Mohon tunggu...
Bellinda Aliefa Diardi
Bellinda Aliefa Diardi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Sosial dan Ilmu Politik, Prodi Hubungan Internasional, Universitas jember

akun ini dibuat untuk menginspirasi seitiap pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Serba Serbi Larangan Ekspr Nikel Indonesia

26 Maret 2023   17:55 Diperbarui: 26 Maret 2023   17:58 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nikel merupakan unsur logam alami yang memiliki ciri mengkilap dan berwarna putih cenderung perak. Bijih nikel ini salah satu unsur logam yang paling banyak ditemukan khususnya di kerak bumi. Unsur logam jenis ini banyak ditemukan di beberapa pulau di Indonesia. Misalnya di Pulau Sulawesi, Maluku, Papua, Kalimantan dan Halmahera. 

Sedangkan pusat industri tambang yang berada di Pulau Sulawesi terdapat di kota Morowali dan Morowali Utara. Nikel memiliki manfaat besar bagi kehidupan manusia. Karena jenisnya yang tahan karat, nikel dapat dimanfaatkan dalam bahan pembuat peralatan rumah tangga seperti panci, wajan, sendok, dll. Nikel juga dimanfaatkan sebagai pembuatan koin logam karena sifatnya yang tahan gores dan tidak mudah terkikis. 

Selain tidak mudah tergores dan terkikis, bijih nikel ini memiliki sifat antimikroba dan tahan keausan sehingga cocok digunakan bahan pembuat alat -- alat medis seperti instrumen bedah dan masih banyak lainnya. 

Dengan manfaat dan kegunaan yang begitu banyak maka tidak heran apabila permintaan akan ekspor bijih nikel kepada setiap tahunnya terus bertambah. Menurut Australia Department of Industry, Innovation and Science dalam detik.com, konsumsi nikel global naik hingga 0,8% pada kuartal Maret. 

Pada tahun 2022 permintaan akan hikel global diperkirakan mencapai 2,9 juta ton. Angka tersebut diperkirakan akan terus bertambah pada tahun -- tahun berikutnya. Misalnya pada tahun 2023, diperkirakan konsumsi nikel global akan mencapai angka 5,3% dan meningkat sebesar 4,2% pada tahun 2024.

Permintaan akan logam nikel yang terus bertambah setiap tahunnya mengakibatkan ekspor terhadap nikel pun perlu dikendalikan. Pada 1 januari 2022 yang lalu, presiden Jokowi secara resmi menghentikan ekspor nikel. 

Larangan ekspor nikel tersebut telah tertuang dalam peraturan Menteri ESDM, Nomor 11 Tahun 2019 Perubahan kedua Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Larangan ekspor nikel ini sungguhlah beralasan. Pasalnya, adanya pelarangan ekspor nikel semata untuk menciptakan nilai tambah serta untuk membuka lapangan pekerjaan bagi anak negeri. 

Kendati melarang ekspor nikel, Jokowi akan tetap membuka kerja sama untuk memproduksi nikel dari bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Presiden Jokowi juga mengungkapkan bahwa pelarangan ekspor nikel akan dilakukan secara bertahap. Bukan hanya nikel yang nantinya akan dilarang sebagai komoditi ekspor, bauksit, timah hingga tambang juga akan dilarang untuk di ekspor. Pelarangan ekspor bahan tambang ini diharapkan akan meningkatkan nilai tambah dan lapangan pekerjaan baru. 

Potensi yang akan diterima Indonesia, apabila menerapkan larangan ekspor bahan tambang khususnya nikel mencapai angka US$ 20 miliar. Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai nikel sebelum larangan ekspor, dimana hanya US$ 1,1 miliar. Selain itu nilai bauksit akan ikut bertambah hingga mencapai US$ 20 miliar -- US$ 30 miliar. 

Peraturan larang ekspor nikel yang hadir secara tiba -- tiba ini membuat terkejut berbagai pihak. Tidak terkecuali dengan Uni Eropa. Pasalnya keputusan yang dibuat oleh Presiden Jokowi ini membuat Uni eropa merasa geram.  Pasalnya, peraturan tersebut dianggap akan menyulitkan industri di kawasan Eropa. 

Hal ini berimbas dengan adanya gugatan dari Uni Eropa untuk Indonesia kepada WTO. Dalam gugatannya, Uni Eropa pada 22 November 2019 mengadukan keluhannya mengenai pembatasan yang dilakukan pemerintah Indonesia akan nikel, bijih besi, dan kromium dimana bahan tersebut merupakan komoditi utama dalam industri stainless steel di Eropa. 

Dilansir dari US news dalam merdeka.com, Uni Eropa menuduh bahwa Indonesia pembuatan peraturan tersebut dengan tujuan untuk menguntungkan industri peleburan dan baja nirkarat sendiri. UE juga menganggap pembatasan yang diterapkan Indonesia merupakan suatu hal yang tidak adil. Selain itu, UE menentang skema pembebasan produsen indonesia dari bea cukai untuk tujuan meningkatkan ataupun membangun pabrik baru, dengan mesin dan peralatan lokal 30 persen konten. Hal tersebut dilihat sebagai subsidi illegal. 

Menanggapi hal tersebut, Presiden Jokowi dengan tegas akan melawan gugatan yang dilayangkan ke Indonesia atas larangan ekspor bahan mentah. Jokowi juga menyampaikan kepada para pimpinan negara dalam (KTT) G20 di Roma, Italia pada 30 -- 31 Oktober 2021 lalu bahwa larangan ekspor bahan mentah nikel ini semata hanya ingin mengembangkan hilirisasi dan industrialisasi dari bahan mentah. Dengan hilirisasi tersebut, pada akhirnya akan membuka kesempatan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia. 

Sidang sengketa WTO mengenai gugatan UE atas larangan ekspor oleh pemerintah Indonesia pada November 2021, diadakan secara virtual di Jenewa, Swiss. Delegasi Indonesia menyampaikan alasan kebijakan larangan ekspor yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dapat dibenarkan oleh ketentuan WTO serta sejalan dengan alasan dibentuknya WTO pada 1995. 

Selain itu, bukanlah suatu kewajiban bagi Indonesia untuk menjual hasil tambangnya kepada pihak luar. Indonesia juga memiliki hak yang sama untuk mengelola hasil bumi milik sendiri sebagai alat penyejahtera masyarakat Indonesia sendiri. hal tersebut sesuai dengan pasal 33 ayat 3 yang berbunyi "bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar -- besarnya kemakmuran rakyat".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun