Menghitung tingkat keberhasilan kita dalam berbangsa dan bernegara selalu dibuat rancu tahun ke tahun oleh tolak ukur juru kampanye partai-partai yang tak henti-henti bicara angka pertumbuhan ekonomi, dan mereka-mereka yang lambat laun belajar menjadi piawai dalam menambal sulam hutang luar negri, menjadi tenaga ahli dalam menjinakan lonjakan US Dollar, dan mengimbangi pemasukan US Dollar entah dari beragam kreatifitas model investasi asing, dari kegiatan ekspor non-migas, atau sekedar dari upah para pekerja-dan warga diaspora Indonesia yang mau-tidak mau nyangkut di berbagai wilayah manca-negara, bekerja keras, membanting tulang, dengan gigih mengais US Dollar dan mendulang impian hidup yang mungkin bisa sedikit lebih baik.
 Tanpa di-ikuti penjelasan rinci dari para juru podcast politik, yang kepakaran-nya di hitung dari berapa jumlah viewers di Youtube; kita sebagai rakyat Indonesia paham betul bahwa negri ini kian hari kian bobrok, dan semua pakar memainkan silat jurus tebang pilih antar kelompok lawan politik masing-masing, sehingga tidak ada hak dari kita semua untuk sok mengambil posisi netral, dan mempertanyakan kembali; apakah benar, gerakan demonstrasi mahasiswa kali ini adalah gerakan murni hati nurani atau sekedar terinspirasi oleh gejolak konflik elit politik partai.
 Yang perlu di-garis bawahi disini, selama 25 tahun terakhir; pada kenyataannya konflik elit tidak akan pernah berhenti, dan konflik elit tidak akan pernah bisa menghentikan ketulusan gerakan hati nurani, mahasiswa dan masyarakat yang kian hari kian muak dengan mereka yang mengaku abdi Negara, tapi hanya mengabdi untuk kepentingan pribadi mereka masing-masing.Â
Andaikan tiap dari kita bisa memahami kata "merdeka" dari relung hati para leluhur kita yang terjajah, mungkin kita tak akan henti meneteskan air mata tiap kali mendengar kata MERDEKA..!!, karena kata merdeka adalah batas antara manusia yang tertekan, tertindas, merana yang kemudian terbebaskan oleh ide-ide kemerdekaan dan menjadi manusia yang bebas untuk menentukan nasibnya, masa-depannya, dan berbagai pilihan politiknya, dan kita rakyat Indonesia sepakat dengan segala taruhan dan pengorbanan mendirikan Negara kesatuan republik Indonesia untuk melindungi kemerdakaan dan kebebasan rakyatnya dari ancaman tirani dan penjajahan bentuk baru.
Dan mereka yang saat ini menjadi penghuni sangkar emas; baik di ibu-kota maupun di-kantor perwakilan perwakilan  di manca-negara; para abdi Negara yang tidak memiliki visi dan cita-cita untuk meneruskan perjuangan leluhur untuk menjadikan rakyat Indonesia sebagai rakyat yang bebas, terlepas ada rasa sadar atau tidak sadar mereka telah menjadi jelmaan kaum penjajah yang berpura-pura buta, tuli dan bisu namun tanpa rasa malu maupun rasa bersalah, tetap terus menikmati hasil karya, jerih payah, peluh keringat, dan ratapan air mata putra-putri Indonesia.Â
Dengan berbagai kenyataan pahit terus tergerusnya cita-cita kemerdekaan di hati segenap abdi negara, dan korupsi yang meraja-lela di pemerintahan Indonesia. Gerakan hati nurani generasi muda; tidaklah harus terhenti di titik batas rancangan undang-undang, gerakan hati nurani juga bukanlah alat tawar menawar konflik elit politik, namun gerakan hati nurani adalah alat tawar bahwa bangsa ini bukan milik elit politik yang memperalat rakyat lewat slogan-slogan politik. dan podcaster yang antri menunggu peluang untuk memasuki kancah politik, dan para buzzer yang dengan bangga meracuni perpolitikan masyarakat dengan merusak makna kebangsaan, kenegaraan, dan kemerdekaan rakyat Indonesia demi uang se-peser.Â
Mereka yang menduduki posisi abdi Negara dan elit politik hari ini harus belajar takluk akan ide-ide demokrasi dan berhenti mencurangi perhatian masyarakat dengan sulapan-sulapan politik postingan sosial media. Sehingga rakyat bisa memilih abdi Negara nya sendiri, berdasarkan nurani mereka, contoh soal; mereka yang menjadi abdi Negara di luar negri, terpilih karena mereka ingin memperjuangkan bangsa nya-- layaknya pejuang-pejuang diplomasi perundingan meja bundar, bukan di-pilih karena ikatan keluarga atau nilai TOEFL yang fantastis atau sekedar ijazah les ber-bahasa inggris lembaga ternama di ibu-kota.Â
Negara ini harus kembali pada; Gerakan kemerdekaan hati nurani, sebagai gerakan yang menyeluruh, bukan milik sekelompok elemen mahasiswa, atau seklompok demonstran politik, dan bukan hanya mereka yang terkena dampak keputusan politik yang tidak adil, tapi milik semua elemen bangsa yang memiliki visi dan misi kemerdekaan sama seperti mereka yg mencetus perjuangan kemerdekaan melawan penindasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H