Terlebih jika diucapkan oleh diplomat sekaliber Dino Patti DJalal, hal ini akan memberikan contoh-contoh buruk bagi para diaspora di luar negri untuk terinspirasi memberi tekanan atau ngambek setiap keinginan mereka tidak di kabuli oleh Menlu, padahal organisasi model kapal Nabi Nuh yang mencomot sepasang anggota dari tiap kota dan berharap nantinya menjadi basis yang besar di akhir zaman ini gampang sekali di buat dan tidak bermodal besar.Â
Jika diaspora-diaspora menggunakan taktik yang sama untuk menekan pemerintah nantinya kita semua tidak pernah dianggap serius untuk membangun gerakan masyarakat dan membangun sinergi, kolaborasi dan kerjasama di masa yang akan datang, baik itu di waktu satu dua tahun, apalagi agenda seminar kongres Group Diaspora binaan Pak Dino sudah melukiskan agenda sampai tahun 2045.
Dengan tidak mengurangi sedikitpun rasa hormat saya kepada Pak Dino dan para peserta kongres Diaspora, namun saya tidak ingin statement-statement mereka nantinya memberi precedent buruk bagi semua warga Indonesia di luar negri yang mayoritas tidak tahu-menahu tentang kongres maupun agenda-agenda mereka dan apa yang mereka coba bangun.Â
Bisa jadi agenda-agenda mereka adalah hal yang patut kita hargai, jika bisa kita dorong, namun kelompok ini harus memiliki strategi-strategi yang berbeda dari strategi lama mereka, dan nantinya kita semua bisa bersama-sama membangun bangsa dengan kapasitas kita masing-masing, terlepas kita yang lulusan Berkeley, Harvard, Stanford, community college, ataupun mereka-mereka yang belajar kesehariannya lewat youtube, kita semua tetap punya andil yang sama dalam mengusung cita-cita revolusi 1945, semoga perayaan 17 Agustus menjadi ajang untuk kita semua bersatu dan melupakan segala perbedaan dan menuju cita-cita bersama untuk Rakyat Indonesia, Amin...!
Bacho Ex' 98--Agustus 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H