Mohon tunggu...
Bellinda Aliefa Diardi
Bellinda Aliefa Diardi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Sosial dan Ilmu Politik, Prodi Hubungan Internasional, Universitas jember

akun ini dibuat untuk menginspirasi seitiap pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Money

Gelombang Ekonomi: Penyebab Krisis Ekonomi Global dan Turunnya Indeks Saham

5 Maret 2023   21:34 Diperbarui: 5 Maret 2023   21:39 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gelembung ekonomi merupakan fenomena ekonomi yang telah terjadi di beberapa belahan negara. Penyebab gelembung ekonomi ini, disebabkan oleh beberapa hal. Mulai dari permintaan properti yang terus meningkat, harga minyak dunia yang terus naik hingga likuiditas keuangan suatu negara.

Menurut pengertiannya, Gelombang ekonomi (bubble economy) diartikan sebagai berubahnya siklus ekonomi berupa nilai suatu objek secara cepat. Objek dalam hal ini berupa properti atau aset berharga. 

Bagaikan gelembung sabun yang ditiup dengan cepat, lama -- lama akan pecah juga. Hal ini mengakibatkan harga aset dan properti yang semula berharga tinggi bisa turun drastis secara tiba tiba dalam waktu yang bersamaan. Fenomena ekonomi ini lazim terjadi pada pasar saham, bisnis properti dan bisnis aset lainnya. Gelembung ekonomi ini dapat terjadi akibat pergantian pemain kunci bisnis, sehingga pola bisnis juga ikut berubah.

Penyebab adanya gelembung ekonomi atau bubble economy hingga sekarang masih diperdebatkan oleh para ahli ekonomi. Namun menurut moneyunder30, salah satu pendapatnya mengatakan bahwa gelembung ekonomi ini dapat terjadi akibat adanya momentum lini bisnis yang menjadi kesukaan sebagian besar masyarakat sehingga pendapatan dalam lini bisnis tersebut meningkat. 

Meningkatnya pendapatan lini bisnis tersebut menjadikan perusahaan memberi bonus ataupun upah tinggi bagi karyawannya. Bonus dan upah ini selanjutnya didistribusikan untuk konsumsi seperti aset dan properti. Meningkatnya permintaan akan aset dan properti ini lama kelamaan akan berubah menjadikan gelembung.

Ahli ekonomi lainnya menyatakan bahwa gelembung ekonomi ini juga data terjadi karena ekonomi suatu negara sedang dimasa likuid. Likuiditas ekonomi membuat proses pinjaman uang terhadap bank menjadi lebih mudah. Kemudahan dalam meminjam uang di bank ini akhirnya digunakan oleh masyarakat untuk membeli aset dan properti. 

Semakin banyak masyarakat yang membeli aset dan properti dengan modal pinjaman bank, maka harga aset dan properti juga ikut meningkat. Inilah penyebab terjadinya gelembung ekonomi yang paling sering terjadi.

Selain momentum lini bisnis dan likuiditas ekonomi, gelembung ekonomi juga dapat tercipta dari kegagalan masyarakat dalam melihat ketidakseimbangan sebuah peluang. 

Menurut John Keynes dalam buku yang berjudul "The General Theory of Employment, Interest, and Money" manusia cenderung mengkonsumsi atau membeli sesuatu karena dorongan emosional semata tanpa memperhitungkan efek lainnya. Sehingga, mereka cenderung membeli atau mengkonsumsi sesuatu karena hal tersebut sedang naik atau sedang dibicarakan oleh banyak pihak, serta berharap kenaikan harga yang berlangsung akan berlangsung lama. Walau pada kenyataannya, kenaikan harga yang sedang berlangsung menjadi penyebab terjadinya gelembung (bubble) dalam siklus ekonomi.

Gelembung ekonomi ini beberapa kali pernah terjadi di beberapa negara. salah satunya pernah dialami oleh Jepang pada sekitar tahun 1990-an dan Amerika Serikat pada tahun 2008. 

Terhitung gelembung ekonomi sudah terjadi pada 1990-an di Jepang. Saat itu dimana jepang mengalami pertumbuhan ekonomi jauh selama empat dekade berturut turut lebih cepat daripada negara G7 lainnya. Pada awalnya, pertumbuhan ekonomi ini terbilang sukses yang ditandai dengan naiknya harga aset, terutama ekuitas dan properti komersial. 

Namun, menuju tahun 1989 -- 1990 pertumbuhan ekonomi jepang mulai melambat. Hal ini dilihat oleh investor sebagai ketidak realistis perekonomian jepang. Konsekuensi dari adanya fenomena ekonomi jepang ini adalah menurunnya harga aset Jepang. Fenomena anjloknya harga aset di Jepang terlihat dari pasar saham Nikkei 225 yang mulanya 38.915 padaa 1989, turun hingga 7.972 pada Maret 2003.

Menurunnya harga aset memberikan konsekuensi serius bagi pemerintahan maupun masyarakat Jepang itu sendiri. misalnya, menurunnya kekayaan rumah tangga, menurunnya kepercayaan konsumen hingga  melambatnya pertumbuhan konsumsi. Investasi modal juga tidak luput dari dampak gelembung ekonomi ini pula, sementara lemahnya perekonomian juga mengakibatkan pinjaman pada bank mengalami kontraksi tajam.

Fenomena krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008 dilatarbelakangi oleh adanya kasus subprime mortgage yang terjadi di Amerika Serikat. Pada dasarnya subprime mortgage merupakan instrumen kredit untuk sektor property dan secara tegas telah tertera pada undang undang mortgage. Undang -- undang mortgage mengatur yang berkaitan dengan sektor properti, termasuk kredit kepemilikan rumah. 

Warga Amerika Serikat yang telah secara sah memenuhi persyaratan tertentu, bisa dengan mudah mendapatkan kredit kepemilikan properti, seperti KPR. Namun, hal ini pada akhirnya menjadi boomerang bagi roda perekonomian amerika serikat. Dimana pemberian kemudahan dalam mengambil kredit dan gairah pasar properti di Amerika Serikat menyebabkan spekulasi di sektor aset dan properti terus meningkat ( Depkominfo, 2008 :4).

Dalam peristiwa subprime mortgage, kesalahan yang terjadi adalah pemerintah memberikan kredit kepada penduduk yang sebenarnya "kurang layak" untuk mendapat bantuan kredit perumahan tersebut. "kurang layak"pada kasus ini merujuk pada penduduk yang tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk menyelesaikan tanggungan kredit yang mereka miliki. Dalam kata lain, undang undang mortgage dirasa salah sasaran dalam memberikan pinjaman kredit bagi masyarakat. 

Akibatnya, terjadilah kredit macet dalam sektor properti. Kredit macet dalam sektor property, lebih lanjut menyebabkan kolapsnya beberapa perusahaan pembiayaan besar AS. Kolapsnya perusahaan pembiayaan ini, mempengaruhi lembaga keuangan lainnya di AS. Hal ini dapat terjadi karena pembiayaan pada umumnya meminjamkan dana jangka pendek dari pihak atau perusahaan lain, termasuk lembaga keuangan di dalamnya. 

Selain mengakibatkan kredit macet dan kolapsnya perusahaan keuangan,subprime mortgage juga mempengaruhi lembaga investasi dan investor baik di AS maupun di beberapa negara lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh surat utang perusahaan kredit aset dan properti disaat bersamaan di jual kepada lembaga keuangan dan investor asing. Padahal, adanya surat utang tersebut ditopang oleh debitur yang rapuh dalam pembayaran.

Kronologi krisis keuangan global dimulai ketika pada bulan April 2007, New Century Financial, perusahaan yang bergerak pada bidang pembiayaan kredit perumahan bangkrut. Bulan Agustus tahun 2007, Sachsen Landesbank di jerman, mengalami kolaps akibat investasi di bidang perumahan. Pada tanggal 3 September 2007, lembaga keuangan Jerman (IKB) kehilang investasi saat subprime mortgage senilai US$ 1 miliar. 17 februari 2008, perusahaan Bear Stearns, kolaps hingga harus menjual asetnya sebesar US$ 30 miliar jaminan pemerintah kepada JP Morgan Chase. 

Tanggal 5 September 2008, Fannie Mae dan Freddie Mac diambil alih oleh pemerintah AS. Perusahaan Lehman Brothers bangrut pada 15 September 2008. Perusahaan The Fed, pada tanggal 16 September 2008 menyuntikan dana sebesar US$ 85 miliar kepada AIG. Selanjutnya disusul oleh indeks bursa saham dunia yang mulai berguguran pada 10 Oktober 2008.

Indonesia yang pada saat itu merupakan negara berkembang tidaklah luput dari dampak krisis keuangan global ini. Terlebih lagi, krisis keuangan ini terindikasi sebagai krisis ekonomi yang dikenal dengan bubble economy atau gelembung ekonomi. Adanya krisis ekonomi akibat gelembung ekonomi ini menyebabkan kerugian besar bagi Indonesia. 

Adanya sentimen negatif dari gelembung ekonomi ini, menyebabkan Indeks Harga saham Gelembung (IHSG) terkoreksi di akhir triwulan turun dari angka 22.0% hingga ke level 1.833. walaupun IHSG menurun secara signifikan, namun, investor asing tetap melirik saham unggulan, diantaranya sektor perbankan (BCA,BRI, Mandiri, dll), sektor ertambangan (PGN, Adaro Energy, Bumi Resources,dll), sektor telekomunikasi (Indosat, Telkom, dll) serta sektor perkebunan (Astra Agro Lestari),(BI, 2008 dalam UGM).

Selain menurunnya indeks saham, gelembung ekonomi yang terjadi dapat mengakibatkan krisis ekonomi secara global. Menurut Economicshelp, dampak adanya gelembung ekonomi sangat dirasakan terutama pada bidang yang cukup krusial seperti aset atau saham. Bangkrutnya perusahan besar terutama yang bergerak pada bidang pinjaman kredit, aset dan properti juga menjadi bagian dari dampak adanya gelembung ekonomi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun