruh dunia.Â
Dalam festival ini, Children's Hospital of Philadelphia turut mendukung dengan mendirikan tenda informasi, menyediakan layanan kesehatan anak, serta menciptakan ruang bermain kreatif bagi anak-anak. Ini adalah bagian dari upaya Al-Falah untuk mengkampanyekan nilai-nilai makanan halal di masyarakat, yang sering kali diiringi dengan ibadah bersama di ruang terbuka pada acara-acara besar seperti Sholat Idul Fitri atau Idul Adha.
Melalui kegiatan-kegiatan ini, diharapkan bahwa masyarakat Islam di Philadelphia dapat menjadi jembatan persaudaraan yang menginspirasi dunia internasional. Bhineka Tunggal Ika, semboyan bangsa Indonesia, menjadi contoh bagaimana keberagaman tidak perlu dilihat sebagai sumber perpecahan, melainkan sebagai kekuatan yang menyatukan. Dengan semangat ini, semoga Islam Indonesia di Philadelphia dapat menjadi lentera dunia, yang menunjukkan bahwa perdamaian dan persatuan dapat dicapai melalui penerimaan dan penghargaan terhadap perbedaan.
Jika semangat ini bisa terus hidup dan berkembang, Bhineka Tunggal Ika tidak hanya akan menjadi perekat bagi masyarakat Indonesia, tetapi juga bisa menjadi inspirasi bagi dunia internasional.  Selain menginspirasi dunia, di tengah banyaknya perbedaan arus dan pandangan politik yang berkecamuk di sosial media, Pemimpin bangsa Indonesia; Prabowo Subianto, memilih untuk kembali pada falsafah Bhineka Tunggal Ika, merekatkan semua elemen kebangsaan dalam kebersamaan membangun bangsa bersama-sama menuju indonesia emas,  Semoga jalan yang kita pilih menjadi penuntun buat kita dan menjadi  lentera dunia, menjembatani perbedaan dengan persaudaraan, serta menginspirasi para pemimpin bangsa untuk terus memperkuat persatuan di tengah keberagaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H